16 Tahun Kemudian, Masa Sekarang. . .
Roda kehidupan akan terus berputar selama bumi masih melakukan rotasi dan revolusi. Pada tiap jiwa manusia yang bernyawa pasti ada kalanya akan merasakan terjatuh, terpuruk, tak mampu bangkit. Tapi kemenangan akan selalu jadi milik mereka yang mau terus berjuang.
"Kakak pulang." Ucap Gracia setelah membuka pintu depan rumahnya diikuti seorang gadis cantik dibelakangnya.
"Kak Ge!" Teriak Chika dari lantai atas kemudian berjalan turun menghampirinya.
"Eh ada Ara." Chika sedikit kaget saat menyadari bahwa kakaknya tidak pulang sendirian.
"Cici kamu mana?" Tanya Gracia.
"Kerumah sakit lagi dari sejam yang lalu. Katanya ada pasien yang urgent butuh pertolongan" Gracia hanya manggut-manggut.
"Temenin Ara, Kakak mau ganti baju."
"Uhm"
"Ke kamar yuk!" Chika kemudian menggandeng tangan Ara yang masih diam menunduk.
Waktu makan malam tiba. Seperti biasa mereka duduk berempat di meja makan. Ya, kali ini berempat bukan bertiga. Ara yang sejak tadi sore bersama Chika tidak diizinkan pulang sebelum makan.
"Kak, Ci besok kayaknya aku ada kegiatan di sekolah sampai sore." Chika membuka percakapan malam ini.
"Ngapain?" Tanya Gracia yang masih sibuk dengan makanannya. Dia bahkan tak mau repot menatap mata.
"Eee itu, aku ikut panitia Pensi Tahunan kak." Chika menjawab dengan takut-takut. Gracia yang mendengarnya pun kemudian meletakkan sendoknya. Terdengar hembusan nafas kasar dari mulutnya.
"Shan, kamu aja yang ngomong." Setelah mengatakan itu Gracia meraih gelas didepannya kemudian meneguk isinya sampai habis.
Shani yang mengerti situasi pun mulai berpikir keras. Menjelaskan pada Chika agar dia mengerti dan memastikan Kakaknya tidak marah. Pasalnya adik bungsunya ini sejak usia 5 tahun sudah divonis menderita lemah jantung. Itu juga yang membuat kedua kakaknya harus extra perhatian menjaganya agar jangan sampai penyakitnya kumat sewaktu-waktu. Kondisi Chika juga yang memotivasi Shani menempuh pendidikan Dokter agar bisa mengontrol kondisi adiknya. Bahkan diusianya yang masih tergolong muda 27 tahun, dia sudah menjadi Dokter Spesialis Jantung yang cukup diperhitungkan. Tak jauh berbeda dengan Gracia, Si Sulung Natio itu kini punya kerajaan bisnis Kuliner Sehat. Hobi yang digelutinya sejak masih kuliah. Restorannya pun sudah tersebar di seluruh Indonesia, bahkan sebentar lagi berencana memperluas jaringan ke negara tetangga. Tak tanggung-tanggung dia kini masuk jajaran salah satu pengusaha muda berbakat di usianya yang masih 30 tahun bersaing dengan pengusaha-pengusaha senior yang usianya lebih tua darinya.
"Dek, kenapa ga bilang Cici dulu kalau mau ikut panitia?" Tanya Shani.
"Karena udah pasti ga diijinin. Tapi Chika cuma jadi sekretaris Kak, Ci. Bukan Divisi yang sibuk kesana-kesini."
"Tapi kamu dari pagi sekolah, lanjut panitia ga ada waktu istirahatnya. Ga usah ya?" Shani masih berusaha memberi pengertian.
"Chika udah gede, bisa jaga diri. Beneran. Ya kan Ra?" Ara yang diam saja daritadi mengangkat kepalanya kemudian menggangguk.
"Dek ngertiin ya. Kakak sama Cici cuma ga mau kamu kenapa-napa." Shani sesekali melirik Gracia yang masih diam sambil mengaduk-aduk makanan di depannya. Dia tau mood kakaknya itu sudah rusak sejak tadi.
"Ih gak Ci! Pokoknya Chika tetep mau ikut panitia. Chika ga mau lagi ya dikatain cupu cuma karena ga pernah ikut kegiatan diluar pelajaran. Kalau kakak sama cici ga ngijinin, besok Chika ga mau sekolah." Mode ngambeknya keluar. Biasanya jika sudah seperti itu Shani akan luluh. Hanya Shani. Sedangkan Gracia tidak semudah itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nagai Hikari (Love, Lost, Sacrifice) - END
Fantasy••••••••• Cinta bukanlah api asmara yang membara Kehangatan angin yang bagai cahaya matahari Oh, cahaya yang panjang, selama nafas berhembus Tanpa perlu ditahan, teruslah engkau bersinar Di malam ketika tak berbintang sekalipun Kau pasti merasakan s...