==MetBaca==
Pelan tapi pasti, mobil silver itu melaju membelah jalanan kota. Matahari sudah kembali ke peraduannya beberapa menit yang lalu menyisakan semburat-semburat tipis berwarna jingga hingga akhirnya ikut menghilang meninggalkan gelap.
Adzan maghrib baru saja selesai berkumandang, kamacetan kota perlahan mulai terurai. Untuk yang ingin segera sampai dirumah tanpa perlu berbaur dengan kemacetan, mungkin ini saat yang tepat.
Namun berbeda dengan Gracia. Laju kendaraannya makin lama makin pelan. Beberapa kali bahkan harus diklakson pengemudi lain dari belakang. Namun tampaknya dia tidak peduli atau mungkin lebih tepatnya dia tidak menyadarinya. Fokusnya sedang berada di tempat lain.
Hingga akhirnya satu bunyi keras dan panjang dari klakson pengemudi lain menyadarkannya. Buru-buru dia menepikan mobilnya dan berhenti di pinggir jalan antah-berantah. Seatbelt dilepas hampir bersamaan dengan mesin dimatikan. Satu tarikan napas panjang dari mulut Gracia menandakan bahwa kali ini dia sedang lelah membawa 'beban' hidupnya.
Dari luar, fisiknya memang tampak biasa saja. Tapi di dalam, hati dan pikirannya sedang tawuran sejak tadi. Gracia mengangkat kepalanya menghadap ke atas dengan punggung yang masih bersandar dikursi, perlahan matanya dia pejamkan.
1 menit
2 menit
5 menit
Masih tak bergerak di posisi, tampak beberapa bulir air menetes di pipinya. Hening yang terdengar tapi bulir air itu makin deras saja tanpa bisa direm. Lengan bajunya yang mulai basah sama sekali tak dia hiraukan. Ada yang lebih penting dari itu. Jiwanya perlu diselamatkan.
Entah sudah berapa lama waktu berlalu, merasa kondisi sudah lebih baik maka dengan sisa tenaga yang ada, akhirnya Gracia kembali memegang kemudi dan bergerak menyelesaikan tugas untuk pulang kerumah.
Setengah jam kemudian, mobilnya mulai masuk halaman rumahnya sendiri. Tampak lampu teras sudah menyala. Artinya sudah ada penghuni lain dirumah itu. Dengan malas, Gracia berjalan masuk hingga sampai di ruang tengah. Langkahnya terhenti saat matanya bertemu dengan mata lain. Sosok itu sedang berdiri bersandar pada meja makan.
Hanya saling pandang. Semua betah dengan egonya masing-masing. Tak ada yang berniat membuka percakapan. Meski di mata Gracia tampak lawan bicara ingin mengatakan sesuatu padanya, tapi dia tak ingin berharap karena jika benar ada yang ingin disampaikan harusnya itu sudah terucap 5 menit yang lalu.
"Kakak langsung ke atas. Selamat istirahat." Ucap Gracia akhirnya. Berucap dengan terburu-buru kemudian naik tanpa menoleh sedikitpun.
Sedangkan Shani. Tak ada yang bisa dilakukannya selain menatap punggung Kakaknya yang terus bergerak naik hingga menghilang dari pandangannya. Dia terlalu cupu untuk memulai. Entah karena dia mulai berasa bersalah atau aura kakaknya yang terlalu mengintimidasi.
Tapi sepertinya dia terlambat menyadari. Entah sejak kapan itu terjadi, mulai malam ini kah? Atau malam-malam sebelumnya? Dia tak tahu. Tatapan mata itu, tatapan seorang Gracia yang biasanya dingin namun menenangkan ketika melihatnya kini berbeda. Malam ini tatapan itu seperti tak bernyawa.
Reflek Shani segera mencari sesuatu di ponselnya yang sejak tadi masih dia pegang. Dia harus bertemu seseorang malam ini.
"Nin, aku boleh nginep dirumah kamu malam ini?"
--------------
"Arrrgghhhhhhh!!!!"
Gracia terbangun karena dering ponselnya sendiri. Dengan terengah-engah dan wajah penuh keringat, segera dia meraih ponselnya di meja samping.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nagai Hikari (Love, Lost, Sacrifice) - END
Fantasy••••••••• Cinta bukanlah api asmara yang membara Kehangatan angin yang bagai cahaya matahari Oh, cahaya yang panjang, selama nafas berhembus Tanpa perlu ditahan, teruslah engkau bersinar Di malam ketika tak berbintang sekalipun Kau pasti merasakan s...