•Sebuah Pengakuan•

60 9 0
                                    

Yuli, Gita, dan Ella sedang membersihkan kelas saat ini. Bekas-bekas pembuatan patung clay membuat mereka mau tidak mau harus bekerja ekstra lebih keras untuk membersihkannya.

"Semua kata rindumu semakin membuatku tak berdaya menahan rasa ingin jumpa." Ella bernyanyi mengikuti lirik lagu yang tadi diputar oleh Gita.

"Percayalah padaku aku pun rindu kamu, 'ku akan pulang melepas semua kerinduan," sahut Gita.

"Yang terpendam." Kali ini Ella dan Gita menyanyikan ending lagu bersama-sama.

"Asek!" celetuk Yuli.

Ella menghela napas berat. "Kenapa ya, Yul, kalo kita lagi piket, selalu kotor banget kelasnya? Perasaan di hari-hari lain nggak sekotor ini deh."

"Mungkin gara-gara waktunya seni," sahut Gita sembari mengangkat bahu acuh.

"Bisa ja-"

"Emang anak-anak tuh, ya. Lagian masa kita berdua mulu yang piket. Tiap aku suruh piket ada aja alesannya. Ngejar angkot lah, nugas lah, ada urusan lah. Yang paling malesin nih ya, bilang bakalan piket besok pagi aja, eh, tau-tau besok dateng siang. Kalo nggak mau piket ya udah bilang aja, apa susahnya sih?"

"Marah-marah mulu, Yul. Cepet tua nanti!" sergah Gita.

"Ya habisnya gimana."

Ketiga gadis itu kembali melanjutkan bersih-bersih dalam diam.

***

"Besok ada tugas nggak? Nggak ada, 'kan?" tanya Yuli memecah keheningan.

"Kayaknya nggak ada deh." Ella menjawab singkat.

Ketiga siswi itu sudah selesai membersihkan ruang kelas. Saat ini, mereka sedang duduk bersantai di bawah kipas angin.

"Yeay, berarti nanti malem bisa jalan-jalan!" seru Yuli sembari mengangkat tangan tinggi-tinggi.

Gita memukul lengan Yuli pelan. "Jalan-jalan mulu! Mending temenin aku ke kamar mandi sekarang, kebelet nih."

"Kamu sih, kebanyakan minum. Ya udah, ayo," balas Yuli yang sudah berdiri dari tempatnya duduk.

Gita menoleh ke arah Ella. "Ikut nggak, El?"

Ella menggeleng. "Nggak usah deh, aku di sini aja."

"Ati-ati, El. Katanya ada yang suka usil di kelas ini," ucap Yuli yang hanya dibalas senyuman singkat oleh Ella.

Pasalnya, gadis itu sudah sedari tadi menghadapi keusilan yang dimaksud oleh Yuli. Salah satunya adalah rambut panjangnya yang dimainkan.

Ella mengintip sebentar di pintu kelas. Setelah dirasa posisi kedua temannya sudah cukup jauh, Ella berbalik badan dan memasang wajah garang.

"Udah puas jailnya?" murka Ella.

Perempuan di depan Ella hanya menggeleng sembari memainkan rambut.

"Nggak usah sok polos!"

Perempuan itu justru tertawa melengking melihat kemarahan Ella.

"Mau liat karya seni aku nggak, El? Aku juga bisa berkarya loh, bukan kalian aja," ucap perempuan itu.

Mata Ella tidak berhenti mengawasi setiap gerak-gerik sosok perempuan di depannya. Ia mulai terbang ke arah salah satu meja, lalu tersenyum pada Ella. Sementara Ella mengerutkan dahi, tangan perempuan bergaun putih lusuh itu menyentuh botol cat yang tergeletak di atas meja.

Masih dengan senyuman di wajahnya, perempuan itu menumpahkan isi cat dan membentuknya menjadi bentuk segitiga. Itulah karya seni yang ia maksud tadi.

Mata Ella [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang