Potongan Puzzle.

108 18 3
                                    

Ray merasa sangat gelisah semenjak pagi ini. Ia sarapan dengan cepat dan bergegas menuju hutan.

Tiba-tiba layar peringatan muncul.

[Peringatan, ratusan monster terdeteksi menuju ke arah kota.]

Ray menggunakan sihir angin, terbang ke langit dan melihat segerombolan monster berada sekitar 5 km dari tempatnya terbang sekarang.

"Gawat, apa yang harus ku lakukan. Kawanan monster itu terlalu banyak untuk ku lawan sendiri."

[Kondisi darurat terdeteksi, disarankan mengaktifkan mode transform. Ya / Tidak]

Mode transform? Apa itu?

"Entahlah, pokoknya sekarang darurat. Aktifkan mode transform."

Tiba-tiba status Ray meningkat pesat.

[Perhatian, mode transform hanya bertahan selama 2 jam]

Ray melesat cepat ke arah gerombolan monster. Ia mendarat ditengah-tengah mereka dan membuat ledakan besar. Beberapa puluh monster yang terkena dampak ledakan berubah menjadi abu.

"Aku tidak percaya harus menyelesaikan semua monster ini dalam 2 jam. Yang benar saja?!" Ray berteriak frustasi dan menembak sihir secara membrutal.

Iya mengeluarkan Demonic Sword dari Inventory. Ia memfokuskan untuk menyerang monster dari baris depan, agar tidak ada monster yang sampai ke kota.

"Kalian para monster menyebalkan, kenapa kalian buat pagi tentram ku jadi berantakan?" Ray menggerutu dan melampiaskan kekesalannya ke para monster.

2 jam kemudian....

"Hah, selesai juga." Ray terduduk lemas dan menyimpan kembali pedangnya ke Inventory.

[Quest pertama sukses. Potion tingkat tinggi dan Title baru diperoleh]

Ray bergegas pergi dari tempat itu sebelum seseorang datang karena keributan yang ia buat.

Setelah merasa cukup jauh dari tempat sisa pertempuran Ray duduk dibawah satu pohon pinus yang cukup besar dan mengambil nafas sebentar.

"Ugh, kok sakit ya?" Ray meraba perutnya bagian kanan dan melihat tangannya terkena noda darah. Ia tertegun, "Oh tidak (((;ꏿ_ꏿ;)))" Batin Ray menjerit. Sepertinya salah satu monster tadi berhasil melukainya.

Pandangannya mulai berkunang-kunang. "Potion, aku perlu potion." Mengeluarkan potion tingkat sedang tetapi tangannya hampir kehilangan tenaga untuk mengangkat botol kaca potion yang berhasil ia keluarkan dari Inventory.

Tubuhnya ambruk lemas karena kehilangan cukup banyak darah. "Seseorang siapapun, aku benar-benar butuh bantuan sekarang."

"Ray!!!" Suara yang terdengar familiar memasuki pendengaran Ray. "Apa yang terjadi?! Astaga, kau terluka."

Ray berusaha tetap tersadar dan memusatkan pengelihatannya. "Sara? Apa aku  berhalusinasi?" Ray ragu.

"Lupakan kenapa aku disini, cepat kita harus segera mengobati mu." Sara panik. "Tidak, bantu aku minum potion ini." Ray dengan tangan gemetar menunjuk botol potion di dekatnya.

Sara memungut botol potion dan memindahkan Ray ke pangkuannya agar lebih mudah meminumkan potion itu. Luka di tubuh Ray mulai menutup tetapi tubuhnya masih kekurangan darah.

"Sara, dimana kamu?" Fina muncul dari salah satu pohon sambil menoleh ke sana kemari.

"Fina. Bantu aku, panggil beberapa prajurit kemari. Ray butuh bantuan." Sara menatap Fina dengan mata penuh syukur karena mendapat bantuan tambahan.

Fina menutup mulutnya ketika melihat Ray berlumuran darah di bagian perut. "Aku segera kembali!" Ia langsung berbalik dan berlari mencari prajurit.

"Ray bertahanlah sebentar lagi." Sara menggenggam erat tangan Rei.

Sekitar lima menit kemudian Fina kembali dengan 2 prajurit yang membawa tandu.

"Disini, cepat angkat dia. Kita harus segera ke pos kesehatan terdekat." Sara memerintah 2 prajurit untuk segera mengangkat Ray dengan tandu.

Sara dan Fina mengikuti tandu Ray dengan perasaan khawatir. "Apa yang terjadi Sara? Kenapa Ray terluka seperti itu?" Fina tidak bisa menahan diri untuk bertanya.

"Aku tidak tau, ketika aku menemukannya. Keadaannya sudah seperti itu."

***

"Ugh, ini dimana?" Ray pertama melihat langit-langit tenda berwarna putih ketika ia membuka matanya.

Menyapukan pandangannya ke seluruh tenda, Ray lalu melihat bajunya yang ditaruh di meja dan perut yang terbalut perban.

"Siapa yang melepas baju ku?"

Fina yang datang membawa baskom berisi air terkejut melihat Rei sudah bangun.

"Ray, akhirnya kamu sadar." Meletakkan baskom di bawah meja dan mengecek denyut nadi Ray.

"Hm, sepertinya potion yang kamu minum benar-benar efektif." Ray diam dan bangkit. Lalu melepaskan perban yang melilit perutnya, bekas lukanya cukup tersamarkan walaupun tetap ada.

"Aku harus pergi, titip salam ke Sara." Ray bergegas mengambil baju dan memakainya.

"Tidak, kau harus istirahat dulu." Sara datang dan memberikan gelas berisi cairan berwarna mencurigakan. "Minum."

Ray menelan ludah, "Aku baik-baik saja. Lihat, lukanya sudah menutup rapat." Ray menunjukkan bekas lukanya.

"Tidak, kau harus tetap minum. Luka yang kau dapat seharusnya tidak meninggalkan bekas luka. Jadi kemungkinan, itu juga karena bekas cakar monster beracun." Sara bersikukuh.

Ray melirik isi gelas dan menghembuskan nafas, "Baiklah." Menutup hidung dan meminum obatnya dengan cepat, "Sudahkan? Bisa aku pergi sekarang?" Rei menahan rasa pahit yang melewati lidah dan tenggorokannya.

"Ray, makan ini juga" Fina memasuki sebuah kelereng warna merah ke mulut Ray.  Manis, "Terimakasih, obat dan permennya. Aku akan berkunjung lain kesempatan ke kediaman kalian," Ray tersenyum dan melenggang pergi.

Vote dan Komen ^_^

Ray Taylor and Another World (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang