•Epilog•

38 5 0
                                    

"Kak, mau beli sampo lagi? Bukannya di rumah masih sisa banyak, ya?" Ella mengernyitkan alis melihat kelakuan Galih.

Galih menoleh pada adiknya. "El, ini tuh lagi ada promo. Ya nggak apa-apa, sekalian beli aja."

Ella menggeleng tidak habis pikir. Setelah Galih meletakkan botol sampo ke dalam keranjang yang ia bawa, ia melangkahkan kaki menuju deretan snack.

Ella mengambil dua bungkus makanan ringan titipan sang Mama. Kemudian, ia menoleh ke kiri hendak mencari makanan lain yang mungkin ingin ia beli. Saat itu pula tatapannya bertemu dengan seseorang yang tidak ia duga-duga.

Kak Reza?

"Hai, El." Reza menyapa terlebih dahulu.

Karena pertemuan tidak terduga itu, di sinilah mereka berada sekarang. Duduk berdua di kursi depan minimarket. Suasana benar-benar canggung, sampai akhirnya Reza berusaha mencairkannya.

"Kamu apa kabar, El?" tanya Reza.

"Baik." Ella menjawab singkat. Bukan karena ia masih marah, tetapi ia terlalu bingung harus menjawab atau bertaka apa lagi.

"Aku kangen sama kamu, El. Bener-bener kangen. Aku minta maaf, waktu itu udah bikin kamu kesel," ujar Reza sembari menundukkan kepala.

Ella tersenyum tipis. "Aku juga mau minta maaf. Cowok yang Kakak liat waktu itu, itu temen SMP aku. Namanya Ardi. Kita emang lumayan deket, Kak. Maaf kalo itu bikin Kakak nggak nyaman."

"Temen SMP? Reza, Reza. Makanya, lain kali jangan berburuk sangka dulu," rutuk Reza di dalam hati.

"Oalah, nggak apa-apa kok. Harusnya aku yang minta maaf, masalahnya 'kan sumbernya dari aku," ucap Reza dengan kepala yang sedikit ia angkat. "Kamu mau maafin aku, 'kan, El?"

Ella mengangguk. "Kalo dipikir-pikir lagi, sebenernya Kakak nggak salah kok."

Hening beberapa saat.

"Ngomong-ngomong, kamu pindah rumah, ya?" tanya Reza.

Ella mengernyitkan alis. "Kok Kakak tau?"

"Iya, tadi aku ke rumah kamu, tapi ternyata nggak ada orang. Tiba-tiba ada tetangga yang nyamperin dan bilang kalo keluarga kamu udah pindah. Nah, waktu aku mau pergi, si Ibu ini malah nahan aku. Pake ngegodain segala. Nggak inget suami di rumah kali, ya?" jawab Reza.

Ella tertawa kecil. "Masa sih? Ah, kayaknya Kakak ngarang cerita deh."

"Beneran, El. Mana ekspresinya nyeremin banget." Reza bergidik ngeri.

Ella tampak mengingat-ingat sesuatu. "Kakak yakin itu tetangga aku? Jangan-jangan itu-"

"Sst! Jangan nakut-nakutin, Ella. Aku yakin seyakin-yakinnya kalo Ibu tadi manusia," sangkal Reza.

"Ya 'kan siapa tau, Kak. Ciri-cirinya gimana? Rambutnya panjang nggak? Bajunya warna apa?" Bukannya berhenti, Ella justru semakin ingin menggoda Reza.

"Nggak, nggak. Nggak tau, aku udah lupa," ketus Reza sembari membuang muka.

Ella tersenyum, sebelum akhirnya menghela napas panjang. "Jadi, kita emang mutusin buat pindah, Kak. Ternyata, kita semua sama-sama nggak nyaman tinggal di sana. Terlalu banyak gangguannya."

Reza mengangguk paham. "Oh, iya. Maaf lagi ya, El. Aku nggak punya pulsa buat SMS kamu, apalagi telepon. Aku sama sekali nggak pegang uang. Mau minta juga nggak bakalan dikasih."

"Nggak apa-apa, Kak. Aku juga nggak berani buat ngehubungin Kakak duluan, hehe," ujar Ella.

Mata Ella [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang