satu

8 3 0
                                    

Kana membuka matanya, dirinya menatap aneh pada ruangan yang ia tempati. Sepertinya tadi terjadi sesuatu. Entah kenapa  kepalanya sekarang terasa pusing. Dengan tertatih-tatih Kana mencoba bangun.

Kenapa sepi sekali?

Ya, sekarang Kana berada di UKS. Siapa yang membawanya kesini? Kenapa dirinya disini? Banyak pertanyaan memenuhi pikiran Kana.

Apakah dia pingsan?

Tak lama kemudian seseorang membuka pintu UKS.

"Kanaaa, udah bangun?" Terlihat dari sana Bu Sastra (wali kelasnya) membawakan minum.

"I-iya Bu." Dengan senyum kikuk ia mengangguk.

Baru akan meminum airnya, tiba-tiba dia teringat sesuatu.

Pukul 6.58 Kana baru tiba disekolah, setelah berdebat dengan tetangga laknat nya. Kini ia harus berlari menuju kelas sebelum dua menit.

Saat melewati kamar mandi, tangannya ditarik oleh siswa lain.

Udah, itu saja yang masih Kana ingat. Entah terjadi apa pada dirinya setelah itu.

"Saya tinggal dulu ya Kana, tadi sudah menghubungi keluarga kamu. Jadi kamu bisa pulang habis ini."

"Iya, terimakasih bu." Kana hanya mengiyakan. Sebenarnya masih belum ingin pulang, toh dia juga sudah baik-baik saja sekarang.

Brak...

Kana terkejut memandang ke arah pintu. Biang kerok mulai beraksi.
"Itu pintu kalau rusak gimana bego." Kana menatap sinis.

"Yaudah si gue ganti." Raga tak mempedulikan ucapan Kana. Dia berjalan duduk di sofa. Melihat sekeliling, lumayan bagus juga sarana sekolahnya.

Disisi lain Kana mendengus. Habis ini pasti disuruh pulang terus istirahat sama tante Denisa (mamanya Raga).
Sebenarnya mereka hanya tetangga, tapi entah kenapa sangat peduli dengan Kana.

Mengapa bukan orang tua nya yang peduli, bahkan Kana tidak tau siapa orang tuanya.

Banyak yang mengatakan Kana itu anak terlantar, dia bahkan sering menumpang dengan tetangganya. Tapi Kana kuat, dia tidak boleh membiarkan ucapan orang lain melemahkan hatinya.

"Kakanaaa, pulang yok." Ajak Raga segera. Bisa di marahin nanti kalau ga bawa Kana balik.

"Males." Kana memalingkan wajah.

"Oo males? Yaudah gapapa. Gue telpon nyokap deh, bilang kalau lo gamau balik biar nanti dia yang jemput."

"Yayayaya ayo balik."
Kana turun dan memakai sepatunya.

🖌🖌🖌

Sore ini Kana berjalan-jalan sendirian. Dia sudah mengajak Raga tadi, tapi seperti biasa cowok itu mager.

Dia mengamati pemandangan yang indah ini. Udara sejuk menenangkan hati Kana. Dia memotret beberapa gambar untuk dikirimkan ke Raga.

Ragaku

🎑
Cil, bagus tidak??

biasa aja

Kebiasaan tidak menghargaimu
muncul

Ya terus?

Yagapapa
🙃

O.

maksut?

Lewat gang naga ga?
kalo iya beliin martabak

Oke bos

Ohhhh gitu maennya
read

"Anjirr di baca doang." Kana mendengus kesal. Raga itu salah satu penyemangat hidupnya Kana. Setiap Kana kesusahan pasti Raga nolongin. Rasanya Kana berharap agar Raga itu bukan sekedar tetangga saja. Andai dia punya adik seperti Raga. Eh tapi nanti malah bikin kesel. Yaudah gajadi deh tetangga aja gapapa.

Tempat ini memang sering dilewati Kana, namun rasanya ada suasana berbeda hari ini. Dengan cuaca yang bagus Kana menyaksikan betapa indahnya lingkungan hidupnya.

Dia menengok ke arah kanan, ada jembatan yang indah. Dia segera berjalan ke arah itu.
"Waaaww." Ujarnya takjub.
Dibawah jembatan tersebut ada sungai yang airnya jernih dan tidak terlalu deras arusnya.

Dia memejamkan mata, membiarkan semilir angin menerpa wajahnya. Untuk sesaat Kana merasa sejuk, hatinya menjadi tenang.

Namun, tangan Kana menghangat akibat genggaman seseorang. Belum sempat membuka mata dirinya sudah ditarik jatuh oleh orang itu.

"Ajak gue juga kalau mau mati."

Byurrr....

Our BluesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang