Chapter #15

223 52 11
                                    

Maaf baru bisa update🙏
Kangen marah-marah sama Bagas atau Alga nih?
Kalo aku sih zuma, ya. 🤭

.
.
.

Kepo, ya!
Jangan lupa vote dan spam komennya, cuy.

ENJOY!

°°°

Sudah seminggu ini aku tidak berkumpul dengan teman-temanku, karena UAS memaksaku untuk belajar dan belajar. Tak ada masa untuk bercanda, bermain, karena itu akan membuat nilaiku jadi tidak bagus.

Lagipula hubungan pertemanan kita sedang tidak baik, karena Alga dan sepupunya tak mau mendengarkan Bagas.

Entahlah, mungkin nanti aku harus membujuk Bagas, agar dia mengalah daripada pertemanan kami hancur.

Hari ini adalah hari terakhir UAS, setelah itu ada pembagian surat edaran kapan libur akan ditetapkan.

Saat ini, aku sedang melaksanakan ujian akhir semester dan berharap nilaiku sangat bagus, bukan untuk dibanggakan lagipula siapa yang akan bangga denganku. Aku jadikan nilai ujianku sebagai hasil kepuasan saja, sekaligus melepas jenuh.

Kau tau, semenjak hidupku menjadi takdir yang menyakitkan tak ada bagiku secercah saja untuk merasakan sesuatu dengan hati kecuali mencintai Alga Septian.

"Duh ini materinya kok rumit gini, ya," gumamku.

Aku berkutat, memikirkan satu soal lagi yang belum aku pecahkan sama sekali, sedangkan waktu sebentar lagi akan habis.

Aku mencoba mengingat materi yang ada di hadapkanku. Namun, tetap saja aku belum berhasil mengingat.

"Gak inget berarti bukan karena lo itu bego, ya, Nes," geramku dalam hati.

"Tapi, gak mungkin juga kan gue asal jawab, aish ... shit!" umpatku dalam batin.

Aku mencoba berfikir dan jawabannya bisa aku temukan, aku melirik jam arlojiku yang sebentar lagi waktu ujian akan habis.

"Ayo kumpulkan segera!" Kepala pengawas  menyuruh kami untuk segera mengumpulkan lembaran ujian.

Benar bukan dugaanku?! Aku bangkit menuju ke arahnya dan langsung keluar dari ruang ujian.

"Nesa." Aku yang merasa namanya terpanggil pun menoleh ke belakang melihat siapa yang memanggilku.

"Iya, Des." Orang yang memanggilku tak lain adalah Desi.

"Gue nebeng, boleh?" tanyanya padaku yang kubalas anggukan.

"Aaa ... makasih," pekik Desi.

"Huum." Aku dan Desi kini berjalan beriringan menuju parkiran.

"Eh, Nes, kira-kira nanti lombok lo mau beli oleh-oleh apa aja?" tanya Desi.

"Apa aja yang bisa gue pake," jawabku.

"Lah lo gak mau gitu kasih oleh-oleh buat mamah atau eyang lo, gitu?" tanyanya yang membuatku terkejut.

"E-eh."

"Sorry, Nes, g-gue lupa." Desi memegang lenganku.

"Iya," jawab singkatku yang melepaskan cekalan tangan Desi dan langsung memasuki mobil diikuti oleh Desi.

Aku menyalakan mobil dan menyetir ke arah rumah Desi. Suasana diperjalanan sangat sepi.

Aku juga terlanjur malas untuk berbicara kepada siapapun, apalagi tadi Desi mengungkit tentang mamahku dan eyang. Jujur saja, aku masih sedikit sesak didada saat ada orang yang mengungkit atau membawa-bawa mamahku itu ke dalam obrolan.

PUPUS ✅ (Sedang direvisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang