17. Rasa Sayang

1.8K 245 48
                                    

Hello my beloved readers. Sebenernya aku mau slow update karena lagi gak mood main wp. Tapi, tiba-tiba aku jadi gatel sendiri buat cepetan update chapter 17. Alasannya karena ini adalah chapter penting. Kalian bakal tahu sendiri kenapa penting. Jadi, jangan lupa vote dan comment. Aku aja rajin update, masa kalian gak rajin vote+comment. Please dong hargai perjuanganku ngetik dengan vote+comment. Hehe

Kasih ❤️ dulu buat Pak Kahim dong.

Kasih ❤️ dulu buat Pak Kahim dong

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kasih ❤️ juga buat Bu Bendahara.

Seperti biasa bantuin cek typo ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seperti biasa bantuin cek typo ya.

Harap berhati-hati baca chapter ini karena mengandung ke-uwu-an dan ke-baper-an.













Happy reading 💗💗💗

***









(Kaivan POV)

Gue menolak tawaran Papa untuk tinggal bersama beliau lagi. Jelas aja gue tolak karena alasan yang pernah gue utarakan dulu. Iya, gue bukan siapa-siapanya Papa. Gue nggak berhak hidup menumpang di rumah Papa. Sekarang gue rebahan di sofa ruang tengah sendirian dengan pikiran yang agak berantakan. Setiap kali ketemu Papa pasti pikiran-pikiran aneh menggelayuti otak gue. Hubungan antara gue dan Papa tuh kayak layangan putus setelah Mama nggak ada.

"Minum dulu, gih!" Bang Jarel bawain teh anget ke ruang tengah. Ini orang menolak pulang bareng Tante Nafsa karena mau nemenin gue dulu katanya.

"Makasih," balas gue sambil menerima cangkir teh dari dia.

"Sama-sama."

Satu hal yang gue patut syukuri punya sepupu kayak Bang Jarel, dia sayangnya ke gue udah kayak ke adek kandung sendiri. Bang Jarel selalu ada kalau gue lagi galau kayak gini. Ya meski nggak terlalu ngasih solusi, seenggaknya dia bisa menenangkan gue melalui secangkir teh anget kayak gini.

"Kenapa nggak diterima aja tawarannya Om Irwan?" tanya Bang Jarel yang kini duduk di sebelah gue.

"Gue ... bukan siapa-siapa, Bang."

Pacar Ketua HimpunanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang