08. Karena gelang.

4 1 0
                                    

"Langit!" panggil seseorang dari arah belakang.

Langit menoleh dan mendapati Bintang yang tengah berdiri di belakangnya. Langit memutar tubuh sepenuhnya untuk menatap Bintang, menunggu maksud Bintang memanggilnya.

"Lo bikin Fia nangis, ya?" tanyanya dengan cepat.

Langit menunduk menyembunyikan tawanya yang ia tahan, lalu menatap Bintang dengan mata yang menyipit, menghalau debu masuk ke dalam matanya karena angin sedang berembus kencang. "Kenapa?".

Bintang menggeleng. "Jangan sok jagoan, ya?" ujarnya lagi.

"Kenapa?" tanya Langit.

Bintang tersenyum tipis. "Ati-ati! Kalo ada apa-apa, bisa cerita sama gue."

Langit kesal karena Bintang seakan mengalihkan pembicaraan yang saat ini ingin ia bahas. "Siapa lo?" tantangnya sambil tersenyum miring.

"Bintang," tunjuknya pada dirinya sendiri, lalu tangannya beralih menunjuk ke arah Langit. "Dan Langit."

Langit menggeleng. "Mau lo apaan si?" herannya.

"Lo suka gelang?" tanya Bintang.

Dengan refleks, Langit menganggukkan kepalanya. "Mau gelang?" tanya Bintang lagi sambil menunjukkan pergelangan tangannya yang terdapat beberapa gelang berwarna-warni, cenderung berwarna gelap. Tak banyak, hanya empat gelang di pergelangan kedua tangannya.

Langit menunjuk gelang berwarna hitam dengan sedikit garis-garis putih. "Mau ini!" pintanya.

Bintang menjauhkan tangannya dari tangan Langit. "Besok gue kasih," ujarnya.

Alis Langit bertaut. "Sekarang, bisa ga?" tanyanya, kesal.

Bintang menggeleng. "Besok ya! Bye!" setelahnya, Bintang menghilang dari pandangan Langit, Bintang berlari menjauhi Langit. Di situ, Langit merasa, ia akan sulit menggapai Bintang yang telah jauh di sana.

Tring.
Tring.
Tring.

Notifikasi terus berbunyi saat Langit sedang asik berfoto ria, mencari foto terbaik untuk ia jadikan koleksi. "Saha sih," kesalnya.

Membuka aplikasi berwarna hijau, lalu memencet nama Bintang yang tertera di urutan paling atas.

Bintang.
Maaf, gelangnya ga jadi.
Tadi Sarah minta juga, sampe nangis.
19.31

Sedikit kecewa. Siapa Sarah? Mengapa Bintang memberinya untuk Sarah ketika ia yang terlebih dahulu memintanya? Apakah Bintang menawarkan gelang itu juga pada yang lainnya? Mengapa dadanya terasa ... sesak?. Oh! Bintang memang baik ke semua orang, sadarkan Langit, bahwa Langit membenci Bintang.

ItsmeSky.
Yaudah.
19.34

Bintang.

Ga marah kan?.
19.34

ItsmeSky.
Ada hak apa? Kenapa gue harus marah?
19.35

Bintang.

Takutnya marah doang si.
19.40

Langit menjauhkan ponselnya dengan tawa yang ia keluarkan dengan paksa, Langit terlalu membawa perasaan. Ini hanya sekadar gelang dan Langit bisa membelinya kapan saja, bahkan yang lebih bagus sekali pun. Namun, mengapa rasanya berbeda? Mengapa Langit ingin gelang yang Bintang tunjukkan tadi? Apakah ia harus memohon untuk meminta gelang itu? Jelas tidak! Tidak akan sudi, sampai kapanpun.

Tring.
Tring.
Tring.

Langit mengambil ponselnya dengan cepat, lalu membuka nomor milik Zara yang berada di urutan paling atas.

Zaraa!

P
Keluar beb.
Main!
20.00

ItsmeSky.

Ah, males.
20.00

Zaraa!

Batu! Cepetan ah, temenin.
20.00

Langit mendengkus, ia segera keluar dari rumah, dan mendapati Zara hanya duduk sendirian sambil bermain ponsel di tempat biasa mereka berkumpul. Langit menghampiri Zara dengan muka kesalnya, lalu berhenti di depan Zara. Zara mendongak, lalu tertawa pelan. "Eh, princess," sapa Zara, sangat menyebalkan.

"Duduk, ngapain berdiri mulu? Bisulan lo?" ujarnya.

Langit duduk di samping Zara, mengeluarkan ponselnya, lalu memainkannya. Zara? Dia sedang bercerita tentang kekasihnya pada Langit. Satu hal yang Langit tahu, Zara adalah seseorang yang sering berganti kekasih. Putus, langsung dapat lagi, sedangkan Langit? Entah! Langit masih belum siap untuk membuka hati lagi.

"DOR!" teriak seseorang dari arah belakang.

Zara menoleh. "Apaan sih, ribet lo!"

Langit terkejut, tetapi ia langsung menatap tajam siapa yang telah mengganggu ketenangan mereka. Dapat Langit lihat, ada Darrel yang tersenyum sangat menyebalkan, puas karena membuat kedua targetnya terkejut karena ulahnya.

"DARREL!" Pekik Langit.

Darrel tertawa semakin keras, lalu duduk di sampingnya. Langit masih menatap Darrel dengan tajam. "Mau jajan?" tanya Darrel.

Langit menggeleng, sedang tidak mood. "Kerang ga mau? Kerang!" tawar Darrel lagi, kerang adalah makanan kesukaan Langit akhir-akhir ini.

Langit tetap menggeleng, jeda beberapa lama, lalu Langit mengangguk. Ia jadi ingin memakan kerang. "Pake duit lo!" tunjuk Langit pada Darrel.

Darrel mendengus. "Ayo!" ajaknya.

"Lo aja sih, sono!" usir Langit, tak mau diajak.

Darrel berdecak sambil memelototkan matanya ke arah Langit, Langit tak takut! Ia justru merasa Darrel sedang meledeknya. Tangan Langit terangkat untuk memukul dada Darrel. "Ayo!" ajaknya, menarik tangan Darrel.

"Zara! Gue pergi sebentar!" teriak Langit sedikit kencang, Zara hanya mengangguk dengan tangan yang ia kibas-kibaskan.

TERIMAKASIH UNTUK PART INI.

JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN.

SEE YOUU.

Hiraeth [ OPEN PO ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang