Desa Kematian
***
Antara pagi dan malam, keduanya tidak bisa dibedakan saat tiba di desa kematian. Langit yang begitu gelap, rumah-rumah kayu yang terlihat usang dan rapuh, serta sebagian kecil penduduk yang berpakaian serba hitam. Terdapat pula asap hijau dari gerbang desa yang menutupi pandangan layaknya kabut. Desa ini begitu sunyi dan sepi.
"Apa kau siap? Setelah melewati gerbang ini, akan nampak mahluk aneh yang belum pernah kau lihat sebelumnya." Jeffrey berujar seraya memfokuskan pandangannya ke depan.
Seketika bulu kuduk Naira berdiri. Ada perasaan cemas sekaligus takut saat membayangkan mahluk yang Jeffrey maksud. Perempuan tersebut ingat bahwa di desa kematian ini memang tinggal mahluk asing yang berwujud seperti hantu. Seluruh tubuhnya yang berbentuk asap, dapat menembus tembok dan hilang kapanpun.
Desa ini dulunya adalah desa yang cukup makmur. Namun semuanya berubah setelah terjadi tragedi mematikan karena datangnya seorang penyihir bernama Edgar, pria itu melakukan pembantaian terhadap orang-orang yang tidak mau menjadi pengikutnya.
Tragedi mengerikan ini terdengar sampai ke telinga sang Kaisar yang menjaga desa kematian. Ia tidak terima karena sebagian rakyatnya mati di tangan pendatang yang tidak jelas asal-usulnya. Maka untuk menghindari kematian yang terjadi terus-menerus, Kaisar memerintahkan beberapa Ksatria sekaligus penyihir suci untuk menangkap Edgar.
Pria misterius itu pada akhirnya dijatuhi hukuman mati, sedangkan desa kematian menjadi desa yang terkutuk karena jiwa-jiwa yang telah terbunuh dan mati tidak bisa melarikan diri dan terperangkap di desa ini selama beratus-ratus tahun.
Hakikatnya, yang bisa membebaskan jiwa itu hanyalah Edgar seorang. Para muridnya tidak bisa membebaskan jiwa yang terkutuk karena mereka tidak memiliki ilmu hitam setinggi Edgar.
"A-aku siap," ujar Naira ragu.
Tak ... klutak ... tak ...
Kuda kesayangan Jeffrey mulai bergerak maju, memasuki kepulan asap hijau yang nampak bagaikan pusaran air.
Wuusssshhh.
Dalam hitungan detik Naira sampai di area desa kematian. Asap itu bekerja layaknya portal antar dua dimensi. Para penghuni desa yang tidak bisa dilihat secara kasat mata dari gerbang luar langsung terlihat jelas selepas melewati asap tersebut.
Ada penghuni yang sedari tadi ramai memenuhi desa. Bahkan beberapa lampu menyala seperti pemukiman yang ditinggali oleh mahluk hidup seperti pada umumnya.
Tapi yang membedakan dari itu semua. Sesuai dengan isi buku, mahluk yang lalu lalang memadati jalanan bukanlah manusia melainkan arwah-arwah yang nampak mengerikan. Mereka hidup dengan penampilan terakhir saat terbunuh.
Ada yang badannya terpisah dengan kepala karena mati terpenggal, ada yang wajahnya pucat pasi karena meminum racun, ada yang badannya rusak, dan sebagainya.
Perut Naira mulai merasa mual ketika melihat kumpulan mahluk-mahluk itu berjalan santai di hadapannya seakan menganggap dirinya masih berupa manusia yang utuh.
"Tuan, kau harus membayar biaya masuk."
Sesosok pria berjubah hitam dan terlihat seperti manusia sungguhan menyodorkan kantung kosong.
Jeffrey memberikan beberapa koin emas pada petugas yang berjaga. Rasanya ini malah seperti wahana rumah hantu, akan tetapi dengan situasi yang lebih realitis.
"Tolong tahan sebentar saja, jangan muntah mengenai bajuku yang mahal. Kau bisa menyembunyikan dirimu dibalik jubah besarku."
"Sial sekali hari ini aku, Beb." Naira berusaha menutupi wajahnya dengan telapak tangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jeffrey Mon Prince ✓
FantasiTAMAT Kehidupan Naira menjadi lebih berwarna sejak ia bertemu dengan seorang nenek tua yang membawanya ke dunia novel. ❝ Bagiku, mencintai sosok yang fana itu lebih menyakitkan dari sekedar cinta dalam diam. Aku terlalu mencintaimu sampai aku benci...