> Sebelum kesini mampir baca part 3-nya dulu kuy ke arwfika <
"Panas banget anjir." Ucap salah satu dari tiga siswa berseragam yang kini berjejer rapi di tengah lapangan menghadap tiang bendera. Sungguh contoh siswa teladan sekali karena di siang yang terik seperti ini mereka menampakkan rasa cinta terhadap negaranya dengan hormat pada bendera kebangsaan.
"Bu Sisca masih dibelakang?" Tanya Ara. Salah satu dari tiga siswa tersebut yang bernama Sholeh pun dengan tidak tau dirinya malah menoleh kebelakang.
"Saya masih disini!" Teriak Bu sisca dari depan ruang kelas.
"Noh udah kejawab." Ara hanya manggut-manggut.
"Sabar aja dulu. Paling kayak gitu cuma bertahan 10 menit. Kalau Dia udah pergi kita cabut!" Ucap Aldo. Benar saja tidak perlu menunggu 10 menit, baru saja mulut mengatup terdengar suara Kepala Sekolah memanggil Bu Sisca untuk ke ruangannya.
"Itung Do, itung." Perintah Sholeh.
"Oke, Gue itung sampe tiga kita lari ke tempat biasa." Aldo memberi Instruksi. Sedangkan dua orang pengikutnya hanya manggut-manggut. Tempat biasa yang mereka maksud adalah gudang belakang sekolah. Tempat biasa mereka ngumpul kalau sedang malas mengikuti pelajaran atau kabur dari hukuman. Tidak banyak siswa atau guru yang berani kesana karena banyak desas-desus kalau gudang itu angker. Tapi dasarnya tiga bocah bandel itu ga ada takut-takutnya. Prinsip mereka takut itu hanya pada Tuhan dan Emak kalau udah pegang sapu, pengecualian untuk Ara karena takut itu hanya pada Tuhan dan Gracia.
"Siap?" Tanya Aldo.
"Hmm. Lo itung yang bener!" Ara dan Sholeh sudah mengambil ancang-ancang untuk lari. Aldo menarik napas dalam sebelum memimpin pasukannya.
"Oke. Tiga!" Aldo langsung berlari sekencang-kencangnya meninggalkan dua temannya yang masih melongo di tempat. Mau tidak mau mereka akhirnya ikut berlari karena takut Bu Sisca datang lagi.
"Dasar anak Dakjal!" Umpat Ara sambil menyusul Sholeh yang sudah berlari di depannya.
Beruntung kelas Bu Sisca adalah pelajaran terakhir mereka di hari itu. Jadi mereka tidak perlu lagi repot-repot masuk ke kelas berikutnya, tinggal menunggu bel pulang berbunyi. Urusan Bu Sisca biarlah itu jadi beban hidup mereka di hari berikutnya.
"Ra, Chika beneran ga masuk hari ini. Pasti ada sesuatu dah!" Ucap Sholeh.
"Iya gue tau kok! Nanti deh pulang sekolah gue Chat Ci Shani"
"Lo ke resto hari ini?"
"Iya hari ini jadwal gue sampe ntar malam. Tapi ga tau juga sih kalau Pak Mario ngasih gue jadwal lain soalnya gue belum cek hape daritadi"
"Ra lo ga ada niatan balik kerumah? Siapa tau kan ortu lo udah sadar dan merasa kehilangan lo" Ucap Aldo yang diangguki oleh Sholeh.
"Gue bukan anak yang diharapkan jadi mereka ga bakal kehilangan, yang penting bukan anak kesayangan mereka yang hilang. Gue udah kabur setahun belum pernah tuh gue nemu berita soal kehilangan gue padahal masih satu kota. Pernah ya gue diem-diem liat abang jalan sama cici, tapi keliatan kok dari wajahnya dia bahagia ga kekurangan apapun." Setelah mengucapkan itu Ara menarik napasnya dalam. Berusaha untuk tidak mengeluarkan air mata sedikitpun karena bagi dia air matanya terlalu berharga untuk orang-orang yang ga pantes ada di hidupnya.
Arallya Deandra, Gadis manis berusia 16 tahun yang biasa dipanggil Ara. Terkonfirmasi hidup sebatang kara sejak 1 tahun yang lalu. Dirinya ditemukan oleh Gracia tidur di emperan sebuah Restoran dengan hanya membawa 1 tas ransel kesayangannya. Sejak saat itu restoran dimana ia ditemukan menjadi tempat yang dikunjunginya setiap hari setelah pulang sekolah untuk sekedar menyambung hidup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nagai Hikari (Love, Lost, Sacrifice) - END
Fantasy••••••••• Cinta bukanlah api asmara yang membara Kehangatan angin yang bagai cahaya matahari Oh, cahaya yang panjang, selama nafas berhembus Tanpa perlu ditahan, teruslah engkau bersinar Di malam ketika tak berbintang sekalipun Kau pasti merasakan s...