Hari ke hari terus berlalu. Tidak terasa, musim ujian di SMA Wanera telah tiba. Banyak siswa yang merasa bahagia karena sudah menanti-nantikan masa ini. Banyak juga yang tidak menduga dan merasa terlalu cepat, termasuk Ella dan kedua teman dekatnya.
Berbagai gangguan di rumah Ella masih terus berlanjut. Hal itu membuat pikiran Ella tidak bisa fokus pada ujiannya. Ia selalu memilih untuk belajar di luar rumah, seperti di taman, rumah Gita, atau bahkan di sekolah.
Sama halnya dengan yang Ella lakukan saat ini.
"El." Untuk yang ke sekian kalinya, Reza mencoba memanggil gadis di sebelahnya. Namun, lagi-lagi ia tidak mendapatkan balasan. Gadis itu masih saja fokus dengan kitab PPKn yang sedang ia baca.
Reza menghela napas lelah. Ia menaruh satu tangannya di atas meja, lalu menyandarkan kepala di atasnya. Ia menatap wajah Ella yang sedang berkerut-kerut membaca pasal demi pasal.
Reza banyak bersyukur karena kebetulan, ia sekelas dengan Ella pada ujian kali ini. Walaupun mereka berdua tidak berada dalam satu meja yang sama, tetapi ia tetap bisa berlama-lama menatapnya. Ia tidak pernah paham bagaimana guru mengatur kelas saat ujian.
Kamu kerutan aja masih cantik, El, puji Reza di dalam hatinya.
Laki-laki itu tersenyum. "Kamu kalo lagi serius aja cantik, apalagi kalo senyum. Senyum dikit dong, El."
Ella tersenyum dengan pipi yang sedikit merona. "Kak, jangan diliatin terus. Aku malu."
"Kenapa harus malu? Kamu 'kan nggak ngapa-ngapain," ucap Reza.
"Ya pokoknya jangan." Ella menutup wajah dengan tangan kirinya, berharap Reza tidak bisa lagi menatapnya.
Sayangnya, Reza justru meraih tangan Ella dan menggenggamnya erat. Membuat pipi Ella semakin merah merona.
Reza mengangkat kepala dan tangan kirinya dari atas meja. Genggaman tangannya juga ia lepas. "Di sini rame banget loh. Aku yakin kamu nggak bisa fokus belajar. Ke perpus aja, yuk!"
Ella menunduk malu. Meski begitu, ia menutup bukunya dan membawanya dalam pelukan. Ia mengangguk patah-patah.
Reza tersenyum tipis. Ia lantas berdiri dan melangkahkan kaki keluar dari kelas. Ella berjalan mengekor di belakangnya.
"Aduh, panas banget di sini. Yang pacaran doang yang kerasa adem kayaknya." Ledekan ini berasal dari Yuli. Ella tidak menggubris. Ia tetap berjalan menunduk dengan rambut yang menutupi sebagian wajahnya.
Gita yang baru saja tiba dari kelas lain terkekeh kecil.
"Pacaran kok di kelas, kayak nggak ada tempat lain aja. Ck, nggak modal banget."
Baik Yuli maupun Gita menoleh ke asal suara. Ternyata asalnya dari Rianti. Keduanya menatap gadis itu dengan tatapan sinis.
"Kalo iri, ya bilang aja," ujar Gita dengan nada meremehkan. Ia sudah kepalang kesal dengan sikap temannya yang satu itu.
Rianti memutar bola mata malas. "Ngapain iri?"
Sementara itu, di ruang perpustakaan, sudah ada dua remaja yang duduk bersebelahan. Tidak hanya berdua, karena masih banyak siswa-siswi lain yang juga belajar di sana.
Benar saja, Ella bisa belajar dengan lebih fokus di sini. Karena suasana yang hening, tentunya. Demikian halnya dengan Reza. Sebelum keluar kelas tadi, ia sempat menyambar buku geografi di atas mejanya.
Sudah sekitar empat puluh lima menit mereka berdua belajar. Ella yang sedari tadi hanya terfokuskan pada buku, kini meregangkan tubuhnya dan menatap sekitar. Matanya terpaku pada sebuah vas bunga yang ada di salah satu meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mata Ella [END]
HorrorBagi Ella, gangguan dari sosok-sosok mengerikan bukan merupakan hal yang aneh. Ia selalu memakluminya sebagai konsekuensi dari kelebihan yang ia miliki. Walaupun terkadang, ia masih sangat terganggu dengan hal itu. Apalagi jika pikirannya sedang kac...