Bab 7- Ternyata

74 11 1
                                    

"Udah semua?" Tanya Arif.

"Udah kayaknya, kak."

"Kok kayaknya, yakin nggak?" Ayla hanya cengengesan dan mengangguk pelan.

"Diingat-ingat lagi, Ay. Nanti ada yang ketinggalan bisa repot, kamu ini penyakit lupa kok dipelihara." Omel Fatimah yang juga ikut membantu Ayla memasukkan barang-barang ke Mobil.

"Iyaaa, bundaa. Sudah kok," jawab Ayla gemas sambil mengelus lengan Fatimah.

Setelah dirasa selesai, keduanya berpamitan dan langsung tancap gas. Perjalanan mereka memakan waktu sekitar 2 jam untuk sampai kerumah baru.

***

Rumah yang tidak terlalu besar juga tidak terlalu kecil, cukup ditempati untuk keduanya. Cat putih yang mendominan kediamannya sekarang dirasa menambah kesan estetik yang dipadukan dengan tanaman-tanaman hijau disekitar pekarangan rumah.

"Kamarnya diatas, kamu naik duluan aja," Ayla langsung menaiki anak tangga untuk melihat kamar keduanya.

Ayla berhenti dan melihat ada dua kamar yang berseberangan. "Kanan atau kiri, kak?"

"Kanan."

Pintu dibuka perlahan, namun betapa terkejutnya ia mendapati dua tempat tidur yang dipisahkan oleh meja kecil.

Deg

"Kenapa?" Tanya Arif yang tiba-tiba masuk mendahuluinya.

"Ini kamar tamu ya, kak?" Ayla harap ia benar dengan perkiraannya.

"Tidak, ini kamar kita," jawabnya santai.

"K-kok kasurnya pisah?"

"Terus?" Jawab Arif yang mulai mengeluarkan pakaiannya dari dalam koper.

"Kita kan udah nikah," Ayla meneguk salivanya.

Baru kemarin Ayla diperlakukan seperti Ratu. Hari ini, fakta bicara bahwa Arif seakan mempermainkan ikatan sakral pernikahannya.

Lelaki bertubuh jangkung itu beralih menatap Ayla dekat. "Ayla Alesha Rabbani, tidak ada cinta dalam hatiku ketika ingin menikahi kamu." Kata-katanya penuh penekanan.

Hati Ayla seakan dilempari bom. Degupan dalam dadanya begitu kencang. YaRabb, apakah ini mimpi?

Ayla mematung lama, mencerna kembali ucapan suaminya.

Ayla tak hentinya memainkan jari-jarinya. Gelisah, "Terus kenapa kakak datang ke aku?"

"Di-jo-do-hin"

"Jadi ini alasan kakak bersikap seperti ini ke aku?"

Lelaki dihadapannya sekarang tidak menjawab dan hanya tersenyum kecut.

Mulut Ayla mulai bergetar, "Cinta bisa datang dengan sendirinya. Kalaupun kakak hari ini tidak mencintai Ayla, aku pastikan besok, ataupun lusa bisa jadi nanti, cinta itu akan tumbuh," Perempuan pemilik mata hitam pekat itu menahan amarahnya yang menggebu.

"Terserah kamu," Arif berlalu meninggalkannya.

"Laa hawla wala quwwata Illa billah." Kaki Ayla terasa begitu lemas, ia langsung mendudukkan diri diatas pembaringan.

AYLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang