Chapter #19

127 35 11
                                    

Happy Reading-!

...

Aku pun bangun dari tidurku, karena  Bagas yang membangunkannya.  Bagas memberitahu bahwa pesawat baru saja sudah landing.

"Ayo Nes, buruan kita keluar yang lain udah pada keluar tuh," tutur Bagas sembari menunjuk rombongan Desi, Alga dan sepupu-sepupu Alga.

"Iya Bentar."  Aku dengan sigap pun segera membereskan peralatan seperti ponsel dan earphone yang tadi Bagas pinjam.

Setelah beres aku pun bangkit dan keluar bersama dengan Bagas yang sedari tadi menungguku.

Aku dan Bagas mengambil koper kita sebelum berkumpul di luar bandara bersama yang lainnya.

"Ini kenapa kita nunggu disini?" tanyaku pada mereka semua.

"Kita lagi nunggu bus, Nes," jawab Desi.

"Oh." Aku pun karena masih efek mengantuk sesekali menguap.

Tak lama bus pun datang, kita semua masuk ke dalam dan mengikuti kemana bus ini melaju. Jam sudah menunjukkan pukul 09.00 WIT, bus akan mengantarkan kami menuju pelabuhan bangsal.

Sepanjang jalan aku hanya diam dan memandang jalan saja dari balik jendela, Bagas duduk disampingku. Seperti biasa Desi akan duduk bersama dengan Alga.

"Ngapain bengong sih Nes?" tanya Bagas yang membuatku terkejut dan menoleh ke arahnya.

"Gak apa-apa, gue masih efek ngantuk aja," jawabku yang berbohong.

"Halah alesan bae," desis Bagas yang tak aku hiraukan. Aku pun memalingkan wajah dan kembali memandang jalanan.

Pemandangan dilombok sangat luar biasa indahnya, tak perlu waktu lama bus kami pun berhenti tepat di pelabuhan bangsal.

Kami semua pun turun dari bus sembari membawa koper milik masing-masing. Setelah itu kami harus menunggu kapal yang baru saja berangkat.

Sembari menunggu Bagas mengeluarkan makanan ringan dari koper yang pernah kita packing bersama.

"Minta," pintaku sembari mengeluarkan wajah memelas kepada Bagas. Bagas yang baru membuka bungkus pun langsung menoleh ke arahku.

"Jangan memelas kek begitu, nanti gue makin cinta sama lu begimana?" tanya Bagas padaku, aku yang mendapatkan pertanyaan itu pun menopanh tangan sembari mengetuknya.

"Hm gimana yah?" tanyaku pada diri sendiri. Aku tak pernah menanggapi ucapan Bagas adalah keseriusan pasalnya dia selalu bercanda dan waktu di rumah sakit saat Mamahnya sakit pun itu mungkin bukan tertuju padaku.

"Gimana Nes?" tanya Bagas padaku dengan ekspresi seolah serius sekali.

"Ya gimana dong, itu kan derita lo!" jawabku yang langsung ku hadiahi gelak tawa. Sedangkan Bagas mendelik dan menyilangkan tangan serta wajah yang ditekuk.

"Kampret lo Nes!" gerutu Bagas yang kesal karena jawabanku.

"Hahaha gue puas banget udah buat lo ngambek, kali-kali gitu Gas gue buat lo ngambek, kan biasanya elu yang buat gue begitu," kata yang santai sembari menyomot makanan ringan milik Bagas meskipun belum mendapatkan izin darinya.

"Alah sia Nes maen nyomot aja, kan belum di-acc
sama guenya!" cicit Bagas yang mendelik saat aku sudah berhasil menyomot makanan ringan darinya.

"Hehe, laper Gas, lo lama banget ngizinin gue buat ambil makanan doang," jawabku pada Bagas.

"Yadeh gue lagi yang ngalah sama elu." Bagas pun pasrah, kami berdua asyik memakan hingga Desi menghampiri ke arah kami.

"Widih Bagas sama Nesa makan cemilan berdua, priwit," goda Desi pada kami berdua. Berhubung aku sedang asyik memakan jadi tak aku hiraukan. Sedangkan Bagas membalas godaan Desi pada kami.

"Bilang aja mau minta, aelah," jawab Bagas.

"Tau aja lu Gas," tutur Desi sembari cekikikan. Desi pun duduk disampingku sembari sesekali menyomot camilan yang berada digenggaman Bagas.

"Udah gue duga kalian modal minta ke gue mah, untung Bagas yang cakep ini baik hati." Bagas pun dengan senyum bangga bahwa dia sudah berbaik hati pada kami.  Aku memutar mata jengah jika Bagas begini, sedangkan Desi bangkit dari duduknya yang disampingku.

"Dahlah gue balik ke Alga dah lumayan kenyang ini," ujar Desi mengusap perutnya.

"Sialan lo Des!" pekik Bagas yang dibalas tawa Desi saja.

Desi pun benar-benar kembali ke tempat dimana Alga duduk, waktu pun berlangsung begitu lama sekitar setengah jam kami menunggu kapal itu datang.

Bagas dan aku juga sudah selesai memakan camilan dan merapihkannya kembali, untung saja Bagas membawa kantung plastik untuk membuang sampah kami, jadi tidak membuang sampah sembarangan.

Tak lama kapal pun mulai terlihat, Bapak penjaga pun mulai memanggil kami untuk berkumpul.

Kami dengan sigap berkumpul dan kapal sudah berhenti. Setelah itu, kami perlahan bergantian masuk ke dalam bagian kapal, ada rombongan lain juga yang ikut ke dalam kapal rombongan kami.

Setelah dirasa sudah masuk semua, kapal pun  berangkat berlayar menuju Gili trawangan sekitar setengah jam.

Aku duduk dan mulai mengeluarkan earphone dan juga ponsel dari totebagku. Ponselku nyalakan dan aku juga menyumpal earphone ke telingaku, setelah itu memutar lagu.

Aku melihat pemandangan air laut yang indah, satu tetesan mata berhasil lolos keluar dari mataku.

"Andai saja waktu tidak berlalu begitu cepat, aku akan berusaha memperbaiki segalanya. Dimana aku tidak renggang pada Mamahku, menolong Adikku dari maut saat itu, membawa Ayah lebih cepat ke rumah sakit, memberi tahu Alga kebenarannya yang sedari awal aku dengan cepat mencari tahu akar permasalahan, bukan lari dari masalah," batinku merasakan sesak.

Memori lama terus berputar, kapan pun dan dimana pun aku memori buruk itu akan terus terputar, akan terus menyertai bahkan hingga kepergianku tiba.

"Nes," panggil Bagas dengan suara lirihnya. Aku pun langsung menghapus air mata dan menoleh ke arahnya dengan menampilkan senyuman.

"Apa Gas?" tanyaku padanya.

"Apa yang lagi lo pikirin sih?" tanya Bagas padaku dengan nada lirih.

"Gak apa-apa, gue cuman kecapean aja," kataku yang berbohong lagi padanya. Bagas pun mengangguk mendengar ucapanku.

Tiba-tiba Bagas mendekatiku dan membisikkan sesuatu. "Kalau ada masalah dan lo gak bisa cerita sama gue atau yang lainnya. Sadarin aja kepala lo ke bahu gue, karena gue bakal selalu ada buat lo sampai kapanpun," bisik Bagas yang membuatku tertegun padanya.

Aku mencari kebohongan ucapannya itu dari mata. Namun, tidak ada  kebohongan yang dia ucapkan, matanya mengatakan kejujuran dengan apa yang dia ucapkan.

Aku tersenyum simpulndan mengangguk. "Makasih Gas," tuturku dengan nada lirih  kepadanya.

"Jangan bilang makasih, karena ini kewajiban gue sebagai teman baik lo." Bagas pun mengulas senyum, aku membalas senyuman itu dengan senyuman milikku.

Aku pun tanpa mengucapkan sepatah kata lagi pun mulai menyandarkan kepalaku ke bahu Bagas. Perasaanku tadi campur aduk, kini aku merasakan jauh lebih tenang dan aman berada di sisi Bagas.

Perjalanan pun hanya tinggal sebentar lagi, angin menerpa wajahku, sesekali aku membenarkan tatanan rambutku.

"Jangan pernah pergi dari gue Gas," lirihku yang aku tujukan pada Bagas, sedangkan Bagas belum sempat menjawab karena kapal sudah berhenti.

Setelah itu, kita semua pun turun sembari membawa koper masing-masing menuju villa yang sudah disewa oleh Alga.

...

Hayo² baper apa laper nih? wkwk.
Semoga syukak dan enjoy gaiseee❤️
Maap lama update lagi rusuh idupnya aing🤭🤣

See you👋

PUPUS ✅ (Sedang direvisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang