Chapter #17

132 35 9
                                    

Happy Reading-!
Udah lama gak up nih, ada yang kangen gak yah? 😢😔

.
.
.

Skip alay-! /

°°°

Setelah aku mengantarkan Desi ke rumahnya. Aku pun melajukan mobilku menuju rumah Bagas yang dimana jarak dari rumah Desi begitu jauh dan harus memutar balik arah.

Aku harus memutar balik arah dan menancapkan gas menuju ke perumahan Bagas. Menatap suasana ibu kota yang tak pernah sedikit pun lenggang.

"Pertemanan ini harus gue jaga, karena cuman ini yang gue punya setelah keluarga gue udah hancur dan pergi satu persatu," kataku yang tersenyum memandang jalanan.

Saat jalanan sedikit lenggang, aku tancapkan gas dengan kecepatan diatas rata-rata, setelah dirasa mendekati perumahan Bagas.

Aku pun menurunkan gas kecepatan sedang dan berbelok masuk ke dalam jalan perumahan dan menghentikan tepat di depan rumah.

Aku memakirkan mobil dan mematikan mesinnya, setelah itu turun dan membunyikan bel rumah.

"Permisi." Aku berteriak setelah memencet bel rumah.

"Iya," sahut dari dalam rumah yang sudah kuduga itu suara Mamah Bagas dan benar saja, saat pintu dibuka wajah cantik serta senyuman itu menghiasi mataku saat menatapnya.

Aku bersalaman padanya. "Gimana kabarnya, Tan?" tanyaku padanya.

"Baik kok, masuk yuk sayang jangan di depan pintu," katanya sembari mempersilahkan aku masuk.

Aku pun masuk ke dalam rumah yang penuh kehangatan seorang ibu itu. Aku duduk di kursi ruang tengah diikuti oleh Mamah Bagas.

"Kamu gimana kabarnya?" tanya Mamah Bagas padaku.

"Sehat kok, Tan," jawabku yang membuatnya tersenyum manis.

"Oiya tante mau buatin kamu minuman dulu yah," katanya yang hendak setengah bangkit itu. Namun, dengan cepat aku memegang tangannya.

"Gak usah, Tan, Nesa kesini mau ketemu sama Bagas," ujarku yang membuatnya semakin berseri-seri.

"Hayo mau ngapain? Ekhem." Mamah Bagas menyelidiku dengan penuh godaan.

"Cuman mau bahas soal kok, Tan," ujarku bohong padahal diriku ingin menyelesaikan masalah tentang pertemanan kami.

"Oh begitu, ya udah samperin aja sana, dia daritadi di kamar terus lagi galau kayaknya deh," kata Mamah Bagas yang lagi-lagi mengisyaratkan kode-kode menggodaku.

"Aku ke kamarnya dulu ya, Tan," ucapku yang diangguki dan senyuman dari wanita yang melahirkan manusia bernama Bagas itu.

Senyuman yang mengisyaratkan kode-kode godaan untukku dan juga Bagas. Aku melenggang pergi menuju kamar Bagas, saat sudah sampai di depan kamarnya dan hendak mengetuk, aku sayup-sayup mendengar ocehan Bagas itu.

"Awas ya lu Gagak bakal gue kalahin, masa apa-apa pusat perhatiannya ke elu, semua yang atur elu dan elu bisa dapetin semuanya, ini namanya gak adil, sepihak banget!" serunya yang membuatku semakin penasaran apa yang akan dia katakan lagi.

"Ck depresi bisa-bisa nih gua, Auah!" gerutunya sambil melempar benda, entah benda apa yang dia lempar.

Sepertinya kondisinya tidak memungkinkan, tapi pergi dari sini sebelum masalah selesai juga bukan menyelesaikan masalah bukan?! Nantinya malah menjadi semakin retak pertemanan kita dan aku tidak akan membiarkan itu terjadi meskipun harus aku yang tersakiti.

PUPUS ✅ (Sedang direvisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang