Jay(den)

27 3 60
                                    

D-1 prom night

Besok malam! Huhh aku tidak sabar. Di luar ekspektasi aku ikut acara semacam ini, karena terlihat tema yang tidak cocok dengan ku.

Jayden.

Apakah aku terlalu sering memujinya? Apakah ini bayaran atas penungguan selama ini?

Jika aku berjalan mundur, keadaan ku akan tetap sama. Aku akan tetap menunggunya. Ia datang di saat perpisahan ku dengan kehidupan masa lalu. Tepat saat aku hendak pergi dari panti asuhan, ia datang. Wajahnya yang dingin dan datar, tapi seakan memiliki suatu kisah yang tidak disampaikan.

Laki-laki dengan sikap dewasa dibanding dengan umurnya. Aku ingat, saat itu sedang menangis sendirian di taman. Anak kecil ini sedih untuk meninggalkan teman-temannya. Anak kecil ini enggan pergi dari masa lalunya, anak kecil ini takut kesepian.

Namun, saat-saat sedih itu berubah menjadi suatu penantian. Ia tersenyum. Ia melihat ku dengan hangat ditemani sepucuk bunga dandelion. Aku masih mengingatnya dengan jelas siapa namanya karena nametag pada seragamnya dan satu kalimat yang ia ucapkan.

'Semoga kamu mempunyai hari yang indah.'

Anak laki-laki itu adalah Jayden. Tadinya aku hanya ingin bertemu dengannya untuk menyampaikan rasa terima kasih, tapi entah mengapa aku berharap lebih dari itu.

Aku tidak tau lengkap tentang dirinya, aku tidak tau makanan kesukaannya, aku tidak tau warna kesukaannya, aku tidak tau tentang ceritanya. Namun, aku menyukainya, aku selalu ingin melihatnya bahagia. Ia sederhana, itulah yang aku lihat.

Apa yang akan terjadi jika aku mengakui perasaan ini? Apakah penantian ini bisa berhenti atau akan tetap menjadi suatu penantian tanpa akhir?

"Kamu sudah menunggu lama?" Panjang umur sekali.

"Gak kok," bohong. Aku sudah menunggunya dari sejam yang lalu.

"Untunglah, saya kira nanti saya yang harus menunggu."

Soal itu juga haha... Bukan Jayden yang telat, hanya saja aku datang lebih awal.

"Kamu sudah memesan, ya?" Ia melihat ke arah meja, ada 1 cheesecake dan latte. Rencananya sih aku mau menghabiskan sebelum Jayden datang, tapi kayaknya waktunya terbuang sia-sia dengan lamunan.

Tanpa basa-basi lebih lama, Jayden pergi lebih dulu untuk memesan minumannya. Melihat punggungnya yang membelakangi ku, sejenak ada satu pertanyaan. 'Apa dia ingat tentang anak perempuan itu?'

Perasaan yang membosankan, sayangnya aku tidak bisa melepaskan.

"Jayden pesan apa?" Aku tau itu americano, yah cuma basa-basi doang.

"Americano."

Singkat sekali, jadinya aku cuma ber-oh ria.

Posisinya estetik, ada sinar matahari. Aku ingin memotret guna menjadi kenangan.

Cekrek.

Aku terkejut, suaranya sangat jelas. Apa-apaan ini! Sejak kapan aku mematikan mode silent? Malu dan takut mendominasi dengan baik. Terbalik dengan keadaan ku, Jayden masih minum dengan tenang melihat ke arah luar. Dia itu pura-pura tidak tau ya?

"Americanonya manis gak?"

Dia menatap ku heran beberapa detik lalu terkekeh, "kamu mau membuat inovasi baru?"

"Hah?"

"Americano tidak ada yang manis, Alvera." Jayden menggelengkan kepalanya seraya tersenyum tipis.

Eh? Iya ya? Bodoh banget sih aku hari ini! Kamera sialan.

Omong-omong aku belum membicarakan tujuan hari ini bersama Jayden, kan? Katanya ada yang ingin Jayden katakan pada ku, untuk itu hari ini kami memutuskan untuk bertemu di suatu cafe kota.

The SketchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang