a camp out

16 3 13
                                    

notes; sebelum baca aku sarankan buat play lagu chilling fav kalian, karena chapter kali ini bakal sedikit lebih panjang. 






Pertanyaan Jake tadi, cukup menaungi pikiran ku. Yah, tidak ada alasan juga untuk menolak ajakannya. Maksudnya dia pun bilang aku bisa mengajak teman yang lain berarti tidak ada niat "khusus" mengajak ku ke sana kan?

Ku harap begitu.

Ting tong!

Bunyi bel yang tiba-tiba membuat ku berpikir sejenak, siapa yang datang di jam 11 malam, kayaknya aku tidak memesan makanan atau paket apapun. Ah... atau jangan-jangan...

Ting tong ting tong!!

Suara nya semakin berbunyi tanpa jeda. Dari ketidaksabarannya sih sudah pasti orang itu.

"Bang*** apaan sih malem-malem ganggu?!" Geram ku sedari membuka pintu dengan kasar.

Orang yang menunggu di depan pintu pun merasa agak terkejut dengan tekanan suara ku, "santai dikit kenapa sih! Lu ada 'itu' ga?"

Dahi ku sedikit mengerut, mencoba menebak apa yang dia maksud. Namun, nihil seberapa keras menebak pun objek yang dia maksud tidak akan bisa dimengerti. Lagian kenapa sih dia ga ngomong langsung intinya?!

"Yang jelas dong kalo ngomong! Udah ganggu malem-malem, ga jelas lagi." Ketus ku sekali lagi, orang mana yang tidak kesal jika diganggu hampir tengah tanpa tujuan. 

Jay masih diam, bukan diam terlihat dia agak sedikit panik dan bingung untuk menjelaskan keperluannya. Heran, semenjak dia tinggal sendiri ada saja kasus yang terjadi. Terakhir kali pernah dia lupa untuk mematikan kompor saat pergi, untungnya saat itu aku pun sedang di rumah jadi segera menghubungi menyuruh mematikan kompornya mencegah hal berbahaya terjadi. 

Pada dasarnya aku ini terdengar seperti pahlawan. 

Masih belum dijawab, tak sanggup menunggu lebih lama lagi akhirnya aku memberikan tatapan melotot sempurna. 

"Apa sih 'itu' loh ... duh gua gatau lagi namanya." Setengah frustasi dia mulai mengacak-acakkan rambutnya.

"Ya buat apa?! Seenggaknya kalo lu ga tau namanya, lu tau gunanya buat di mana dan apa dong!" 

"Kloset gua mampet, terus gua searching-searching ada alat buat WC mampet. Lu ada ga?" 

Ah... persoalan WC mampet. 

"Pompa karet maksud lo?" Tanpa berlama-lama aku mengambil pompa karet, yah sebenarnya untuk apa juga aku bertanya namanya tadi saja dia tidak tau. 

Walaupun kamar mandi ku tidak pernah bermasalah, tidak ada salahnya kan menyimpan alat-alat keperluan darurat? Oleh karena itu, apartemen ku ini terlihat penuh diisi oleh barang random yang sebetulnya alat-alat keperluan darurat, kita kan tidak tau kapan bencana terjadinya. 

Pikiran ku agak tidak tenang saat hendak memberika pompa karet kepada Jay dan akhirnya bertanya  untuk memastikan, "lo bisa pakenya kan? Perlu gue bantu ga?" 

Dengan gelengan keras dan percaya diri dia menjawab, "se-ga bisa dipercaya itu gua?" 

"Maaf ya to the point aja, iya lu ga meyakinkan." 

"Hah... santai santai aman, lu tidur aja besok gua balikin," kukuh nya lalu langsung pergi menuju tempatnya. 

Seharusnya aku bisa tidur tanpa berpikir, harusnya otak ku ini tidak perlu memikirkan hal buruk yang mungkin terjadi di lantai bawah. Tidak mungkin kan? Jay sendiri bukan anak kecil, hal sesederhana itu pasti bisa diatasi sendiri kan? Aku menarik napas panjang, mencoba rileks. Jay itu memang terlihat serba bisa, tapi soal membongkar-membetulkan dia adalah yang terburuk. 

The SketchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang