-COMPLETE-
Tidak apa jika aku harus selalu berlutut, tidak apa jika aku harus selalu menuntun, tidak apa jika aku yang harus selalu menjaga, tidak apa jika kau selalu berada di depanku dan aku dibelakangmu, tidak apa jika aku harus berjongkok untuk...
"YEY PULANG!" Jena kegirangan pasalnya dokter sudah membolehkannya pulang hari ini. Infus di tangannya juga sudah dilepas.
Jena hendak menghampiri Doyoung, membantunya membereskan barang-barang Jena sendiri.
"Gausah jalan-jalan, tiduran aja. Biar aku yang beresin."
"Aku kan udah boleh pulang Doy, berarti udah boleh jalan-jalan, sini aku bantuin."
"Kalo kamu bantuin, kamu gajadi pulang, aku bisa minta dokternya tambahin hari rawat kamu."
"Ck, lagian keluarga pada gimana si, orang mau pulang bukannya kesini pada bantuin kek, malah pada sibuk sendiri. Mana yang beres-beres orangnya gamau dibantuin." Cibir Jena pelan sambil menuju ranjangnya.
"Jangan nyibir mulu Je ntar dapet suaminya julid loh."
Jena hanya memutar bola matanya, malas menanggapi.
"Doy, tau gak sih." Fokus membereskan Doyoung mengabaikan Jena.
"Doyoung." Panggil Jena pelan, terlihat sabar namun sebenarnya menahan kesal.
"Kenapa? Hmm?" Doyoung menoleh, menatap Jena lembut. Jena yang di tatap seperti itu gelagapan.
"Ng-nggak, aku manggil aja." Seketika Jena mengurungkan niatnya.
"Apa? Kamu mau sesuatu?"
"Enggak, aku bilang cuma manggil aja."
Doyoung tersenyum jail, "Iya aku tau kamu kangen, aku padahal cuma lagi beresin doang loh Je, itu juga disini, ga kemana-mana."
"Apasih, pede banget!" Jena mengambil ponselnya, memainkannya asal.
Beberapa menit kemudian Jena benar terfokus pada ponselnya.
"Gajadi pulang nih?"
Jena mengangkat kepalanyaz melihat Doyoung yang sudah berdiri di hadapannya menenteng sebuah tas agak besar di tangan kirinya.