Liburan yang tak terlupakan. Yah, meskipun aku tidak bisa meraih tempat indah itu atau mungkin belum. Aku kembali melanjutkan kegiatan seperti biasa, kali ini lebih menegangkan dan padat. Jujur saja, menakutkan. Aku paham dengan konsep kegagalan dan meski sudah pernah mengalaminya, mengapa masih terasa rasa takut?
Benar, sisa waktu tiga minggu lagi, mungkin kurang dari itu karena sebelumnya aku harus menghadapi ujian sekolah dulu. Pada waktu-waktu itu, aku hanya akan fokus belajar dan tidak akan selangkah pun memasuki studio.
Tentang kegagalan. Sejujurnya definisi gagal adalah ketika tidak berhasil mencapai sesuatu yang kamu inginkan dan kata yang paling terkenal berkaitan dengan kegagalan yaitu kesuksesan.
'Kesuksesan adalah buah dari kegagalan.'
Menurut ku, tidak ada yang salah dengan kata itu. Namun, yang sering dipertanyakan adalah berapa kali kita harus gagal untuk mencapai kesuksesan? Aku tidak berpikir bahwa setiap kekalahan adalah kegagalan. Karena, selama masih ada orang yang melihat karya ku maka itu bisa terbilang kesuksesan kan?
Kejadian di masa lalu memang membuat ku takut. Saat itu aku masih pemula, sekarang juga tapi setidaknya kemampuan ku makin meningkat. Bukan sombong, hanya percaya diri. Hm, kalau sombongnya mungkin sedikit....?
Saat tau Jacqueline meniru beberapa desain milik ku terasa emosi yang tidak bisa ditahan. Seperti amarah, tapi hati ini juga bergetar karena takut. Beberapa minggu setelah kejadian itu aku tidak pernah menyentuh sketch book. Karena, di sana banyak tertulis rencana yang sudah ku susun untuk kompetisi.
Bagaimana cara menjelaskannya? Seakan kamu sendiri yang mengkhianati diri mu, bukan orang lain.
Ah, itu sudah berlalu. Sejak saat itu aku tidak mau berurusan lagi dengannya, bahkan melihatnya saja membuat ku kesal. Iya, aku ini pendendam atau memang belum bisa menerima kenyataan masa lalu dengan lapang dada. Sekarang aku hanya tinggal fokus dengan apa yang ada di depan saja, hiraukan semua masa lalu.
Tok-tok-tok
Terdengar suara ketukan berfrekuensi pelan dari pintu yang setengah tertutup, terlihat seorang siswi berambut hitam bergelombang dengan seragam rapi, kaus kaki panjang sampai mendekati lutut dengan sepatu kulit berwarna coklat kayu. Aku menilik sejenak dari celah yang terbuka.
"Permisi..." Suaranya kecil, samar diakhir. Mungkin dia malu.
"Oh, kenapa?" Tanya ku dengan ramah, lagi pula kami bukan orang asing. Dia adalah junior ku dan saat ini kami sama-sama berpartisipasi dalam kompetisi.
"Bolehkah aku meminjam penggaris? Aku lupa menaruhnya di mana." Dia menjawab dengan malu, kepalanya agak tertunduk.
Melihat tingkahnya itu membuat ku sedikit terkekeh, cukup wajar bagi kami lupa menaruh barang-barang dan saling meminjam. Segera aku mengobservasi sekitar mencari di mana keberadaan benda yang hendak dipinjamkan. Menyingkirkan semua kertas yang berserakan dan akhirnya ketemu.
Singkatnya dia berterima kasih dan kembali ke ruangannya.
Ting!
Jay
|woyy
|cepetan ke lapangan
|udah jam olahraga, dodol
Tiga pesan beruntun, info yang lumayan membuat kaget. Waktu sudah berlalu secepat itu? Habis lah aku.
£££
"Hosh-hosh..."
Kini aku sedang berlari memutari lapangan dan sudah melalui tiga putaran, sisa dua putaran lagi. Ini semua karena keterlambatan memasuki jam olahraga. Padahal jadwal olahraga hari ini juga hanya jam bebas, ingin mengeluh tapi aku tau salah.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sketch
Fanfiction"Tanpa pewarna kertas akan tetap putih, tanpa pola maka tidak ada kisah di dalamnya."