Chapter #14

212 80 87
                                    

Lanjutan doang!

•••

"Biar lo sadar gue itu berarti buat lo!" tuturnya.

Aku terdiam dan mencari pembahasan pengalihan, karena Bagas kalau sudah begini akan ngawur kesananya.

"Gas, lo tadi denger teriakan gue?" tanyaku.

Bagas menoleh dan menaikan alis sebelahnya."Teriakan yang mana nih?"

"Gausah pura-pura lupa ya, itu yang tadi lo tepuk tangan!" geramku.

"Oh yang cinta si gagak tua, iya gue denger lah gue ada kuping," katanya.

"Yang bilang lo gak ada kuping siapa?"

"E-um." Bagas menopang dagu dan berlagak berfikir.

"Zuma, waluyo sama elu." Bagas menatapku yang menatap heran kearahnya.

"Kok g-gue sih?" tanyaku.

"Soalnya gue gak pernah denger nama gue disebut dibarisan doa-doa lu," celetuknya.

"Kata siapa?"

"Kata gue lah, gue yang ngomong." Cengir Bagas.

"Gue selalu doain lo, alga dan desi supaya diantara kita gak akan ada yang putus pertemanannya karena cinta." Aku menerawang ke langit yang menampilkan senja.

"Lo takut banget ya?" tanyanya padaku.

Aku mengangguk pelan. "Itu adalah ketakutan terbesar gue, karena kalian adalah alasan kenapa gue bisa bertahan diumur gue saat ini."

"Gue lebih takut kalo suatu saat lo yang malah ninggalin kita," ujar Bagas yang melirikku dan menatap lurus kembali.

"Jangan tinggalin gue ya, Nes." lanjut Bagas.

Aku menatapnya dan mengangguk. "Lo juga jangan tinggalin gue."

"Anjir kita jadi galau begini ya." Bagas terkikik.

"Udah balik yuk, Nes, udah mau malem nih," kata Bagas yang kuangguki.

Aku dan Bagas bangkit, lalu menuruni tangga. Namun, saat kami menginjakkan kaki ditangga terakhir. Bagas mengatakan sesuatu.

"Lo gak usah takut, gue bukan tipikal orang bocorin perasaan lo kesiapapun." Aku tersenyum di seperkian detik setelah itu Bagas pergi meninggalkanku yang masih terdiam di tempat.

"Makasih Bagas Gantara." Aku melanjutkan jalanku menuju parkiran dan melajukan mobil.

Di dalam mobil begitu hening, aku menatap ke jalanan yang sudah lenggang, kutancapkan gas membelah kota dimana senja mulai menampakkan dirinya.

"Pembuktian cinta tak selalu dimiliki tapi melihatnya pergi bersama yang lainnya, walaupun berat tapi aku harus coba,"  lirihku.

Aku sudah sampai di apartemen. Saatnya beristirahat sejenak melepas penat dan lelah. Aku merebahkan tubuhku sejenak di sofa.

"Nanti malem kumpul di rumah desi, huft, kudu siapin hati nih biar gak potek lagi." Aku bangun dari rebahanku dan beranjak menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.

PUPUS ✅ (Sedang direvisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang