Rembulan Redup

15 1 0
                                    

Syena yang tengah tertidur di kursi ruangan rumah sakit akhirnya terbangun. Ia melihat kearah Mama yang masih terbaring lesu. Syena menghampiri dan mengeser kursi mendekati Mama sambil mencoba meraih lengan Mama.

Mama terbangun dan membuka mata secara perlahan, dan mata nya langsung tertuju pada Syena.

"Halo ma, gimana keadaan Mama hari ini?" Syena mengangkat bahu lalu tersenyum.

"Baik, dan semakin membaik," Mama mengelus pipi Syena dengan senyuman.

"Yaudah, Mama harus banyak istirahat ya, gak boleh terlalu cape."

Syena sangat menyayangi Mama, dan begitupun dengan Mama.

Ibu Lastri, wajahnya sangat khas, dan memiliki tahi lalat di pipinya. Bu Lastri sangat murah senyum, tak ayal, siapapun akan memanggilnya Mama, karna siapapun yang berada di dekat Bu Lastri pasti akan merasa seperti dekat dengan ibu sendiri.

Terlihat dua suster memasuki ruangan sambil membawa makanan dan memberi suntikan ke lenganan Mama. Syena bangkit dari duduk nya lalu berdiri di dekat jendela, ia meraih ponsel untuk menelpon.

"Halo Pah."

"Iya halo Syena, bagaimana keadaan mama?"

"Membaik, Papah kesini jam berapa?"

"Papah hari ini ke kantor dulu sebentar, nanti sekitar jam sebelas Papa kesana, sementara Kakak-kakak kamu yang kesana. Mereka lagi bersiap berangkat."

"Oh yaudah kalau gitu pah." Syena menutup telpon dan melihat ke arah suster yang pergi meninggalkan ruangan.

"Tok tok tok!" Suara pintu terdegar pelan, dilihat oleh Syena seseorang wanita, ia memakai kacamata dan rambut se bahu, berpakaian warna warni dan terlihat sangat ceria. Dia adalah Tata, teman kuliah Syena sekaligus sahabatnya.
"Hola cantik." Tata meregangkan tangan ingin memeluk.

"Woy! Berisik banget lo!" Syena meletakan jari di bibirnya, tanda menyuruh pelankan suara.

"Hehehe. Iya maaf cantik, marah marah aja nih masih pagi," Tata tertawa lebar.

Mereka berdua berpelukan dan sedikit berbincang. Tak lama dua kakak Syena datang. Mereka adalah Arly dan Anya. Arly adalah kakak pertama Syena, ia satu-satunya lelaki di antara anak Bu Lastri. Tubuhnya tinggi dan atletis. Ia menggunakan jaket berbahan kulit. Sedangkan Anya yang berbadan sedikit gemuk dan berbeda diantara Syena dan Arly. Ia menggunakan Sweater berwana biru.
Sekilas Anya terlihat parasnya seperti Bu Lastri,

"Mama gimana keadaannya?" Ujar Arly menatap Syena.

"Lebih baik kak, tadi juga suster udah kesini."

"Syukur deh, kamu udah sarapan belum?"

"Belum, ini aku mau keluar buat cari sarapan."

Syena dan Tata beranjak keluar dari ruangan. Mereka berjalan mencari bubur ayam di sekitaran rumah sakit. Terlihat beberapa ambulan yang membawa para pasien yang melintas dihadapan. Memang, jika ingin bersyukur dengan diri sendiri, berkunjunglah kerumah sakit, untuk melihat banyak orang yang menderita karna sakitnya.

"Lo keliatan lagi sedih banget na, pasti karna nyokap lo sakit ya?" Tata memandangi wajah Syena lamat  - lamat.

"Iya, gue sedih. Kasian nyokap gue Ta."

"Gue tau lo sedih, disini gua cuma mau bilang, mungkin nyokap lo sekarang lagi sakit. Gue yakin, pasti nyokap bisa sembuh, percaya deh." Tata tersenyum sambil mengelus pundak Syena.

"Makasih ya ta, lo udah semangetin gue" Syena membalas senyum.

"Iya lah, Tata gitu loh, yaudah sedih nya udah dulu, nanti cantik nya ilang tuh muka."

"Halah! Udah makan itu bubur keburu jadi nasi." Syena memasukan kerupuk ke dalam mulut Tata yang sedang tertawa lebar.

Seberes makan, Syena mengajak Tata menuju ke taman untuk melepas penatnya. Sebelumnya, mereka membeli es krim di sebuah mini market. Es krim menjadi sebuah semangat untuk Syena kembali lagi.

Mereka sangat menikmati es krim kesukaan masing masing. Sambil berjalan-jalan di sekitaran taman, mereka berbincang dan tertawa bersama membicarakan hal lucu dan menyenangkan saat dikampus.


"Ta, makasih ya lo udah repot repot jenguk nyokap gue dan udah nemenin gue. Seneng banget punya sahabat yang paling menyebalkan ini," Syena memeluk Tata.

"Iya sama-sama Syena, gue juga seneng bisa jenguk dan nemenin temen gue yang cantik ini." Tata tersenyum.

Tata berjalan meninggalkan Syena menggunakan sepeda motor, selang beberapa menit, Himawan datang dan menghampiri Syena.

Terlihat Himawam membawa buah-buahan yang sudah ia beli sebelum pergi menuju rumah sakit.

"Hay sayang." Sapa Himawan kepada Syena.

Wajah Syena terlihat bahagia melihat Himawan datang, mereka berjalan menghampiri Papah Syena lalu bersalaman.



Himawan masuk kedalam menghampiri Mama dan mencium tangan Mama.

"Cepet sembuh mah."

"Terimakasih Himawan sudah jenguk Mama."

Himawan sudah sangat dekat dengan keluarga Syena, sampai-sampai ketika keluarga mereka pergi liburan pun Himawan selalu diajak. Kedekatan ini membuat hubungan Himawan dan Syena sudah sangat di restui oleh keluarga Syena.

Hari sudah semakin sore, setelah berpamitan, Himawan pulang dengan perasaan bahagia. Belum lagi, ternyata Mama Syena besok sudah boleh pulang, karna melihat kondisi Mama yang semakin membaik.

"Sayang, aku pulang dulu ya."

"Iya sayang, makasih banyak kamu udah jenguk Mama."

"Sama-sama, aku juga seneng bisa jenguk."

Mobil Himawan melaju, lalu lintas sedikit padat, mungkin karna jam pulang kerja menjadi alasan lalu lintas ini begitu padat. Saat mobil berhenti di lampu merah, mata Himawan tertuju pada sesosok yang pernah ia lihat sebelumnya saat ia sedang makan sate bersama Mikha.
Lelaki itu masih berpakaian seperti orang baduy.

Himawan sangat penasaran dan mencari tahu kenapa kala itu ia melambaikan tangan ke arahnya, dan mengapa ia menghilang saat itu secara tiba-tiba.

Himawan memutarkan arah mobilnya lalu mobil terparkir tepat di depan lelaki misterius itu. Sambil memastikan orang itu tidak mengilang lagi, Himawan tak lepas pandangan dari lelaki itu.

Namun berbeda kali ini, ia tidak menghilang sama sekali. Himawan menatap lelaki itu dari atas sampai bawah, bertubuh besar dan berpakaian dari bahan dedaunan. Matanya tajam dan alisnya tebal.

"Lo siapa siapa dah?" Himawan tercengang.

"Lo kan yang waktu itu melambaikan tangan dari pinggir jalan?"

"Kenapa waktu itu tiba-tiba ilang? Udah kaya gebetan aja."

Dengan pertanyaan berulang, orang itu masih saja terdiam, seolah ia tidak mendengar apa yang Himawan katakan atau bahkan mungkin lelaki itu bisu.

Tak lama kemudian mata Himawan tertuju pada ponselnya yang berbunyi. Di lihatnya pesan dari "Pak Yodi" dalam hatinya sudah curiga, pasti ia di suruh mengerjakan sesuatu. Namun Himawan tak memperdulikannya.

Ponsel kembali diletakan di sakunya. Ketika ia melihat kembali ke arah lelaki itu, ternyata ia sudah tidak ada, ia kembali menghilang.

"Lah ngilang lagi, ngilang aja terus." Gumamnya

Terdengar suara dari belakang yang membuat Himawan terkejut.

"Cari siapa?" Lelaki itu tiba-tiba saja berada persis di belakang Himawan membuatnya terperenjat.


Alhamdulillah sekian dulu ya dari part ini, semoga tetep dikasih semangat buat nulisnya. Jangan lupa kasih votenya yaa, see youu
Salam author :)

Hima & Catatan Yang Hilang [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang