Kini, Langit tengah menjalani latihan untuk hari esok. Di mana hari perpisahan yang akan dilangsungkan dan dipersembahkan untuk para murid kelas IX dan para orang tuanya. Langit tersenyum melihat semua temannya tampak antusias dan tampak benar-benar bersemangat. Tanpa memedulikan suasana hatinya yang sedikit memburuk, Langit ikut bersenda gurau bersama mereka.
"Yah, besok udah pisah aja," ujar Bella memulai pembicaraan yang serius.
"Ah, ga enak, ah!" kesal Serra.
Dapat Langit lihat, wajah Serra tak seceria biasanya. Langit tahu, teman-temannya sulit untuk berpisah satu sama lain, tetapi apa boleh buat? Memang ini yang telah menjadi peraturannya dan menjadi hal yang lumrah atau bisa dibilang wajib bahwa setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Mau tidak mau.
"Selanjutnya kita akan mempersembahkan penampilan dari Tarra Nadhira, Langitta lirihanna, dan Serra Fadirra. Waktu dan tempat saya persilakan."
Panggilan yang mampu membuat jantung Langit berpacu lebih cepat dari biasanya. Langit, Serra, dan Tarra memutuskan untuk menampilkan sesuatu yang mungkin bisa menjadi kenangan untuk mereka. Mereka bertiga memutuskan untuk menampilkan nyanyian sebagai bentuk perpisahan. Tarra Nadhira adalah teman baru Langit, mereka berteman belum lama ini. Namun, mereka seperti sudah mengenal sangat lama. Berbeda dengan Serra yang memang sudah mengenal Tarra, tetapi tidak pernah berinteraksi sebelumnya.
"Ayo, heh!" desis Tarra yang ternyata juga berkeringat dingin.
Langit tertawa kecil, mereka berjalan beriringan menaiki panggung. Langit yang mengedarkan pandangannya, Serra yang terlihat biasa saja dan Tarra yang sibuk mengobrol dengan guru yang selama ini membimbing mereka untuk memberitahukan musik latar belakang yang akan mereka pakai melalui aplikasi YouTube yang disambungkan ke pengeras suara.
"Sudah siap?" tanya pak Rido, guru yang membimbing Langit selama dua tahun terakhir.
Ketiganya mengangguk, lalu terdengar nada alunan yang familier bagi ketiganya.
"Aku pergi, bukan berarti tak setia. Aku pergi, demi untuk cita-cita."
Tarra mendapat bagian pertama dari liriknya.
"Maaf bila, mungkin kita harus terpisah, relakan lah, mungkin ini sudah takdirnya."
Selanjutnya Serra dan sudah dipastikan bahwa Langit akan menyanyikan kelanjutannya yang terdapat bagian dengan nada sedikit susah.
"Ku tak ingin ada bencii ... ku tak ingin ada caci, yang aku ingin kita slalu, baik-baik saja."
Selanjutnya adalah perpaduan antara ketiganya.
Kenangan kita takkan ku lupa.
Ketika kita masih bersama.
Kita pernah menangis, kita pernah tertawa, pernah bahagia bersama.Semua akan slalu ku ingat.
Semua akan slalu membekas.
Kita pernah bersatu dalam satu cinta.
Dan mungkin kita harus berpisah.Aku pergi ...
Tepat saat bagian, 'kita pernah bersatu dalam satu cinta', tatapan Langit dan tatapan Raden tak sengaja bertemu yang membuat Langit tersenyum tipis begitu pun dengan Raden. Tak ada lagi rasa suka yang hinggap di hatinya karena hatinya kini sudah menjadi milik Bintang.
Langit tersenyum tipis lalu membungkuk secara bersamaan sebagai ucapan terimakasih.
Hari ini, Langit berencana untuk menghabiskan waktunya bersama teman-temannya. Oh! Itu hanyalah sekedar rencana yang beralamat wacana. Teman-temannya memilih untuk langsung pulang, tapi untungnya, Tarra dan Serra tidak. Akhirnya Tarra, Serra, dan Langit pergi ke rumah Serra untuk latihan lagi. Mereka ingin memberikan yang terbaik untuk hari esok.
Bahkan mereka sudah memiliki baju kembar untuk penampilan mereka esok hari, padahal besok diharuskan memakai kebaya.
"Ih, ulang-ulang!" kesal Serra saat mendengarkan rekaman suara mereka saat bernyanyi.
"Ini udah bagus tau," bela Tarra.
"Gue nya jelek! Ulang, gak?!" paksa Serra.
"Ayo! Coba sekali lagi!" ujar Langit yang menjadi penengah.
"Oke, sekali lagi, ya?" tanya Tarra meyakinkan.
Serra dan Langit mengangguk bersamaan.
Hingga pada akhirnya, di tengah-tengah kegiatan mereka bernyanyi mereka tertawa bersama karena merasa intonasi yang mereka gunakan tidak cocok dengan alunan musiknya.
"Udah lah, yang tadi aja! Cape anjir," putus Serra.
"Katanya minta ulang," cibir Tarra dengan sisa tawanya.
"Nyenyenye."
"JAJAN YU!" Teriak Langit secara tiba-tiba.
"Jangan gorengan!" larang Tarra.
"Emang kenapa?" tanya Langit.
"Nanti suara lo jadi jelek," beritahu Tarra.
"Ya elah, ga papa, sih," balas Serra dengan nada angkuhnya.
"Ser!" kesal Tarra.
Tak ada sahutan, mereka sibuk membereskan segala sesuatunya yang terlihat acak-acakan karena ulah mereka. Karena hari telah menjelang sore, setelah membeli jajanan, Tarra dan Langit memutuskan untuk pulang, begitu pun dengan Serra yang letak rumahnya tak jauh dari warung tempat mereka membeli jajanan.
HUAAH, KALIAN TAU GAK SI?! PART INI ADALAH PART PENUH PERJUANGAN.
DI PART INI, PAS AKU UDAH NULIS SETENGAH, TERUS AKU KEMBALI SEBENTAR, DAN PAS BALIK LAGI KE HALAMAN INI, TIBA-TIBA UDAH KEHAPUS DONG!!
SEKETIKA DOWN, MALES NULIS LAGI!
TAPI AKHIRNYA DENGAN SEGENAP JIWA DAN RAGA, DENGAN NIAT YANG BESAR, AKU KEMBALI MENULIS LAGI.
YEAY.
JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENNYA YAAKK!
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth [ OPEN PO ]
Short StorySudah pernah dibilang bukan? Kehidupan adalah jalan seseorang menuju kekuatan. Apapun rintangannya harus dihadapi meskipun berat untuk kita lewati. Cerita ini menceritakan tentang Bintang dan Langit. Bukan ... bukan tentang keindahan alam. Ini kisah...