9. Benih yang Tumbuh

1.5K 48 1
                                    

Pagi ini Ara bangun dengan kepala yang terasa berat, wajahnya pucat dan tubuhnya lemas, belum lagi perutnya terasa bergejolak sejak semalam. 'Mungkin mau datang bulan' batin Ara tanpa mau ambil pusing. Semalam sebelum tidur ia melihat flek darah di celana dalamnya.

Rasyid baru selesai sholat subuh di musholla dekat rumah mereka. Rasyid terkejut karena saat memasuki rumah, ia mendengar suara Ara yang sedang muntah-muntah.

Hueek.. Hueek..

Rasyid berlari ke dapur setelah melempar asal peci dan sajadahnya di ruang tengah. Ia berdiri di belakang Ara dan memberi pijatan kecil di tengkuk istrinya.

"Udah mendingan?" tanya Rasyid sambil membantu Ara memegang rambut panjang istrinya agar tak mengenai wajah saat Ara sedang membasuh wajah dengan air keran di wastafel dapur.

Ara mengangguk lalu berjalan lemah dan duduk di kursi dapur. Rasyid datang dari arah dapur sambil membawa teh jahe. "Diminum biar enakan."

Tangan besar Rasyid memijat lembut kepala Ara yang membuat wanita itu terpejam karena nyaman.

"Kayanya tanggal rutin bulanan adek udah kelewat dua minggu deh."

Ucapan Rasyid seketika menyadarkan Ara. "Jangan lari sayang." teriak Rasyid panik ketika wanita itu berlari ke kamar dan melihat tanggal di ponselnya.

"Mas bener, aku telat. Tapi kemarin aku ada keluar flek mas."

"Mau coba mas belikan alat tes kehamilan? Atau kita ke dokter sekalian?"

"Nanti kalau hasilnya nggak sesuai sama harapan kita gimana? Aku nggak mau bikin mas kecewa." ucap Ara lirih dengan mata berkaca-kaca.

Melihat istrinya hendak menangis, sontak Rasyid memeluk tubuh istrinya.

"Ya kita bikin lagi sampai jadi." ucapan Rasyid menghasilkan sebuah pukulan keras di dada yang diciptakan oleh sang istri, tapi hal itu hanya ditanggapi Rasyid dengan kekehan, di kecupnya wajah sang istri yang selalu membuatnya gemas.

***

"Mas dari mana aja sih lama banget? Mana tespack nya?"

"Mas beli bubur ayam dulu tadi buat kita sarapan." Rasyid memberikan benda yang diminta sang istri, sedangkan dirinya membawa dua bungkus bubur ayam ke meja makan untuk dipindah ke dalam mangkok.

"Kata mbak apoteker nya, lebih akurat kalau pakai air pipis pertama setelah bangun tidur. Adek udah berapa kali pipis pagi ini?"

"Tiga kali, tapi apa salahnya nyoba?"

Ara masuk ke kamar mandi yang ada di dapur, sejak semalam ia memang lebih sering buang air kecil dari pada biasanya.

Sepuluh menit terasa begitu lama untuk Ara, ia belum berani keluar dari kamar mandi sejak tadi.

"Sayaang, masih lama?" tanya Rasyid dari luar kamar mandi. Meski tampak tenang, tapi tak dapat dipungkiri bahwa Rasyid juga harap-harap cemas menunggu hasil tes Ara.

Ara mencuci alat tes tersebut dengan air mengalir sebelum keluar dari kamar mandi, ia bahkan tak berani melihat hasilnya.

"Mas." panggil Ara begitu pintu kamar mandi terbuka, Rasyid yang menunggu sambil menyandarkan tubuhnya ke tembok langsung sigap begitu istrinya keluar.

"Gimana hasilnya dek?"

Ara menggeleng, ia meraih tangan kanan Rasyid dan memberikan benda yang sedari tadi membuat mereka tak tenang ke tangan sang suami lalu melenggang pergi, Ara tak ingin kecewa jika hasilnya negatif, gadis itu belum melihat hasilnya. "Nggak tau."

Life after MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang