"Udah jam segini. Jadi nggak sih, Kak Reza?" gerutu Ella sembari berjalan ke sana-kemari di dalam kamarnya.
Ella menghempaskan dirinya di atas kasur. Ia tidak peduli jika pakaiannya kusut atau apa, karena ia sudah terlanjur kesal. Bagaimana tidak, Reza sudah berjanji akan menjemputnya jam delapan pagi. Namun, sekarang sudah jam sembilan lebih dan laki-laki itu masih belum menunjukkan keberadaannya.
Ketika Ella mulai memejamkan matanya, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Ia kembali membuka mata dan berpikir bahwa ketukan tadi berasal dari kakaknya, karena hanya Galih yang suka melakukan kebiasaan itu.
Suara ketukan masih ada. Tanpa pikir panjang, Ella membuka pintu kamarnya dengan cepat.
Deg!
Ella terpaku di tempatnya berdiri. Matanya menatap tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Tepat di depannya, terdapat sesosok laki-laki tanpa wajah. Sosok itu juga tampak sama terkejutnya dengan Ella.
Tidak ingin menatap sosok di depannya lebih lama, Ella langsung membanting pintu kamarnya sekeras mungkin. Ia jatuh terduduk. Ia benar-benar masih tidak percaya dengan apa yang ia lihat.
Astaghfirullah, astaghfirullah, astaghfirullah.
"Itu tadi siapa? K-kok aku baru pertama kali liat dia di rumah ini?" bisik Ella pada dirinya sendiri.
Ella berusaha mengatur napasnya sendiri. Namun, ia kembali terkejut saat tiba-tiba ponselnya berbunyi nyaring.
Dengan langkah ragu-ragu, Ella mendekati ponselnya. Ternyata telepon dari Reza.
"Halo, El. Aku udah di depan nih. Maaf banget ya—"
"Kakak nih, kenapa baru dateng sih! Aku udah nungguin dari tadi loh!"
"Maaf, El. Tadi mesin motor Kakak mati, terus Kakak benerin dulu deh. Nggak tau kenapa, lama banget benerinnya."
"Nggak peduli, ah!"
Ella menutup telepon secara sepihak. Perasaan takutnya masih ada, dan kini bercampur dengan perasaan kesal. Meski begitu, ia tetap menyambar tas kecilnya, lalu berjalan keluar kamar.
Ella bersyukur karena sosok tanpa wajah tadi sudah tidak ada di depan pintu. Ia mencoba tidak menghiraukan siapapun yang ia lewati.
***
Setelah cukup lama berputar-putar, sampailah Ella dan juga Reza di depan toko aksesoris. Keduanya sudah berada di dalam mall sedari tadi, tetapi belum ada percakapan berarti.
Hingga akhirnya, Reza memutuskan untuk membuka percakapan karena ia sadar bahwa semua ini memang salahnya.
"El, kamu mau aku beliin apa?" tanya Reza.
Sebelumnya, laki-laki itu sudah menyiapkan uang dari sisa uang jajannya sendiri. Ya, tentu saja semua itu demi bisa menyenangkan Ella.
Sayangnya, Ella hanya menatap datar tanpa mengatakan sepatah kata pun.
Reza memasang wajah memelas. "El, aku minta maaf. Tadi habis subuh, aku ketiduran lagi. Terus waktu bangun, aku langsung siap-siap pergi. Eh, ternyata mesin motorku mati. Ya udah aku benerin dulu di bengkel. Kayak yang tadi aku bilang di telepon, benerinnya lama banget."
Ella bergumam tanpa minat. Ia juga masih menampilkan wajah datar-datar saja.
"El, ayo dong. Masa nggak mau maafin aku?"
"Iya," balas Ella.
Iya? Apanya yang iya, El? Aduh, El, El.
Reza menggaruk rambutnya frustrasi. Ia mengambil tangan Ella dan membawanya ke dalam toko aksesoris.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mata Ella [END]
HorrorBagi Ella, gangguan dari sosok-sosok mengerikan bukan merupakan hal yang aneh. Ia selalu memakluminya sebagai konsekuensi dari kelebihan yang ia miliki. Walaupun terkadang, ia masih sangat terganggu dengan hal itu. Apalagi jika pikirannya sedang kac...