"Raya, gue risi!" adu Langit pada Raya yang saat ini sedang duduk di bangku milik Nara.
Raya menoleh. "Kenapa?"
"Elang ... menjijikan!" balasnya. Iya! Elang memanglah salah satu spesies yang membuat Langit ilfil. Elang yang pemaksa, Elang yang selalu ingin menggandeng tangannya, Elang yang selalu ingin merangkulnya dan Elang yang sering menghampirinya di kelas.
Seperti tadi saat jam istirahat pertama. Elang menghampirinya di kelasnya, mengajak Langit untuk ikut dengannya dengan bahu Langit yang dirangkul olehnya. Langit sudah berusaha untuk melepaskan rangkulan Elang, tetapi Elang tetaplah Elang, si manusia pemaksa.
Zarsya terkekeh geli, menertawakan Langit yang terlihat tertekan bersama Elang. Langit memandang Zarsya dengan sinis, lalu kembali menatap Raya yang menatapnya bingung.
"Putusin aja kalo lo ga nyaman," usul Raya.
"Dih, apa, sih, Ray. Baru seminggu," cegah Putri dengan tampang yang heran.
Langit terdiam, bingung. Move on nya dengan Bintang mendekati kata 'gagal'. Bahkan, setiap kali dekat dengan Elang, Langit selalu membandingkan perlakuan antara Elang dan Bintang yang berbanding terbalik.
Bisakah Langit mendapatkan laki-laki dengan sifat yang seperti Bintang di raga orang lain?
Langit menggelengkan kepalanya, Langit akan mencoba untuk tetap bertahan dengan Elang walaupun sifat Elang seringkali membuatnya merasa risi. Bahkan saat berjauhan dengan Elang, Langit pun selalu merasa risi karena Elang terus mengirimkannya pesan.
"Ikutin kata hati lo," petuah Zarsya.
"Zarsya, hati gue tuh masih milih diaa!" kesal Langit.
"Dia siapa? Erik?" tanya Putri. Erik adalah siswa angkatan mereka, banyak yang menggosipkan adanya hubungan antara Langit dan Erik. Ada yang bilang Langit menyukai Erik dan ada yang bilang juga, Erik yang menyukai Langit.
"Bukan," Langit menggeleng membuat ketiga temannya bingung.
Zarsya sudah mengetahui tentang Bintang walaupun hanya sedikit. Zarsya mengetahuinya ketika ia membaca buku diary milik Langit yang selalu Langit bawa kemanapun Langit pergi. Salah satunya ke sekolahan, alasan Langit membawa buku diary-nya ke sekolahan adalah untuk menghilangkan rasa jenuh.
"Jangan bilang, lo masih nunggu dia!" tuduh Zarsya yang membuat Langit mengangguk dengan semangat.
"Sampe kapan?" tanya Zarsya dengan wajah yang serius.
Langit menggelengkan kepalanya. Meskipun dirinya berpacaran dengan Elang, tetapi dari hati Langit yang paling dalam, Langit masih menunggu Bintang.
"Bisa lepasin dia? Lo bebas cari yang lain, Langit!" kesal Zarsya. Mengembuskan napasnya, Zarsya kembali berujar, "Mau sampe kapan?"
"Gue mau nunggu, sampe gue cape."
Jawaban yang Langit berikan membuat Zarsya memutar bola matanya dengan malas. Kapan Langit akan lelah menunggu? Sampai kapan Langit akan terjebak dalam masa lalu?.
"Bu Sri dateng, weh!" Teriak salah satu teman Langit yang membuat mereka dengan terpaksa menyudahi percakapan yang mereka bahas.
Bu Sri adalah guru yang mengajar mereka di jam ini, mengajar pelajaran sejarah. Bu Sri adalah guru yang tidak disukai banyak murid, tetapi, Bu Sri juga yang seringkali menjadi korban keusilan para murid. Usilnya masih manusiawi, tidak berlebihan. Namun, biar bagaimanapun, Bu Sri tetaplah guru yang harus dihormati.
"Assalamualaikum anak-anak!" sapa Bu Sri dengan suara khasnya. Ada rasa bahagia dan juga kehilangan ketika mendapat kabar bahwa tahun depan, Bu Sri akan pensiun.
°°°
Jam istirahat kedua Langit gunakan untuk menghampiri Zahra karena Zahra yang meminta, masing-masing dari mereka sudah memiliki teman baru, termasuk Tarra. Tarra yang memiliki teman baru duluan. Mereka masih berteman dengan baik, saling sapa satu sama lain dan Zahra pun seringkali mengunjungi kelasnya untuk istirahat bersama dengan Langit ataupun bergabung dengan teman-teman Langit.
"Langit!" panggil Zahra.
Langit berlari mendekat. "Apa?"
"Temenin gue dong, Bella lagi sholat," pintanya.
"Lo ga sholat?" tanya Langit sambil memincingkan matanya.
Zahra menggeleng. "Sama," ujar Langit yang membuat Zahra meledakkan tawanya.
"Langit!" panggilan yang mungkin Langit hindari.
Langit menoleh dan berusaha tersenyum manis, Elang datang menghampirinya. Zahra memutarkan bola matanya malas, lalu menjauh dari Langit yang saat ini sudah berdekatan dengan Elang.
"Apa?" tanya Langit sedikit terpaksa.
"Gue mau ngomong, bentar," pinta Elang.
"Nanti aja!" kesal Langit.
"Sebentar doang," paksa Elang.
"Lo ngerti bahasa manusia ga, sih? Kalo Langit ga mau ya ga usah dipaksa! Ribet," Zahra mendengkus kesal melihat tingkah Elang.
"Ya udah, nanti, ya," ujar Elang sebelum dirinya benar-benar pergi.
"Lagian ngapain, sih, lo nerima Elang? Muka di bawah KKM aja banyak gaya tu orang!" kesal Zahra sambil menatap sinis punggung Elang.
Di antara teman-temannya yang mendukungnya, Zahra justru tidak menyukai hubungan keduanya. Zahra lebih menyukai jika Langit bersama dengan Erik, bahkan saking tidak sukanya Zahra kepada Elang, Zahra sampai mengatakan bahwa muka Elang di bawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal), atau biasa mereka menyebutnya 'di bawah rata-rata'. Elang memiliki wajah yang biasa saja, sedangkan Erik memiliki wajah yang bisa dikatakan tampan, karena itulah Zahra membenci Elang dan mendukung Erik.
"Kasian tau, Ra!" desis Langit.
Salah satu alasan Langit menerima Elang adalah karena 'kasihan'. Elang sampai berani menurunkan harga diri, bahkan memasuki toilet wanita hanya untuk Langit. Terlalu berlebihan memang dan itu membuat Langit tertekan.
KESEL GA SAMA ELANG?
ATAU KESEL SAMA LANGIT?
ATAU ... KESEL SAMA ZAHRA?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth [ OPEN PO ]
Short StorySudah pernah dibilang bukan? Kehidupan adalah jalan seseorang menuju kekuatan. Apapun rintangannya harus dihadapi meskipun berat untuk kita lewati. Cerita ini menceritakan tentang Bintang dan Langit. Bukan ... bukan tentang keindahan alam. Ini kisah...