28. Main Detektif-Detektifan

995 62 11
                                    

"Ayaaaah." Teriak Selvira begitu melihatku berdiri di ambang pintu kamar rawat inap nya. Langsung ku dekap tubuh mungil nya begitu aku sampai di bangsal yang ia tiduri, aku sangat merindukannya, tapi jujur kali ini rasany berbeda.

"Gimana meetingnya mas? Lancar?" Tanya Selvi sembari membawakan kopi panas untukku.

"Ya gitulah, alot. Mereka terlalu ribet."

"Ayah bobok disini kan?" Tanya putri kecilku.

"Iya, ayah bobok disini."

Terlihat wajah girang Selvi dan Selvira yang langsung berbinar mendengar jawabanku. Tapi tidak dengan Seno, anak itu sama sekali tak menyapaku sejak aku masuk ke kamar ini. Sepertinya ia sedang murung, tapi biarlah, aku tak perduli, toh dia bukan darah dagingku seperti Aufa dan Selvira.

"Gimana kontrakan nya Vi? Nyaman?"

"Ya begitulah mas. Namanya juga ngontrak, bukan milik sendiri, jadi rasanya tetap tak tenang. Kenapa nggak kamu beli sekalian sih mas rumah itu?"

"Ada gila gila nya kamu, Vi. Kalau tiba-tiba istri ku curiga, aku gak bisa pindahin kalian semua ke tempat lain."

"Istri itu apa ayah?" Tanya Selvira yang mulai memejamkan mata di pangkuanku, tapi indera pendengaran nya masih tajam menyimak obrolan kami.

"Istri itu ibu sayang." Jawab Selvi sambil mengecup kening putri kami yang berada di dadaku. Aku dapat mencium aroma rambutnya yang wangi dari jarak sedekat ini, aromanya masih sama seperti saat dulu kami bercinta di pertemuan pertama hingga menghasilkan Selvira.

"Berarti mama itu istri papa ya?" Gumam Selvira, lebih seperti mengigau aku rasa.

"Eemmm, aku siapin baju gantimu mas, mandilah. Kamu pasti capek, nginep berapa hari?" Tanya Selvi memecah kecanggungan yang sempat tercipta karena ucapan Selvira.

"Aku masih bisa disini sampai Rabu sore, Ara tau aku meeting di Jakarta selama tiga hari." Ku letakkan pelan tubuh Selvira di atas ranjang, lalu ku selimuti tubuhnya hingga batas dada.

"Aku mandi dulu."

⭐⭐⭐

Ara Pov

"Rasyid belum pulang nduk?" Tanya bapak mertuaku sembari mengambil Aufa dari pangkuanku.

"Sore ini pak." Jawabku sambil memperbaiki posisi Aufa di dekapan opa nya agar tidak gumoh karena mabok ASI. "Disendawakan dulu pak, habis nen soalnya."

"Bapak bawa ke teras samping ya, kamu mandi dulu nduk nanti takut kesorean."

"Iya pak, terimakasih pak."

Tak lama kemudian dapat ku dengar suara para penggemar anakku mulai berebut untuk menggendong. Aku bersyukur, walaupun Rasyid jarang berada di rumah, setidaknya seluruh anggota keluarganya selalu berada di rumah ini bahkan hampir setiap hari.

Ibu mertuaku yang dulu tidak begitu peduli padaku, sekarang perhatiannya seperti ibu kandungku. "Air panas nya udah siap Ra, mau mandi di kamar atau di kamar mandi belakang?"

"Ya Allah buk, kok malah repot-repot. Ara bisa rebus sendiri kok, mumpung Aufa di pegang opa dan om tantenya, ibu gabung aja sama mereka." Jawab ku dengan rasa bersalah. Padahal di kamar mandi yang berada di kamar ku sudah ada pemanas airnya.

"Nggak apa kok, mumpung ibu libur dan bisa disini. Ibu juga punya anak perempuan Ra, ibu mau anak ibu juga di perlakukan baik sama mertuanya kelak." Ucap ibu mertua ku sambil berkaca-kaca. "Udah cepet mandi sana nanti keburu airnya dingin. Ibu ke teras samping ya, nanti kalau mandi nya udah selesai panggil ibu, biar ibu bantu pasang korsetnya."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 28, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Life after MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang