21. Repeat.

2 1 0
                                    

"Langit," panggil Bintang dengan lirih.

"Eh?" kaget Langit.

"Gue mau ngomong," ujar Bintang.

Langit tersenyum dengan senyum paksa, ia takut Bintang membicarakan hal-hal yang tak ingin ia dengar. "Bintang, gue diterima!" teriaknya dengan sengaja untuk menghindari topik yang menegangkan menurutnya.

Mata Bintang berbinar. "Serius?" tanyanya meyakinkan. Langit mengangguk dengan semangat, lalu keduanya terkekeh.

Sedikit canggung karena memang hubungan mereka belum membaik sejak saat itu, tapi, Langit memaksakan dirinya untuk terlihat biasa saja saat di hadapan Bintang. "Seneng, ga?" tanya Bintang lagi sambil memandang wajah Langit.

Langit mengangguk, lalu berujar, "Seneng, dong!"

Bintang tersenyum, menunda ucapan yang tadinya ia ingin ucapkan, tak ingin merusak kebahagiaan Langit.

Langit sedikit menjauh dari Bintang, lalu mengeluarkan ponselnya yang membuat Bintang menatap Langit dengan pandangan heran.

ItsmeSky.
[Tadi, ada cowo nyamperin gue.]
[Minta nomor telepon, katanya biar bisa temenan.]
19.54

Tring.

Notifikasi berbunyi, tanda ada pesan masuk. Bintang mengambil ponselnya, lalu tersenyum geli saat mengetahui bahwa si pengirim pesan adalah seseorang yang tak jauh darinya. Bintang membuka pesan dari Langit, lalu membalasnya.

BintangRr.
[Terus, lo jawab apa?]
19.55

Angitt.
[Akhirnya, dia ngasih nomor dia sendiri karena
gue ga mau ngasih.]
19.55

BintangRr.
[Sini, kirim nomornya.]
19.55

Langit menatap Bintang yang sedang menatap jahil ke arahnya, lalu tersenyum menantang.

Angitt.
[0856********]
19.56

BintangRr.
[Kalo ada apa-apa bilang aja, ga usah takut.]
[Gue 24 jam buat lo.]
19.57

Bintang terkekeh saat Langit tak membalas pesannya, saat pandangannya menuju ke arah Langit, Langit masih memainkan ponselnya. Bintang berjalan mendekati Langit. "Cewe," panggilnya.

Langit menoleh, lalu terkekeh. Terlihat santai, tetapi tak ada yang tahu bagaimana rasa yang dirasakan Langit ketika berdekatan dengan Bintang, apalagi setelah Bintang mengirimkannya pesan berupa perhatian secara tidak langsung. Rasanya, ini tak baik untuk kesehatan jantungnya.

Langit berdiri, lalu hendak pergi sebelum Bintang meraih tangannya.

"Mau ke mana?" tanya Bintang dengan tangan yang masih memegang dengan erat pergelangan tangan Langit.

Langit menoleh, lalu melepaskan cekalan tangan Bintang perlahan. "Pulang," balasnya dengan senyum yang terlihat terpaksa.

"Kok, cepet-cepet?" heran Bintang.

Langit memandang sekitar yang tidak terlalu sepi, memandang langit malam yang menggelap dengan cuaca yang dingin. Sebentar lagi akan hujan. "Mendung," ujar Langit dengan mata yang masih melihat ke arah langit.

Bintang mengangguk, ikut memperhatikan langit malam tanpa kelap-kelip bintang.

"Masih ada keperluan?" Langit bertanya, berbasa-basi agar suasana tak canggung.

Bintang menolehkan kepalanya ke arah Langit, lalu mengangguk sambil berujar, "Ada."

Langit melipat bibirnya ke dalam, menyesali basa-basinya yang akan membawanya ke dalam jurang perpisahan. "Apa?"

Terlihat, Bintang menghela napasnya dengan gusar. Mimik wajahnya terlihat sedikit berbeda, gerakan tubuhnya seperti seseorang yang tengah dilanda gelisah. Langit memiringkan kepalanya, memandang Bintang dalam diam, lalu menyipitkan matanya. Berusaha untuk memahami bahasa tubuh yang Bintang perlihatkan secara tidak sengaja dan yang Langit tangkap, Bintang seperti seseorang yang sedang gugup.

"Kenapa?" tanya Langit.

Bintang tak kunjung menjawab.

Langit mengangkat kedua alisnya, lalu tersenyum manis, Langit tak akan memaksa Bintang dengan tatapan matanya. "Lain kali aja," ujar Langit, takut jika Bintang tak nyaman dengannya.

Bintang langsung menatap Langit. "Maaf soal kemarin," ujarnya.

Langit tertawa renyah, memandang Bintang dengan pandangan yang mengejek.

"Serius, Neng!" kesal Bintang.

"Ya udah, maaf juga," balas Langit.

Kali ini, Bintang yang memandang Langit. "Gue ... ehm, gue apa, ya?"

"Apaan, si?" selidik Langit.

"Lo mau jadi pacar gue, ga?"

Jedaarr!

Suara gluduk mampu membuat keduanya terlonjak kaget. Alam yang menjawab pertanyaan dari Bintang dan alam pula yang membuat degupan jantung Langit berpacu lebih cepat.

"Langit? Are you okey?" tanya Bintang saat melihat wajah tegang Langit.

Langit mengangguk dengan ragu, ini terlalu tiba-tiba.

"Jadi, lo terima gue, atau engga?" tanya Bintang, lagi.

"B-bintang, gue ... "

"Ngga Langit, gue cuma minta jawaban lo. Iya, atau engga."

Nada bicara Bintang yang berubah menjadi lebih tegas membuat Langit merasa terancam di sini.

"Gue .... "

JANGAN LUPA VOTE YAA.

Repeat.

Chapter ini benar-benar mengulang.

Hiraeth [ OPEN PO ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang