9. Diantara Kaivan dan Jarel

2.3K 280 77
                                    

Good night, everyone. Sesuai permintaan kalian, di chapter ini bakal aku kasih POV-nya Kaivan. Katanya pada mau tau curahan hati seorang kahim. Setiap pergantian POV aku kasih keterangan ya biar nggak bingung. Seperti biasa, bantu cek typo ya. Makasih juga yang follow aku di twitter. Kayaknya aku bakal up AU-nya di twitter dulu daripada di Wattpad. Dan bagi yang belum follow akun wattpadku, sangat dianjurkan untuk follow. Maaf kalo pembukaannya panjang.

Ini chapter panjang 2K words. Jadi, jangan lupa vote dan comment. Makin banyak komennya, makin cepet aku update. Karena semangatku ngetik tergantung antusiasme kalian yang baca cerita ini. Hehe

Happy reading.

***

(Rania POV)

"Pedes," keluhku usai menghabiskan mie ayam. Salahku sendiri pakai sambal terlalu banyak. Padahal ini porsi sambalnya hanya tiga sendok. Sepertinya bu kantin menambahkan banyak cabe rawit. Apesnya lagi minumku sudah habis karena sudah kuteguk saat porsi makananku masih setengah.

"Nih, minum punya gue." Kaivan menyodorkan jus jambu merahnya yang masih utuh.

"Tapi..."

"Minum aja dulu. Gue bisa pesen lagi," balas Kaivan. Dia sibuk ngemil sisa kerupuk pangsitnya yang merupakan bagian toping mie ayam.

"Makasih," jawabku. Lantas kuteguk jus jambu milik Kaivan dengan rakus saking pedasnya.

"Lo ngemil sambel udah kayak ngemil monde butter cookies, sih. Rakus banget." ledeknya. Sontak ingin kucolok matanya dengan garpu di mangkuk mie ayamku.

"Gue kepedesan, ya. Lo jangan kebanyakan bacot! Lo sendiri juga lemah. Beraninya makan sambel cuma satu sendok," gertakku.

Kaivan tidak meresponku. Dia malah berdiri, lalu berjalan menuju lemari pendingin di salah satu etalase kantin. Dia datang lagi dengan membawa dua kotak susu UHT rasa strawberry. Dengan santainya dia mencobloskan sedotan ke kotak susu UHT itu. Dan aku kaget ketika dia menyodorkan satu susunya lagi kepadaku.

"Minum juga nih susu."

"Gue nggak minta susu, kok lo kasih susu?" protesku karena memang aku lebih membutuhkan air mineral dingin atau jus lagi yang lebih segar daripada susu.

"Buat netralin pedes dan sensasi panas di perut lo. Kan casein di susu bisa mutusin rantai hydrocarbon capsaicin dari cabe."

Aku melongo. Memang ya orang yang pernah dapat IPK 4,00 lebih luas wawasannya daripada mahasiswa otak keledai sepertiku ini. Kok bisa-bisanya aku nggak kepikiran kalau susu bisa menetralisir rasa pedas dan sensasi panas dari cabe, yang aku tahu selama ini susu buat menetralisir racun dari zat kimia berbahaya. Nggak salah sih kalau Kaivan jadi mahasiswa kebanggaan dosen-dosen di jurusan biologi. Pemikiran dia memang lebih kritis daripada mahasiswa lainnya. Dan tidak salah juga dia masuk kelas A yang isinya anak-anak ambisius. Apalah daya diriku yang hanya bisa masuk kelas C, kelas pembuangan yang sering jadi bahan ghibah dosen-dosen karena kami tidak serajin kelas A dan B. Kelas C itu selalu dianggap receh pokoknya.

"Udah enakan?" tanya Kaivan saat aku menyedot susu itu.

"Lumayan."

"Lain kalau makan sambel pake ukuran, Ran," pesannya membuatku mengernyitkan dahi.

"Jangan sok menceramahi ya, Pak Kahim."

"Gue serius. Lo kalau kepedesan sampe mendesah-desah gitu. Entar bahaya kalau ada cowok yang buaya. Bisa-bisa diterkam lo."

Pacar Ketua HimpunanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang