D-day prom night
Mata yang menjadi sayu, kantung mata yang tidak bisa kendalikan lagi bentuknya. Ini semua karena kejadian kemarin, aku jadi tidak bisa tidur tenang.
Meskipun setelah pembicaraan itu Jay tidak menjauh atau canggung, ya sepertinya ia- ah tidak, kami memutuskan untuk melupakannya seakan tidak terjadi apa-apa.
Namun, pikiran ku ini jadi tidak bisa tenang! Mood ini tidak bisa di bawa ke prom night nanti, aku hanya ingin tidur.
Mau keluar juga takut berpapasan dengan Jay. Astaga, padahal aku sendiri juga yang tidak mau ada kecanggungan. Sepanjang malam memikirkan tindakan apa yang tidak menimbulkan suatu harapan. Selain menjauh, apakah ada cara lain lagi? Kecuali Jay membuang perasaannya kepada ku, tapi itu artinya ia harus berkorban.
Serba salah. Sekarang aku tidak bisa diam saja, perasaan ini harus dikeluarkan.
Tapi harus ke siapa?!
"Blue! Hello! Blue?"
Suara yang familiar terdengar berisik dari belakang pintu. Padahal aku tidak mempunyai indra ke-enam tapi kok bisa mendengar suara hantu.
"HEY ALVERA!"
Semakin berisik saja.
"Yah, yaudah deh pizzanya gue bawa balik aja."
Pizza? Sialan! Itu kan punya ku, bagaimana aku bisa tidak sadar pesanan makanannya sudah sampai?!
Ceklek.
"Bajingan, pizza gua anjir."
Aku langsung merebut box pizza dari tangan Mark. Hhhh, pintunya terpaksa terbuka demi merebut pizza ku yang tersayang. Kemusuhan deh sama mas delivery nya.
"Jahat banget, orang baru dateng langsung kena umpat," Mark memanyunkan bibirnya, hih bulu kuduk ku berdiri.
"Ya. Anggep aja itu sapaan gua."
"Kok tumben lo beli pizza sendiri?"
Benar-benar anak ini ingin ku pukul, "lu kira selama ini gua hidup pake daun?! Se ga modal itu gua di mata lu?"
Mark sampai menutup telinga mendengar ocehan ku.
"Lagi pms apa lo? Emosi mulu deh, heran."
Mark mengambil 1 kaleng cola, yang kebetulan aku memesan 2 cola. Jujur, saja aku tidak mempunyai jadwal bertemu dengan Mark. Tiba-tiba ia datang tanpa diundang tanpa membawa buah tangan dan pulang dengan suruhan sambil membawa buah tangan. Kurang ajar.
Bawa positif saja untuk hari ini, toh aku perlu teman ngobrol.
"Mark, lu suka gua juga ya?"
"HIH! Gue bukan orang gila ya, mana mungkin suka sama setan."
Iya kan? Setidaknya di antara pertemanan ku, tidak semua menyukai ku kan?
"Gua beneran nanya anjiran."
"Ya, terus gue harus jawab gimana lagi? Ogah banget sih suka sama lo," ia menggidikkan bahunya.
"Berarti beneran ga suka kan? Usahain jangan- eh bukan pokoknya ga boleh! Jangan suka sama gua! Lu kayak harapan terakhir gua dalam pertemanan ini, Mark."
Aku yang berusaha melarangnya dengan serius, dengan wajah yang hampir putus asa. Ditanggapi dengan wajah santai sambil mengunyah pizza.
"Lebay banget lo. Berapa taun sih kita temenan? 3? Ya, pokoknya berapapun itu. Gue ga pernah ada rasa sama sekali sama lo, lagian gue masih normal karena suka sama manusia."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sketch
Fanfiction"Tanpa pewarna kertas akan tetap putih, tanpa pola maka tidak ada kisah di dalamnya."