Ruangan yang dominan putih itu. Hening, tidak ada satupun suara terdengar kecuali helaan nafas dua anak manusia yang saling tatap dan sesekali saling melempar senyum tatkala dua bola mata keduanya bertemu. Jari-jari tangan keduanya masih saling menggenggam seakan takut ditinggalkan satu sama lain.
"3 kutu titip salam buat kamu. Cepet sembuh katanya." Ucap Ara akhirnya memecah kesunyian.
"Iyah. Mereka ga ada niatan nengok aku kesini kan?" Senyuman dan raut penuh khawatir bercampur jadi satu di wajah orang yang masih terbaring lemah di ranjang itu.
"Ada. Tadi malah mau ikut kesini."
"Ish jangan dibolehin Ara. Kamu udah janji ya sama aku." Wajahnya kini berganti kesal. Sedangkan orang yang duduk disebelahnya bukannya takut malah senyum.
"Malah senyum. Kalau beneran kesini, awass aja ya!"
"Emang kamu mau ngapain mereka? Bangun aja masih susah." Ara dengan muka tengilnya bukan menenangkan malah menambah emosi.
"Tauk ah! Capek kalau ngomong sama kamu mah!" Genggaman tangannya dilepas sedikit kasar. Dengan sisa tenaga yang ada, Chika memalingkan wajahnya ke sisi lain tak ingin menatap Ara.
"Ngambek neng geulis? Ara cuma becanda atuh. Maafin ya, jangan marah." Dengan lembut Ara memegang sebelah pipi Chika agar dia mau menatapnya kembali.
"Becanda kamu ga lucu."
"Iya. Maafin Ara ya. Tadi mereka memang maksa mau ikut kesini cuma aku bilang kalau ada Kak Gre jadi mereka mundur. Tau sendiri kan mereka kalau sama Kak Gre gimana." Jelas Ara.
"Cuman karena Kak Gre? Lagian apa sih yang ditakutin dari Kak Gre. Dia ga pernah gigit kok."
"Ya kamu ga takut karena kamu adiknya. Coba deh balik posisi sini minimal jadi aku deh biar kamu rasain sensasinya." Ucap Ara mencibir.
"Hehe ga perlu tukar posisi jadi kamu. Aku udah tau kok isi hati kamu." Ucap Chika. Glek. Ara sedikit kesulitan meneguk ludahnya sendiri. Tanpa sadar semburat merah muncul di pipinya. Entah itu benar atau hanya sebuah gombalan yang jelas Ara gesrek. Dasar lemah!.
"Ra. Ara! Ish! Malah diem aja." Ara tersadar dari lamunannya. Entah apa yang sedang dia pikirkan, semoga bukan pikiran jorok.
"Kenapa?" Tanya Ara.
"Mikirin apa sih? Diajak ngomong diem aja."
"Mikirin kamu." Andaikan ada Gracia disitu, sudah pasti sebuah toyoran di kepala dia terima.
"Apa?" Tanya Chika kaget.
"Mikirin kamu Chika."
"Mikirin apa emang? Jorok pasti."
"Nah itu tau."
"Ara!" Seketika Chika memegang dadanya. Emang Ara ga tau diri. Temen lagi sakit bukannya dibaikin biar sembuh. Malah dibikin tambah emosi. Itu jantungnya woy!.
"Eh eh. Maaf. Aduh aku lupa kalau kamu lagi sakit." Reflek Ara ikutan memegang dada Chika. Niatnya bener-bener cuma mau mengelus dadanya biar ga kumat lagi tapi apa daya sebuah geplakan dia terima.
"Apa sih Chik? Malah dipukul tangan aku." Tanya Ara dengan begonya.
"Ga usah nyari kesempatan kamu ya. Mesum!" Yang dikatain malah loading.
"Padahal niat aku beneran mau bantuin. Takut disemprot Kak Gre sama Cici weh, suruh jagain orang sakit bukannya dibikin cepet sembuh malah dibikin cepet mampus!" Ucap Ara.
"Mulutnya Ara!"
"Iya iya. Tenang Chik. Sabar. Tarik napas yang dalam. Kamu mah emosian orangnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Nagai Hikari (Love, Lost, Sacrifice) - END
Fantasy••••••••• Cinta bukanlah api asmara yang membara Kehangatan angin yang bagai cahaya matahari Oh, cahaya yang panjang, selama nafas berhembus Tanpa perlu ditahan, teruslah engkau bersinar Di malam ketika tak berbintang sekalipun Kau pasti merasakan s...