[Recommendation song: Lonely Night-Ben]
Setelah pengakuan secara tidak langsung. Aku berpikir, lagi dan lagi tentang apa yang terjadi. Perasaannya masih tetap menjadi rahasia, apakah ia menyukai ku atau tidak, apakah ia percaya pada ku atau tidak. Bolehkan sekarang aku menganggap kalau kami ini teman?
Memusingkan saja. Kembali lagi aku harus segera menengok ke arah realita, iya. Lihatlah pekerjaan yang menumpuk dengan deadline yang sungguhan seperti garis kematian.
"Hi, apa kabar?"
Bulu kuduk ku merinding, seketika mendengar sapaan serta pertanyaan layaknya mantan.
"Sejak kapan lo jadi mantan gua?"
"Sejak pandangan pertama," ia mendekatkan wajahnya, masih jauh tapi cukup membuat mu ingin menendangnya.
BHUK!
"Aw, sakit bangsat!"
Ia meringis kesakitan setelah aku menendang tulang keringnya. Lagian ...
"Jay kemana? Tumben lo berdua ga nempel kayak perangko."
Aku mendengus, "sibuk ... kali," jawab ku sedikit menggantung. Ide untuk berpura-pura lupa kayaknya gak bertahan lama, bohong kalau tidak ada yang berubah, bohong kalau tidak ada jarak. Selama pesta mungkin kami masih saling mencoba, tetapi setelah itu ... rasanya melelahkan.
"Lo ... kecewa ga sama dia?" Lagi-lagi Mark melempar pertanyaan aneh.
"Buat apaan coba gua kecewa sama Jay? Maksudnya ya, untuk sekadar menyampaikan perasaan kenapa harus dibuat kecewa?" Aku menjawabnya jujur.
Namun, pandangan Mark seakan memperlihatkan hal lain. Apa itu pertanyaan tersirat?
"Udah dong! Mata lo kayak mau lepas gitu saking seriusnya," setidaknya lawakan ini berhasil membuatnya normal lagi.
Akhir-akhir ini aku menjadi sangat sibuk, kami semua sibuk. Ada banyak hal yang harus dipersiapkan, untuk kontes, tugas, ujian. Omong-omong waktu lalu aku masih mempunyai janji berkemah dengan Jake. Jake itu pandai mengatur waktu, jadi aku selalu percaya kalau dia Akan memilih tanggal yang tempat.
"Woy! Mau ke kantin ga lu?" Masih jam 11, tapi suara dari perut sudah berisik. Dengar-dengar juga sih menu hari itu enak-enak semua.
£££
Sekarang sudah petang, hari ini adalah hari yang cukup berat banyak hal dilalui. Sungguhan setelah sampai rumah aku akan langsung bermanja dengan kasur dan guling kesayangan.
Aku merasa mengantuk, tak tahan untuk tidak menguap lebar-lebar.
"Lalet masuk, mati lu."
Datang-datang ia menutup mulut ku dengan sepotong roti besar? Sialan, bisa-bisa bukan mati karena lalat melainkan roti.
"Jay sialan!"
Lalu kami berdua sama-sama diam, "lo ngapain deh di sini? Bukannya lo bawa mobil?" Untukku yang duduk tenang di halte bus, adalah hal yang langka seorang Jay menunggu di halte. Ia selalu membawa mobilnya, sekarang malah ikutan duduk di sebelah ku.
"Males bawa mobil, capek."
"Dih!" Aku memekik, "apa banget alasannya, ngikutin gua ya lo?" Lagian alasannya adalah alasan ku.
"Cerewet banget lu, yang penting balik."
Ya ... iya sih.
"Hari ini lo ngapain aja?" Aku mulai membuka membicaraan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sketch
Fanfiction"Tanpa pewarna kertas akan tetap putih, tanpa pola maka tidak ada kisah di dalamnya."