Udara pagi ini cukup dingin, tetesan embun bekas gerimis semalam bahkan masih jelas terlihat di dedaunan. Tapi sejuk nya pagi ternyata tak juga membuat hati Rasyid sejuk, pria itu resah setelah semalam ia mendapat email bahwa hari ini pak Edi ditugaskan keluar kota selama beberapa hari.
"Apa mas minta tolong yang lain aja ya dek buat gantiin mas berangkat? Mas nggak tega ninggalin adek."
"Sekretaris nya pak Edi kan mas Rasyid. Yang lain mah punya tugas masing-masing. Mas pergi cuma tiga hari loh, toh disini ada Dzulam sama Cecil yang jagain aku, ada bapak Birin juga yang sesekali datang."
Rasyid bingung saat surat tugas nya turun, ia dan pak Edi diharuskan berangkat pagi hari ke Bandung, sedang ia tak tega meninggalkan istrinya yang masih harus bedrest.
"Udah mas berangkat aja. Toh cuma tiga hari, aku nggak ke kampus dulu nggak apa." Dzulam menenangkan kakaknya.
"Beneran dek?"
"Lu ragu sama gua? Mbak Ara kan mbak nya gua juga mas, dia hamil ponakan gua, ya kali nggak gua perhatiin. Udah sana berangkat, penerbangan lu satu jam lagi kan?" sahut Dzulam emosi.
"Ya sudah kalau gitu, titip Ara ya dek. Cil, titip mbak Ara ya. Kalian liburin dulu deh toko nya. Nggak tenang mas ini, nanti kalian malah nggak fokus ke mbak Ara kalau toko tetep di beresin." Omel Rasyid.
"Apaan sih mas, di toko tuh rame orang kerja. Aku sama Dzulam bisa pantau dari rumah." bantah Cecil.
"Mas berangkat kalau gitu. Dzulam, ini kunci mobil buat jaga-jaga kalau mbak mu pingin sesuatu, mas bawa mobil kantor aja, jangan ngebut kalau bawa mbak Ara naik kendaraan. Cecil, jangan masak kalau mbak Ara mual, minta antar Dzulam beli makan, kadang mbak Ara muntah kalau cium aroma bumbu atau asap dapur. Ara, jangan naik motor, jangan pergi sendiri, jangan."
"Iya iya, kami tau." Cecil, Dzulam dan Ara kompak menghentikan ucapan Rasyid. Jika tidak, pria itu akan terus memberi nasehat dan berdampak tertinggal pesawat.
Sebelum berangkat Rasyid berpamitan pada istrinya, ia mengecupi seluruh wajah Ara dan berakhir di perut rata sang istri.
***
Ara, Dzulam dan Cecil sedang duduk santai sambil menonton berita di televisi, dengan ditemani segelas jus alpukat buatan Cecil hasil dari kebun milik Rasyid.
"Makin hari kok makin banyak aja kasus kriminal, nggak rakyat nya nggak pemerintahnya." omel Ara entah pada siapa.
"Semua mau nya memperkaya diri sendiri mbak."
"Tunggu aku jadi presiden, semuanya damai sentosa pasti." ucapan Dzulam spontan membuat Ara dan Cecil menoleh pada pria itu, sontak saja mereka tertawa karena ide konyol Dzulam.
"Wes to, kamu mikirin peternakan aja." ejek Cecil yang mendapat lemparan bantal dari Dzulam.
"Mbak, pingin seblak deh." ucap Dzulam tiba-tiba.
Ara menatap dalam pada adik iparnya, alisnya bertaut tanda ia sedang berfikir. "Ini yang hamil mbak loh dek, kok kamu yang ngidam?"
"Ya nama nya orang pingin." imbuh Dzulam.
"Pakai bakso dan sosis, kuahnya yang agak pedes, ceker, kwetiau. Ah enak banget, kita punya semua bahan itu di dapur." Cecil ikut-ikutan.
"Enak ya Cil." Dzulam dan Cecil saling pandang.
"Nggak waras." ejek Ara, namun tak urung membuatnya berjalan ke dapur, sepertinya makan seblak di siang hari yang mendung bukan hal buruk.
"Mbak mau ngapain?" tanya Cecil yang sudah mengekor Ara menuju dapur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Life after Marriage
RandomNamanya Rasyid, ia adalah suami dari Ainun Mustika AzZahra, seorang gadis cantik yang didambanya sejak lama. Di masa lalu, Rasyid pernah membuat satu kesalahan besar yang menyebabkan seluruh keluarga Ara bersepakat untuk menjauhkan mereka saat itu...