25. Rasa Bersalah

831 58 7
                                    

"MasyaAllah, cucuku pulang. Mbak, mbak Tini, ini cucu kita udah pulang ke rumah nih." teriak Rohani dari ruang tengah memanggil besannya. Sontak saja semua keluarga yang berada di dapur langsung tergopoh gopoh keluar rumah menyambut kedatangan anggota keluarga baru mereka. Kedua ayah Ara dan Rasyid sedang bersantai di kursi teras juga sigap berdiri menyongsong kepulangan anak dan juga cucu mereka.

"Assalamu'alaikum." ucap Ara dan Rasyid kompak saat menginjakkan kaki di teras rumah mereka.

"Wa'alaikumussalam." jawab Suwardi dan Sobirin yang langsung sigap membantu Rasyid membawa barang-barang mereka.

Tini mengambil alih Aufa dari dekapan Ara dan membawanya masuk dengan pasukan om dan tante Aufa mengekor di belakangnya. Sedangkan Rohani membantu anaknya berjalan.

"Kok wajahmu sembab nduk, cah ayu? Kamu habis nangis ya?" tebak Rohani tepat sasaran.

"Enggak buk, aku begadang semalaman, namanya bayi baru lahir pasti rewel kan?" jawab Ara tak sepenuhnya berbohong karena semalam Aufa memang rewel.

"Sudah sudah, cepetan masuk sana buk. Kasian anak kita mau istirahat." ucap Suwardi.

"Kok sampai siang mas? Bukannya kalian harus keluar rumah sakit jam tujuh ya?" kali ini Sobirin yang bertanya, sejak pagi mereka semua menunggu kepulangan Ara dan Aufa.

"Eeem, anu, itu pak, tadi mas urus pemberkasannya Aufa dulu, bikin surat kelahiran dan urus administrasi lainnya." jawab Rasyid gugup. Ara menghentikan langkah nya sejenak mendengarkan jawaban sang suami, nyatanya ia mengurus semua nya seorang diri, menggendong putra mereka dan membawa semua barang bawaan mereka, wanita itu lalu melanjutkan langkahnya menuju kamar utama.

Ara membaringkan tubuhnya di atas ranjang mereka, ia merasa letih dan butuh istirahat karena begadang seorang diri semalaman ternyata cukup menguras tenaga, fikiran nya juga berkecamuk.

Baru sepuluh menit mata nya terpejam, Ara dapat merasakan pergerakan di kasur tempatnya berbaring. Wangi tubuh Rasyid menguar di indra penciuman Ara, wanita itu hafal betul aroma tubuh suaminya. Ara tak berniat membuka matanya.

"Sayang tidur ya?" ucap Rasyid bodoh. "Mas tau mas salah, mas pengecut. Maafin mas ya sayang, mas sama sekali nggak ada niatan buat nyakitin kalian. Maaf mas nutupin semuanya, nanti bakal ada waktunya mas cerita, tapi nggak sekarang, mas belum siap. Ampuni mas ya sayang." isak Rasyid di samping istrinya tanpa berani menyentuh tubuh Ara. Rasyid sendiri tak tahu mengapa ia mengucapkan hal itu, ia hanya ingin meluapkan sesak di dadanya tanpa Ara tahu.

"Syid, di cari pak Agus le."

Buru-buru Rasyid menghapus jejak air mata di pipinya saat sang ayah tiba-tiba muncul di ambang pintu, Rasyid lupa tidak menutup pintu kamar tadi.

"Oh, iya pak." Rasyid menghampiri sang ayah, masih tetap dengan mata berkaca-kaca.

"Ara baik-baik aja kan mas?" tanya Sobirin hati-hati, ada nada khawatir dari perkataan Sobirin.

"Baik pak, lagi tidur tuh." jawab Rasyid sambil menunjuk Ara yang terbaring di ranjang membelakangi mereka.

'Mas yang lagi nggak baik pak.' lanjut Rasyid dalam hati.

"Alhamdulillah. Oh iya mas, dekor udah di DP? kambing yang buat aqiqah Gimana?"

"Dekor udah lunas pak, kambing udah mas urus, mungkin 2 hari lagi baru di anter biar nggak kelamaan disini, nggak ada tempat soalnya. Nasi kotak udah di bagi ke tetangga dan anak yatim pak?"

"Udah beres semua. Fauzi tadi yang anter sekalian sebar undangan aqiqah. Ya udah sana temuin dulu pak Agus, beliau nunggu di teras, lagi ngobrol sama mertuamu."

"Iya pak, mas ke depan dulu."

Ara belum tidur saat sepasang ayah dan anak itu saling berbincang, ia tau ayah mertuanya khawatir. Ara sadar, cepat atau lambat keluarga mereka akan mengetahui masalah yang sedang dihadapi keduanya. Tugas Ara hanya terlihat baik-baik saja di depan keluarga. Ia juga harus menjaga kewarasannya agar tidak terkena babyblues syndrom yang akan membahayakan Aufa. Ara hanya butuh istirahat sekarang.

👶👶👶

Ara sedang menyusui anaknya di kamar saat tiba-tiba pintu kamar nya terbuka dari luar. Buru-buru Ara menyambar apron menyusui untuk menutupi dadanya yang terekspose. Ternyata Rasyid yang masuk ke kamar mereka.

Oeee oeeee

Aufa menangis kencang karena kegiatannya menghisap pabrik ASI milik sang bunda terganggu, bayi kecil tersebut terkejut karena gerakan tiba-tiba sang bunda.

"Husst cup cup. Maafin bunda ya sayang bikin Aufa kaget ya nak, lanjutin lagi nen nya." Ucap Ara sambil menjejalkan puting kanannya ke mulut kecil sang putra.

Sssssstttttt

Ara merintih sambil menggigit bibir nya saat lidah sang putra kembali mengenai puting nya yang sedikit lecet. Lidah bayi baru lahir cenderung sedikit kasar, sehingga saat bayi baru lahir meminta hak ASI-nya akan membuat beberapa new mom merasa was was akan rasa perihnya.

Rasyid berjalan mendekat ke arah sofa, tempat favorit sang istri untuk mengASIhi putra mereka. Pria itu berlutut di depan istrinya guna mensejajarkan tinggi si bayi mungil dalam dekapan Ara. "Sakit sayang?" Ucap Rasyid khawatir, ia buru-buru mengelus pelan pipi sang istri. Dilihatnya sang istri mengangguk pelan.

"Ada yang bisa mas bantu?" Ara hanya menggeleng sebagai jawaban.

Rasyid menghela nafasnya sesak, sang istri masih enggan berbicara padanya, entah apa lagi yang harus ia lakukan, untuk sementara waktu Rasyid hanya mampu membangun interaksi secara sepihak dengan istrinya, ia terlalu pengecut untuk mengatakan hal yang sebenarnya.

"Nyusu yang banyak anak Sholeh, biar jadi anak kuat dan bisa melindungi bunda." Ucap Rasyid sambil mengelus pelan tangan sang putra.

"Sayang, terimakasih karena selalu memberikan yang terbaik untuk putra kita. Sebenarnya banyak hal yang mau mas omongin sama sayang, tentang sesaknya dada mas, tentang pikiran yang akhir-akhir ini mengganjal dipikiran mas, tentang rumah tangga kita, tentang keluarga kecil kita, terutama tentang masa depan malaikat kecil kita ini." Ucap Rasyid lirih, tapi tetap dapat didengar oleh sang istri.

Ara diam, tak menjawab perkataan suaminya, ia hanya menatap lekat mata hitam Rasyid, mencari sesuatu yang mencurigakan dari tatapan mata sang suami.

Rasyid yang salah tingkah ditatap begitu dalam oleh istri nya akhirnya memutuskan untuk berdiri. Ia melepas apron menyusui dari tubuh Ara lalu mengeluarkan sebuah kotak dari saku kanan celana panjangnya.

"Mas ada hadiah kecil untuk sayang." Ucap Rasyid sembari memasangkan sebuah kalung ke leher istrinya. "MasyaAllah, makin cantik sayang ku."

Tangan Ara terulur mengusap lembut liontin kalung yang baru saja dipasangkan oleh suaminya. "Makasih mas." Ucap Ara lalu bangkit membawa Aufa dalam dekapannya. Ia masih enggan untuk berbicara dengan sang suami.

💌💌💌

Hai hai,
Buat yang tanya kenapa author lama nggak upload, maaf banget ya. Ada impian yang author dan keluarga harus wujudkan di dunia nyata, jadi dunia orange nya terbengkalai, maaf banget🥺
Oiya, kalian masih inget part yang Ara jualan makanan online nggak?
Dari situ author malah dapet inspirasi baru, karena author suka masak dan doyan makan, author jadi mikir "KENAPA NGGAK BUAT KONTEN YOUTUBE AJA?"
dan dari situlah akhirnya pelan-pelan author bangun channel "DAPUR PUSPA"

Mungkin disini temen-temen ada yang sehobi sama author suka masak dan bikin kue juga? Monggo bisa langsung kunjungi aja channel nya author, nanti link nya author tulis di bawah. Jangan lupa like, komen, dan subscribe juga nyalakan lonceng notifikasi nya biar kalian nggak ketinggalan video terbaru dari author.
Love you sekebon buat kalian semua😘😅

Link YouTube 👇👇👇
https://youtube.com/channel/UCo6smugxqVJOX0HmRwOEJMw

Bantu author agar channel tersebut dapat terus berkembang🙈

Life after MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang