8. Bussy Day

1.1K 46 2
                                    

Keluarga Ara baru saja selesai sarapan. Ara dan ibunya sedang mencoba resep masakan baru hasil berburu di youtube yang berbahan baku daging sapi. Andin sedang rebahan di ruang tengah sembari berselancar di Instagram, ia memanfaatkan wifi yang ada di rumah kakaknya untuk menghemat kuota. Sedangkan Rasyid dan ayah mertuanya sedang menikmati secangkir teh sambil membicarakan perihal tanaman singkong.

"Assalamu'alaikum." sapa Sobirin dari luar gerbang, ia ikut motor Dzulam yang hendak berangkat ke kampus.

"Wa'alaikumussalam." jawab Suwardi dan Rasyid kompak.

"MasyaAllah besan, sehat?" sapa Suwardi antusias berdiri menyongsong besannya.

"Alhamdulillah sehat, njenengan sehat?" Sobirin balik bertanya sambil memeluk besannya.

"Alhamdulillah sehat. Mari mari silahkan duduk."

Rasyid masuk ke dalam rumah untuk meminta tolong agar Ara membuatkan secangkir teh hangat untuk ayahnya.

"Dek, sibuk nggak? Tolong buatkan secangkir teh lagi ya, itu ada bapak Birin di depan lagi ngobrol sama bapak Wardi."

"Oh, iya mas tunggu sebentar."

Ara mematikan kompornya dan melaksanakan perintah sang suami, sedangkan Rohani terlebih dahulu ke depan menyalami mertua putrinya.

"Malah repot-repot Ra." ucap Sobirin tak enak hati saat menantunya datang mengantarkan secangkir teh.

"Enggak kok pak, monggo tehnya pak."

"Terimakasih nduk, cah ayu."

"Bapak datang sama siapa?" tanya Ara basa basi.

"Sama Dzulam tadi, langsung ke kampus dia, ada bimbingan jam sembilan katanya."

"Bapak sudah makan? Tak siapkan dulu makanan untuk bapak ya pak." ucap Ara lembut.

"Ndak usah Ra, bapak sudah makan tadi."

"Saestu pak, monggo dahar riyen." ucap Suwardi ramah.
(Sungguhan pak, silahkan makan dulu.)

"Mpun pak, mpun, saestu kulo mpun dahar wau teng griyo. Nanti kalau lapar tak ambil sendiri kebelakang, toh di rumah anak-anak kita ini." (Sudah pak, sudah, sungguhan saya sudah makan tadi di rumah.)

Suwardi hanya mengangguk sambil tersenyum membenarkan ucapan besannya.

"Sepurane nggih pak buk, saya baru bisa nemui sampeyan sekarang. Semalam mau kesini gerimis dan agak nggak enak badan. Ini malah baru bisa kesini sekarang, ibunya anak-anak kerja jadi ndak bisa ikut."

"Bapak sakit pak? Kok ya nggak ngomong to pak?" ucap Ara khawatir.

"Mau berobat apa pak? Ayo tak anter ke dokter sekarang, tak ambil kunci mobil sama dompet sebentar." Rasyid bangkit dari duduknya, pria itu tentu saja khawatir, ia dan adiknya hanya punya ayah setelah kepergian sang ibu.

Seringkali Rasyid menjemput sang ayah untuk makan bersama di rumahnya atau Ara akan meminta Rasyid mengantarkan masakannya ke rumah sang mertua demi memastikan mertuanya sudah makan, mereka faham betul jika sang ibu jarang masak karena sibuk bekerja.

Sobirin menahan putra sulungnya yang hendak bangun. "Nggak usah mas, bapak cuma masuk angin kok. Lagipula semalam sudah dikerik dan dipijat sama adik lanang mu."

***

Keluarga Ara sudah kembali ke rumah mereka, Ara mulai disibukkan dengan barang-barang di tokonya yang baru saja tiba dari suplier. Dibantu Rasyid yang sengaja tidak mengambil jatah lemburnya di hari minggu, Cecil dan beberapa pekerja memindahkan barang ke lantai tiga. Mereka menggunakan sistem katrol agar tak perlu naik turun tangga, tapi Ara harus merelakan jendela besar di lantai tiga di copot sementara agar barang-barang lebih mudah masuk. 'Tak apalah, nanti bisa dipasang lagi.' batin Ara membesarkan hatinya.

Life after MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang