7. Makan Indomie Bareng

2.4K 267 29
                                    

Mohon perhatian, tolong bantu cek typo ya. Jangan lupa vote dan comment.

Happy Reading.

***







(Rania POV)

"Lo ngomong apaan sih, Kai?" tanyaku seraya mengernyitkan kening karena pernyataan Kaivan ini sangat ambigu.

"Ya, gue peduli sama lo. Nggak ada salahnya kan peduli sama teman seangkatan dan seorganisasi?"

"Iya, deh. Gue iyain aja."

"Gue anterin pulang, yuk."

"Gue bisa pulang sendiri."

"Jual mahal banget."

Aku melebarkan telinga. Apa dia bilang? Jual mahal? Memangnya apa urusan dia coba?

"Sok-sokan banget mau nganterin gue?"

"Iya, soalnya gue mau minta tolong masakin mie." Kaivan menunjukkan mie instan di dalam kreseknya. "Gue baru inget kalau gas elpiji di rumah lagi habis.

"Lo niat nganterin gue cuma mau makan mie?"

"Iya. Gue laper."

Sumpah yang namanya Kaivan itu orangnya nggak jelas banget. Kadang aku masih sering bertanya pada diriku sendiri, kenapa waktu itu aku harus mengaku kalau aku suka dia saat permainan truth or dare? Gara-gara kecerobohanku sendiri, aku jadi terjebak ke dalam situasi rumit. Berpura-pura menjadi pacar Kaivan itu bagiku seperti kiamat sugra.

"Udahlah, ayo buruan ke kos lo. Gue keburu laper."

"Lo ada pamrihnya ya nganterin gue."

"Kan gue pacar lo. Nggak ada salahnya kan minta tolong masakin makanan?"

"Pacar pura-pura." Aku menegaskannya dengan nada sedikit meninggi agar dia sadar diri.

Bukannya membalas kataku-kataku. Kaivan malah melepas jaket bombernya. Lalu melemparnya kepadaku dengan asal. Refleks langsung kutangkap jaket itu. "Pakai jaketnya. Anginnya kenceng."

"Tapi..."

"Gue nggak mau lo masuk angin."

Aku masih bengong mendengar ucapannya itu. Tambah bengong lagi saat ia meraih kembali jaket itu, lalu menelungkupkannya pada tubuhku. Demi Tuhan, dadaku rasanya mau meledak. Kaivan ini pintar mengobrak-abrik perasaanku. Dia bisa membuatku jengkel, sekaligus ... meleleh, mungkin. Ah, kenapa aku jadi kayak gini. Aku nggak boleh baper. Ingat, Rania! Nggak boleh baper.

Kami tiba di kosku. Kaivan duduk di kursi ruang tamu. Dia menyerahkan dua bungkus Indomie rasa ayam bawang padaku. Aku sedikit bingung saat dia memberikan dua bungkus. Ini maksudnya dia mau makan 2 bungkus gitu? Dia kelaparan banget paling, ya?

"Ini yang sebungkus buat lo." Dia menyerahkan mie dengan muka datar sok kerennya.

"Buat gue?" tanyaku seraya menunjuk dada dengan telunjukku.

"Iya. Temenin gue makan."

"Gue udah makan tadi sama nyokap."

Kaivan tiba-tiba berdiri dari kursi, tatapan mata kami saling bertemu. Ini kenapa jantungku malah berdebar-debar lagi? Ditambah lagi wajah Kaivan mendekat. Tatapan mata kami masih saling bertaut. Lantas Kaivan menyentil dahiku pelan.

"Makan aja lagi! Badan lo biar lebih berisi. Gue malu kalau dibilang nggak bisa ngurus pacar gara-gara lo kurus kayak gini."

"Siapa juga yang bilang gitu?" sengitku.

"Bisa aja temen-temen lo kelas C bilang gitu. Kan mereka bandar ghibah dan julid."

Aku nggak tahu mau menjawab apa. Apa yang dibilang Kaivan itu memang seratus persen benar. Teman-temanku kelas C itu sumber dari segala sumber perghibahan dan perjulidan.

Pacar Ketua HimpunanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang