Langit menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Langit merasa bersalah karena telah menolak Bintang untuk menjadi kekasihnya. Langit menolak Bintang tanpa berpikir ribuan kali hanya karena Langit merasa tidak pantas untuk Bintang.
Saat ini Langit sedang menunggu Bintang. Bintang menyuruhnya untuk keluar rumah dengan sedikit memaksa dirinya dan akhirnya Langit mengalah untuk menebus rasa bersalahnya walaupun tak sebanding rasa sakitnya.
Tap tap tap.
Suara langkah kaki mendekat membuat Langit menoleh dan mendapati Bintang yang berjalan mendekat ke arahnya dengan senyum di bibirnya. Langit menunduk, lalu kembali menatap Bintang dengan tatapan datar. Langit tak mau tersenyum untuk saat ini.
"Nih," ujar Bintang sambil menyodorkan uang kertas berwarna hijau kepadanya.
Langit mengerutkan keningnya tak mengarti apa maksud Bintang. "Apa?"
"Beli sendiri, ya?" balas Bintang.
"Ga mau," Langit tersenyum masam. Langit berpikir bahwa setelah ini Bintang akan menjauhinya.
"Gue mau main," beritahu Bintang.
Langit menggidikkan bahunya. "Terus?"
"Beli sendiri."
"Ga usah, sono main aja," balas Langit sambil menatap Bintang dengan intens. Jujur, Langit sedikit sakit hati. Langit bukanlah perempuan matre yang membeli kebab saja harus meminta uang dengan seseorang yang dekat dengannya. Kalau berniat membelikan kenapa harus uang yang diberi?. Lagian, Langit tak berharap jika Bintang benar-benar akan membelikannya kebab.
Bintang berdecak lalu membalikkan badannya berjalan meninggalkan Langit dengan kaki yang tak sengaja menyenggol bangku plastik di dekatnya sehingga terjatuh di hadapan Langit. Langit memelototkan matanya, mengira bahwa Bintang benar-benar marah kepadanya. Langit memajukan langkah kakinya untuk lebih dekat dengan bangku yang Langit pikir ditendang oleh Bintang.
Brak!
Langit menendang bangku plastik milik Ayah Zara hingga terpental. Tidak jauh tetapi bunyinya cukup nyaring. Bintang? Bahkan Bintang tak peduli, ia seolah tuli dan tidak peduli dengan sekitar.
"Santai mba!" sinis seorang anak kecil yang biasa bermain dengan Bintang dan teman-temannya. Langit sempat berpikir bahwa anak ini adalah anak yang telah salah pergaulan.
"Apa lo?!" tantang Langit dengan mata melotot.
"Gue bilangin Bintang, ah," ledeknya.
"Bilangin aja sono," ujar Langit semakin menantang.
"Bener, ya? Jangan nangis, ya?" balas anak tadi, benar-benar menyebalkan. Jika saja anak ini bukanlah anak orang, sudah Langit tendang ke dasar Samudra yang paling dalam.
Memainkan ponselnya adalah salah satu cara yang paling ampuh untuk mengusir kebosanan sambil menunggu Zara yang sedang membereskan rumahnya.
Tak lama, "Nih."
Dapat Langit lihat, layar ponselnnya tertutup oleh plastik bening yang di dalamnya terdapat bungkus kebab yang Langit hafal, kebab yang menjadi langganan Langit akhir-akhir ini. Langit menoleh ke arah seseorang yang mengganggu acara bermain ponselnya. Di depannya ada Bintang.
"Hah?" heran Langit, masih tak paham dengan apa yang terjadi.
"Ini kebabnya," balas Bintang.
Langit memandang plastik kebab yang masih setia di hadapannya. Langit pikir, Bintang benar-benar tak akan membelikannya kebab. Langit menoleh lagi ke arah Bintang dengan tatapan bingung. "Buat?" tanyanya.
"Buat lo."
Langit segera mengambilnya lalu tersenyum kikuk, tak biasanya Langit secanggung ini dengan Bintang. "Terimakasih, Bintang."
Bintang tersenyum kecil, lalu menjawab, "Sama-sama."
Tanpa mengucapkan sepatah kata lagi untuk salam perpisahan, Bintang membalikkan badannya lalu pergi meninggalkan Langit yang masih mematung karena perlakuannya. Bintang benar-benar berubah walaupun tidak mengurangi perhatiannya sedikitpun. Langit merasa tidak enak dengan Bintang.
Bintang.
[Dimakan kebabnya, maaf juga ya.]
20.31Langit mengembuskan napasnya, merasa bahwa dirinya terlalu jahat.
ItsmeSky.
[Maaf untuk?]
20.32Bintang.
[Udah bikin kesel.]
20.32ItsmeSky.
[Oh, Haha. Engga, kok.]
[Makasih, Bintang.]
[Maaf juga, ga bisa jadi tipe cewe kaya yang
lo mau.]
20.33Langit segera mematikan data ponselnya, tak siap membaca jawaban apa yang akan Bintang kirimkan. Secara tidak langsung, Langit sudah bisa memberitahu bahwa dirinya benar-benar merasa jauh di bawah Bintang.
Bintang terlalu istimewa untuk dirinya.
Langit cukup sadar diri walaupun tampang Langit bisa dikatakan cukup cantik untuk perempuan.
Akan tetapi Langit pun sadar, sikap dan sifatnya untuk memperlakukan lawan jenis terlalu buruk.
Langit harus belajar cara menghargai seseorang yang mau berusaha keras untuknya dan Langit harap setelah Langit mengarti itu semua, Bintang masih ada di sisinya.
TERIMAKASIH UNTUK PART INI.
JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN.
AKU SAYANG KALIAN, TAPI AKU LEBIH SAYANG DIRI AKU SENDIRI.
LOVE MY SELF, BABAI.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth [ OPEN PO ]
Short StorySudah pernah dibilang bukan? Kehidupan adalah jalan seseorang menuju kekuatan. Apapun rintangannya harus dihadapi meskipun berat untuk kita lewati. Cerita ini menceritakan tentang Bintang dan Langit. Bukan ... bukan tentang keindahan alam. Ini kisah...