Menilai situasi.

93 13 1
                                    

Ray POV.

Aku bergerak melompati akar dan menghindari pepohonan yang rindang. Firasatku mengatakan ada seorang yang mengikuti, apa pembunuh?

Trap.

"Kyaa!"

Eh? Suaranya familiar.

"Clara? Apa yang kamu lakukan disini?" Aku menangkap basah Clara dengan jebakan sihir. Kedua kaki dan tangannya terikat akar tanaman. Dengan posisi jatuh normal yang terlihat lucu.

"Ray, ini ngga seperti yang Lo liat. Gue cuma kebetulan lewat aja." Clara menjelaskan dengan gelagapan.

Huh? Maksudnya? Jelas-jelas dia dari tadi ngikutin aku dari luar tenda prajurit. Aku membatalkan sihir jebakan dan ikatan Clara terlepas.

"Jadi, apa yang kamu cari sampai kita bisa kebetulan bertemu?" Aku mengeluarkan tatapan curiga.

"Gue habis ngerjain misi pembasmian monster. Lo sendiri kenapa ada di hutan malam-malam begini?" Clara mengembalikan pertanyaanku.

"Kamu juga petualang?" Aku menatap wajah dengan pipi chubby Clara dan menggelengkan kepalaku. Jangan nilai buku dari sampulnya, pepatah itu bener-bener nyata.

Clara mengeluarkan kartu petualangannya, disitu tertulis petualangan peringkat C.

"Jadi apa yang Lo lakuin dihutan?"

Aku memutar bola mataku malas. Aku ngga bisa ngomong lo gue ke perempuan. Mana dari tadi gaya bicara Clara agak songong pula.

"Bukan urusanmu juga kan." Aku memilih mengabaikan Clara dan melanjutkan perjalanan kembali ke kota.

"Hei, tunggu!" Clara mencoba menahanku tapi dia kalah cepat.

"Bagaimana peringkat E bisa bergerak secepat itu?" Clara heran.

Ray POV end.
***

Keesokan harinya, Ray pergi ke guild petualangan untuk berkerja seperti biasa.

"Pagi Kak Falen,"

"Pagi juga Ryan, bagaimana hasil buruan mu kemarin?"

Brak!

"Tolong, siapapun tolong aku! Desa ku diserang Black Spider!"

Ray menoleh ke sumber suara, itu seorang anak umur 9 tahun yang terlihat sangat kelelahan setelah menempuh perjalanan jauh. Wajahnya berdebu dan keringat menghiasi wajahnya.

Kak Falen, bergegas menghampirinya. "Apa itu benar-benar Black Spider? Dari mana asal mu nak?" Falen menuntun anak itu duduk dan memberinya air.

"Aku tidak bohong. Itu benar-benar Black Spider. Apa Monster Spider biasa bisa menangkap dan memangsa orang dewasa? Mata merahnya yang mengerikan dan racunnya yang membunuh banyak hewan ternak. Desaku ada di Selatan, hutan luar Greenconia." Anak itu berteriak keras.

"Bagaimana ini....." Falen berusaha menenangkannya. Sementara petualang lain menatap anak itu dengan kasihan.

"Ada apa Kak?" Rei menghampiri mereka berdua dan menangkap kegelisahan di wajah Falen.

"Petualangan peringkat atas diguild ini sedang melakukan misi di tempat jauh. Kita tidak tahu apa mereka bisa kembali tepat waktu." Falen menjelaskan kondisi guild saat ini.

"Ketua guild tidak ada ditempat?" Ray ingat kalau ketua guild juga petualang yang kuat.

"Ketua sedang menghadiri rapat koordinasi di kantor pusat di ibukota. Paling cepat ia kembali besok atau 2 hari lagi." Falen mengembuskan napas.

"Kalau begitu bagaimana dengan desaku? Orang-orang yang masih bertahan mempercayai ku untuk mendapat bantuan." Suara anak itu mulai serak dan matanya berkaca-kaca.

"Bagaimana kalau aku yang pergi?" Clara muncul entah darimana.

"Clara, itu terlalu berbahaya. Jika itu benar-benar Black Spider, resikonya terlalu besar untuk pergi sendiri. Bahkan meski kamu peringkat C dan sudah diakui ketua guild." Falen khawatir.

Clara terdiam dan berfikir. "Kalau ku pikir lagi itu memang bahaya. Oke, kalau begitu dia ikut dengan ku."

"Eh?! Kenapa aku? Hei, Clara!" Ray berusaha melepaskan jubahnya yang ditarik paksa.

Clara berhenti di luar gedung guild dan berbalik menghadap Ray.

"Berikan gue alasan kenapa lo keberatan." Clara menuding wajah Ray.

Ray melihat jari Clara yang menunjuk wajahnya. Menyebalkan, satu kata itu yang terlintas dipikiran Ray.

"Pertama, tidak sopan menunjuk wajah orang tanpa alasan." Ray menepis tangan Clara.

"Kedua, aku bahkan tidak tau apa aku bisa membantu."

"Ketiga, kau bahkan menarik ku tanpa alasan dan tanpa bertanya apa aku ingin pergi."

Clara mendengus tidak peduli.

"Alasannya, apa Lo ngga punya hati nurani untuk biarin seorang anak yang kesusahan? Lupakan, gue pergi sendiri." Clara berbalik dan pergi terlebih dahulu.

"Clara!" Falen berusaha mencegahnya. Sementara Ray, mengembuskan napas lelah.

"Aku akan menyusulnya. Bisa tunjukkan dimana letak desanya?" Ray mengajak anak tadi untuk menjadi penunjuk jalan.

"Siapa namamu?"

"Aku Sam. Apa kakak akan menyusul kakak yang marah tadi." Sam merasa bersalah karena membuat orang yang baru ditemui nya berselisih.

"Ya, bisa tolong tunjukkan dimana desanya? Tapi sebelum itu, Heal." Rei menyembuhkan goresan dari semak belukar yang diterjang Sam dalam perjalanan sebelumnya.

Lalu menggendong Sam dipunggungnya dan terbang dengan sihir angin. "Aku berangkat Kak Falen, tolong segera kabari ketua guild setelah ia kembali dari ibukota." Rei berpamitan dengan Falen, kemudian terbang dengan kecepatan penuh untuk menyusul Clara.

"Apa, kamu baik-baik saja Sam? Kakak bisa terbang lebih lambat, kalau rasanya tidak nyaman bilang." Ray menanyakan kondisi Sam dipunggungnya.

"Aku ba... baik." Sam kesulitan bicara karena hembusan angin.

Ray melihat gerbang desa yang hancur dari kejauhan. Lalu mendarat tepat didepan gerbang.

"Semuanya! Aku kembali membawa bantuan! Ayah! Ibu!" Sam turun dari gendongan dan berteriak.

"Shtt... Suara mu bisa menarik perhatian monster." Ray membekap mulut Sam dan berkata pelan. Sam mengangguk dan menunjuk sebuah rumah yang dikelilingi reruntuhan bangunan yang rusak parah dan diselimuti sarang laba-laba. "Itu rumah ku."

Sam mengetuk pintu perlahan. "Ayah?"

"Sam? Apa itu kau?" Sebuah suara menjawab.

"Syukurlah kamu kembali, sebentar anda siapa?" Ayah Sam menatap Ray dari ujung kaki sampai kepala.

"Aku petualang pemantau. Bantuan akan segera datang dan sebaiknya evakuasi warga segera dilakukan." Ray memberi arahan.

"Apa tuan melihat seorang petualang perempuan tiba lebih dulu disini?" Ray tidak menemukan Clara dalam peta radarnya.

"Semuanya bersembunyi di dalam rumah. Tapi aku sempat mendengar suara monster itu marah dan pergi ke gunung belakang desa." Ayah Sam menunjuk ke sebuah gunung.

Ray mengangguk dan berterima kasih.

Ia bergegas menyusul Clara.

"Ku harap aku tidak terlambat"

Vote dan Komen ^⁠_⁠^

Author cuma nulis cerita kalau lagi ada ide. Dan sekarang jg lagi sibuk tugas sekolah. Jadi update kedepannya masih tidak menentu.

Terimakasih untuk yang sudah vote dan baca cerita ini

Matta ne~(⁠ ⁠╹⁠▽⁠╹⁠ ⁠)

Ray Taylor and Another World (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang