Jam dinding di kamar Ella sudah menunjukkan pukul 23.13, tetapi gadis itu belum juga tidur. Sebenarnya ia sudah mengantuk dan mencoba berbagai posisi agar bisa tertidur. Namun, sudah lebih dari setengah jam berlalu dan ia belum juga terbawa ke dunia mimpi.
Ella membuka mata. Ia mengernyitkan dahi saat mendengar suara aneh. Setelah menyadari bahwa suara itu berasal dari perutnya sendiri, ia terkekeh kecil.
Ella menyibak selimutnya, lalu berjalan menuju tas besar miliknya. Dibukanya salah satu resleting tas tersebut dan diambilnya satu bungkus mi instan.
Baru saja keluar dari kamar, Ella sudah disambut dengan dua sosok anak kecil yang langsung berputar-putar di kedua kakinya.
Kalian jangan usil, ya. Aku mau makan bentar.
Di pojok dapur ternyata sudah ada perempuan berbaju merah dan berambut panjang. Dengan berusaha tidak menggubris ketiga makhluk itu, Ella mulai memasak makanannya.
"Aca, lempar sini bolanya."
"Nggak mau, bolanya aku pegang aja."
"Ih, tadi 'kan udah bilang kalo kita mau main."
"Eh, iya lupa. Hehe, maaf ya, Oca. Nih, aku lempar sekarang."
"Aduh, sakit! Kamu ini!"
"Ehehehe maaf, Ca. Aku nggak senga ... aduh!"
"Rasain! Sakit, 'kan?"
Ella menggelengkan kepala mendengar pertengkaran kecil tersebut. Setelah mi instannya matang, ia segera memindahkannya ke dalam piring, lalu bergegas menuju meja makan. Tidak lupa juga ia mengambil sedikit nasi.
Perlahan, rasa lapar Ella mulai terobati. Ia begitu menikmati sepiring mi instan dan nasi itu hingga suapan terakhir.
Mi Mantaap emang pilihan terbaik kalo laper tengah malem gini.
Ella menoleh ke arah pojok ruang dapur. Perempuan tadi sudah berpindah tempat, dari yang semula berdiri di pojokan, sekarang ia duduk santai sembari mengayunkan kaki di atas tempat cuci piring.
Ella meneguk ludah. Dengan ragu-ragu, ia mulai melangkah mendekati tempat cuci piring.
"Permisi, aku mau cuci piring," ujar Ella, berusaha sesopan mungkin.
Ella tidak bisa bergerak bebas. Bulu kuduknya berdiri karena dirinya terus diawasi oleh perempuan bergaun merah tepat di samping kirinya. Sebisa mungkin ia menahan diri untuk tidak menoleh pada wajah yang penuh nanah dan darah itu.
Di dalam hatinya, Ella sudah berusaha membaca ayat-ayat suci dengan harapan perempuan itu sedikit menjauh darinya. Namun, perempuan itu masih bergeming seolah tidak mendapat pengaruh apa-apa.
Ella sudah tidak peduli lagi. Cepat-cepat ia menyelesaikan kegiatan cuci-mencucinya dan sedikit berlari kembali ke kamarnya. Ella juga melintas begitu saja di sebelah dua anak kecil yang masih melanjutkan pertengkarannya.
Tepat di depan kamarnya, tiba-tiba Ella merasa ada yang menepuk bahunya pelan. Refleks ia menjerit tertahan.
"Sst, jangan teriak malem-malem!"
Ella mengelus dada. Ternyata yang menepuk bahunya adalah Galih. Hampir saja ia membanting pintu keras-keras jika yang menepuk bahunya barusan bukanlah manusia.
"Kakak ini ngagetin aja!" geram Ella.
"Kamu habis masak Indomai?" tanya Galih tanpa memedulikan kekesalan sang Adik.
Ella mengangguk singkat sebagai jawaban.
"Kok kamu nggak masakin aku juga? 'Kan kakak juga laper." Galih justru memarahi Ella, membuat gadis itu menatapnya aneh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mata Ella [END]
HorrorBagi Ella, gangguan dari sosok-sosok mengerikan bukan merupakan hal yang aneh. Ia selalu memakluminya sebagai konsekuensi dari kelebihan yang ia miliki. Walaupun terkadang, ia masih sangat terganggu dengan hal itu. Apalagi jika pikirannya sedang kac...