==SelamatMalam==
Suasana pagi yang masih tak berubah sejak beberapa minggu yang lalu. Tidak ada lagi tingkah random seseorang ketika makan atau sekedar sahut-sahutan obrolan tak berfaedah yang terdengar di telinga Gracia. Meski terkadang baginya itu menjengkelkan, tapi jujur dia sangat merindukan momen itu.
Seperti pagi ini. Duduk sendiri di meja makan bersama secangkir kopi yang hanya dilihat saja tanpa sekalipun dia sentuh. Secangkir kopi yang menghangatkan namun berubah dingin karena sikapnya. Dicuekin. Lebih memilih asik merangkai isi pikiran sendiri dengan sepotong-sepotong kejadian yang terjadi belakangan ini. Mencoba mencari dimana sumber kesalahannya hingga mereka harus menanggung beban seperti ini lagi. Tak mau menyalahkan takdir, tapi bolehkah sedikit saja dia mengeluh tentang hidupnya?
Sesekali ekor matanya melirik ke arah tangga. Dalam hati berharap seorang yang lain, yang masih tinggal bersamanya turun lalu mengajaknya bicara. Minimal membalas sapaannya agar dia merasa tak sendirian di dunia ini.
Entah karena memang kebetulan atau doanya dikabulkan, terdengar derit pintu terbuka dari lantai atas ketika Gracia sedang mengangkat cangkir kopinya. Tak lama suara tapak sepatu terdengar berjalan menuruni tangga disusul siluet seseorang dengan jas putihnya.
Sudah ditebak, sosok itu hanya berjalan melewatinya tanpa sedikitpun menyapanya. Akhirnya Gracia memilih mengalah, menekan egonya demi mengajak bicara duluan.
"Sarapan dulu Shani." Ucapnya sebelum Shani berjalan keluar.
"Ga laper." Langkah Shani terhenti untuk menjawab namun tak ada niat sedikitpun untuk menoleh menatap kakaknya.
"Bawa bekal aja gimana? dimakan nanti kalau laper."
"Ga usah. Jajan aja nanti."
"Oke. Mau berangkat sekarang?" Tanya Gracia tak ingin memaksa.
"Iya."
"Kakak anter ya."
"Ga usah Kak. Aku ga mau kalau pulangnya harus repot naik taksi."
"Kakak jemput. Bilang aja mau pulang jam berapa."
"Ga usah. Nanti repot."
"Sejak kapan Kakak suka ngeluh sama urusan kalian?"
Shani diam. Tak berminat menjawab.
"Shan..."
"Ga usah Kak. Aku berangkat sendiri aja." Jawaban yang sangat tidak diinginkan Gracia. Mendadak emosinya naik. Tapi sebisa mungkin masih dia tahan.
Tak ingin buang-buang waktu dengan perdebatan tanpa ujung, Gracia segera meraih tasnya dikursi dan kunci mobil yang daritadi dia letakkan di atas meja.
"Ayo. Nanti kesiangan." Ucap Gracia kemudian melewati Shani begitu saja.
Shani menghela nafas sebelum akhirnya mengikuti langkah Gracia keluar rumah. Dia hafal diluar kepala bagaimana gelagat Gracia jika sudah terpancing emosi. Tidak ada lagi pertanyaan negosiasi, yang ada hanya perintah tanpa sedikitpun celah untuk dibantah.
Hening. Tak ada percakapan apapun yang terdengar hingga mobil Gracia berhenti di depan lobby rumah sakit. Keduanya masih saja diam, tak bergerak juga tak bersuara. Merasa tak nyaman dengan situasinya, Shani akhirnya mencoba bicara.
"Kak ak. . . "
"Chat jam berapa kamu selesai. Kakak jemput." Potong Gracia sebelum Shani sempat mengucapkan sesuatu. Bahkan ketika mengucapkan itu Gracia lebih memilih untuk tetap fokus ke depan dibanding menatap Shani.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nagai Hikari (Love, Lost, Sacrifice) - END
Fantasía••••••••• Cinta bukanlah api asmara yang membara Kehangatan angin yang bagai cahaya matahari Oh, cahaya yang panjang, selama nafas berhembus Tanpa perlu ditahan, teruslah engkau bersinar Di malam ketika tak berbintang sekalipun Kau pasti merasakan s...