13. Nggak Peka

2K 231 66
                                    

Halo seperti biasa, minta tolong cek typo. Jangan lupa selalu tinggalkan jejak berupa vote & comment.

Ayo bombardir dulu lapaknya. Makin rame, makin semangat update.

Kasih emot ❤️ dulu buat kahim yang meresahkan ini.

Kasih emot ❤️ dulu buat kahim yang meresahkan ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy reading 💖

***







(Kaivan POV)

Gue masih nungguin Rania di poliklinik kampus. Tahu nggak? Gendong Rania ke sini tuh punggung gue rasanya kayak mau copot. Ini cewek kelihatannya kurus, tapi kalau digendong ternyata berat juga. Kalau gue nggak peduli sama dia, mana mungkin gue mau gendong dia sampai ke sini. Ditambah lagi poliklinik kampus agak jauh dari FMIPA. Lokasinya di sebelah FK. Terus gue sendiri masih agak pusing abis donor darah gara-gara belum sarapan. Gila! Jauh-jauh jalan sambil gendong Rania dari FMIPA ke daerah FK, kalau dia masih nggak peka, itu namanya kebangetan.

"Itu cewek lo ya, Kai?" tanya Bang Rangga, anak koas FK yang lagi tugas di sini. Dia dulu ketua BEM FK sekaligus mawapres 1 tahun lalu. Makanya gue kenal, karena tahun lalu gue juga ikut mawapres. Sayangnya, gue cuman dapat peringkat 2. Ya, gue sadar diri juga, sih. Anak FMIPA kalau dibandingin anak FK ya masih kalah jauh. Lagian dari segi otak Bang Rangga masih di atas gue juga. Pepatah di atas langit masih ada langit itu memang benar adanya.

"Iya, Bang," jawab gue ngawur. Padahal tahu sendiri kan gue sama Rania cuma pura-pura pacaran. Ya, walau pun sebenarnya itu cuman strategi gue buat deketin dia.

"Salut gue sama lo. Gendong ceweknya sampe ke sini. Kaki sama punggung nggak copot, kan?"

"Aman, Bang. Tenang aja."

"Lo kenapa nggak bawa kendaraan aja bawa dia ke sini?"

"Udah nggak kepikiran, Bang. Lagian kalau bawa motor siapa yang pegangin dia dari belakang. Temen-temen gue semuanya langsung kuliah abis donor darah."

"Terus lo nggak kuliah?"

"Kebetulan gue masih kosong. Ada kuliah jam 3 sore nanti."

"Sayang banget ya lo sama dia."

"Ya begitulah, Bang."

Gue membenahi beberapa helai rambut Rania yang berantakan ke belakang telinga. Dia kalau pingsan begini kelihatan polos banget. Nggak kentara tomboynya. Gue pengen ngakak sebenarnya. Jagoan taekwondo semacam dia ternyata bisa pingsan juga. Gue kira dia itu cewek bertulang baja berotot kawat yang tahan banting, ternyata bisa rapuh juga. Yang bikin gue nggak tega lagi, lihat tangan dia diinfus.

"Eh, lo udah sadar?" tanya gue ketika melihat mata Rania membuka pelan.

"Gue...."

"Lo di poliklinik kampus. Tadi lo pingsan abis donor darah. Nggak inget lo?"

Pacar Ketua HimpunanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang