Rasyid Pov
Aku mengendarai mobilku dengan santai menuju bandara, pamitku kepada Ara kemarin sore tak sepenuhnya berbohong, aku memang harus bertugas pagi ini. Bayangkan saja, saat seluruh anggota keluargaku sedang berkumpul di rumah kami untuk merayakan idul Fitri, petinggi ku yang gila kerja itu tetap memintaku untuk bertugas.
"Setelah ini ikut saya dan keluarga liburan ke Lombok yuk Syid." Tawar pak Edi yang duduk di samping Rasyid.
"Maaf nih pak, bukannya saya nolak rejeki nomplok, tapi kan bapak tau sendiri, ini moment nya masih lebaran, keluarga besar saya kumpul di rumah karena istri saya baru melahirkan, next time deh pak." Tolakku santai.
"Widiiih, suami siaga lah ya." Ledek pak Edi.
"Iya dong pak. Lagi seneng-senengnya nungguin anak, gemes pak, kecil banget. Matanya, hidung nya, bibirnya, sampe lesung pipinya persis punya saya." Ucapku berapi-api.
"Alhamdulillah, nikmati Syid, selagi dia masih mau kamu peluk, selagi dia masih mau kamu cium, selagi dia masih mau kamu gendong. Nanti akan ada masanya anak anak itu akan sibuk dengan dunia mereka masing-masing, sibuk dengan ekstrakurikuler nya, sibuk dengan berbagai les nya, sibuk dengan teman-temannya yang ngajak hangout. Saya sudah ada di fase itu sekarang. Sepi, cuma berdua sama istri di rumah. Andai bisa, saya pingin salah satu cucu saya tinggal di rumah kami. Tapi ya itu tadi, biar anak-anak saya menikmati peran mereka sebagai orang tua, toh masa itu nggak akan lama."
Seperti biasa, jika kami sudah berbincang, aku akan mendapat petuah juga pelajaran hidup dari atasan yang sudah kuanggap seperti orang tua ku sendiri, percakapan kami terus berlanjut hingga sampai di bandara.
🍰🍰🍰
Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta
"Mau pesan kopi dulu biar melek?" Tawar pak Edi begitu kami tiba di bandara Soekarno Hatta, sudah ada petugas yang menjemput, jadi kami tak perlu repot-repot mengurusi koper.
"Enggak deh pak, bapak aja, Rasyid takut kembung." Tolakku, aku merasakan ponsel yang berada di saku jasku bergetar.
"Ada telfon, sebentar ya pak." Pamitku sambil menunjukkan layar ponsel, pak Edi mengangguk, buru-buru aku mencari tempat yang sedikit kondusif untuk mengangkat telfon.
"Hallo, ya vi, ada ap.."
"Papaaa, kapan papa datang?" Teriak bocah kecil dari seberang sana, kujauhkan sedikit ponselku dari telinga karena teriakannya yang begitu nyaring.
"Hust.. nggak pakai teriak teriak gitu ah, nanti ganggu pasien yang lain loh." Tegurku lembut.
"Papa kapan datang? Kemalin sole mama bilang nanti malam papa datang, sampai dedek bobok, papa belum datang."
Rasyid diam sejenak memikirkan alasan yang tepat. "Hem, tadi malam papa datang, dedek udah bobok, tadi pagi papa berangkat kerja, dedek belum bangun." Bohongku.
"Pokoknya sekalang papa datang, dedek tunggu."
"Papa kan harus kerja dek, buat beli susu nya dedek. Dedek sabar ya, kan ada aa' dan mama yang jaga dedek di rumah sakit, sabar ya nak." Ucapku bernego dengannya.
'Meladeni wanita haruslah sabar, berbicara dengan anak kecil juga harus sabar, menghadapi orang sakit juga harus sabar. Jika putri kecilmu sakit, maka tamatlah riwayatmu.' hiburku dalam hati.
"Syid, ayo." Panggil pak Edi tak jauh dari ku. "Iya pak."
"Sudah dulu ya nak, nanti malam papa ke rumah sakit jaga dedek. Jadi anak pinter yang nurut apa kata mama dan aa' ya nak, papa tutup telfonnya, da dedeek." Ku sudahi panggilan telfon kami tanpa memperdulikan suara Selvira yang mulai menangis kencang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Life after Marriage
RandomNamanya Rasyid, ia adalah suami dari Ainun Mustika AzZahra, seorang gadis cantik yang didambanya sejak lama. Di masa lalu, Rasyid pernah membuat satu kesalahan besar yang menyebabkan seluruh keluarga Ara bersepakat untuk menjauhkan mereka saat itu...