Mohon perhatian, tolong bantu cek typo, ya. Jangan lupa tinggalkan vote dan comment. Kalau bisa comment yang banyak mumpung comment masih halalan tayyiban. Hahaha
Aku suka banget bales comment kalian. Jadi, jangan lupa comment ya. Terus jangan lupa follow akun wattpad aku juga, biar dapet info kalau aku update cerita ini atau update cerita baru. Dan biar aku semangat update cerita ini.
Happy reading...
***
(Rania POV)
"Hai, Rania!" sapa cowok itu lagi. Aku sempat menganga saking nggak percayanya bahwa anak sulung Om Irwan itu adalah Kaivan. Cowok itu sekarang duduk di sebelah Om Irwan.
"Lho, kalian kenal?" tanya Om Irwan.
"Dia temen Kaivan, Pa."
"Satu kampus?"
"Iya. Satu jurusan juga."
Mama langsung bertepuk tangan takjub. "Wow, dunia emang sesempit daun kelor."
"Salam kenal, Tante. Saya Kaivan." Kaivan menyalami Mama sambil memperkenalkan diri."
"Kaget banget ya ketemu gue di sini?" tanyanya.
"Iyalah. Gue sempat berpikir ini mimpi," balasku kemudian. Sebenarnya sampai sekarang aku masih berharap ini cuma mimpi.
"Pesen makanan dulu deh, Kai." Om Irwan menyerahkan buku menu pada Kaivan. Setelah memutuskan akan makan apa, dia memberikannya pada waiter. Lalu kami dia memandangiku dengan tatapan yang entah apa maknanya. Yang jelas aku merasa tertekan dengan tatapan mata Kaivan.
"Jadi, selama ini kamu jarang pulang ke rumah karena sibuk ngurus himpunannya sama Kaivan juga?" tanya Mama padaku.
"Iya. Dia kalau ngasih tugas deadline udah kayak dosen aja," sindirku agak sarkas. Om Irwan malah terkekeh.
"Anak Om yang ini emang cita-citanya pengin jadi dosen, Rania." Om Irwan mengatakannya dengan bangga.
Aku bisa membayangkan bagaimana perasaan Om Irwan punya anak secerdas Kaivan. Berbeda denganku yang sampai sekarang tidak bisa membanggakan Mama maupun Papa. Apalagi Papa dulu selalu membandingkanku dengan Feyna, yang sebenarnya itu membuatku tertekan dan memutuskan untuk pergi dari rumah Papa.
"Wah, seru ya kayaknya bisa satu organisasi," celetuk Kiara sambil tersenyum pada Kaivan. "Apalagi Kak Rania cantik gitu. Iya kan, Kak?"
"Apaan sih, Kia."
"Kalau Kak Kaivan jadi ketuanya, Kak Rania jadi apa?"
"Bendahara," jawabku singkat, padat dan jelas.
"Wah, keren." Kiara terlihat lebih antusias lagi. "Nanti kalau Papa menikah sama Tante Raya, seru nih aku bakal punya kakak ketua sekaligus bendahara himpunan.
Sepertinya Kiara dan Kaivan sudah tahu juga tentang hubungan Mama dan Om Irwan. Dan sepertinya Kiara begitu mudahnya menerima kami sebagai keluarga barunya. Berbeda denganku yang cenderung cuek.
"Rania tuh kalau ditanyain kapan pulang, pasti jawabannya sibuk ngelab sama ngurus himpunan," curhat Mama kemudian.
"Kaivan juga sama aja," balas Om Irwan. "Tapi ya aku percaya saja sama Kaivan, yang penting IPK dia tetap bagus."
"Kaivan, kalau bisa ajarin Rania, ya. Biar IPK-nya naik. Masa IPK-nya nggak pernah cumlaude." Sungguh, kata-kata Mama sangat menohok. Aku ini memang nggak pinter, tapi seenggaknya IPK-ku selalu di atas 3,25.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pacar Ketua Himpunan
Teen FictionMenjadi pacar ketua himpunan? Tentu itu impian kebanyakan mahasiswa cewek. Tapi, apa jadinya kalau status pacaran dengan ketua himpunan hanya bersifat kontrak? Itulah yang terjadi pada Rania. Ia terpaksa berpura-pura pacaran dengan Kaivan, ketua him...