Eps 27 : Si Jenderal murka

147 24 6
                                    

Ternyata lu gak cuma kaya harta, tapi kaya bangsat

-Renald murka

***


"Pokoknya gua bilang ngga ya ngga!"

"Kenapa, apa alasannya coba jelasin," timpal Astung tak mengindahkan perkataan Renald.

Renald hanya memainkan pemantik, sudah menjadi kebiasaan sepertinya ketika kesal maupun stress.

"Gibran pasti marah ke gua," ungkap Renald lirih. Astung tak menjawab, ia malah memberikan Renald susu beruang beriklan naga.

"Dari Gibran," ujar Astung membenarkan.

Renald mengaduh, jika Gibran sudah memberinya susu beruang artinya dia ingin Renald segera menemuinya, kode yang hanya bisa diketahui oleh mereka berdua. Sebenarnya Renald tidak ingin bertemu Gibran setelah ia dengan terang-terangan mengatakan kalau ia menyukai Zura. Malunya berasa iklan coki coki, selangit.

Mari kita reka adegan ulang, 3 jam sebelumnya di UKS. Renald jatuh tersandung lalu tersungkur di atas parit ketika ia melarikan diri dari kejaran teman-teman setannya. Maka di UKS lah dia sedang di obati oleh Gibran yang menemukan ia dalam keadaan tak bernyawa eh maksudnya tak berdaya.

"Kok bisa jatuh?" tanya Gibran.

Pake nanya.

"Salahin batunya jangan gua," ceplos Renald membuat Gibran tertawa ringan.

"Kamu tahu sendiri aku gak bisa marah ke kamu," ujar Gibran.

Renald memutar bola matanya malas, dia tidak tahu bagaimana bisa seseorang yang tampan dan serba punya menyukai satu spesies, padahal Gibran termasuk populer di kalangan cewe. Apa benar, cowo cakep pacarnya juga cakep? Benar ya, cinta itu buta saking butanya dia melupakan sebuah ketentuan agama. Dosa memang indah.

"Bran, gua suka sama--"

"Aku tahu, jadi gak perlu kamu katakan," potong Gibran tanpa mendengar kelanjutan Renald.

Dia pasti mikir yang berlainan.

Renald menghela napas, susah ya ngomong sama tembok berjalan. Haruskah Renald bawa palu?

"Serius Bran, gua mau selesaikan sekarang."

"Aku kira kita tidak pernah memulainya hingga harus diselesaikan?" sahut Gibran.

Iya juga si, tapi--

"Yaudah lupain gua," tegas Renald.

"Itu bukan kuasaku Nald."

"Terus lu mau gimana, gua ngga bisa terus begini. Hal ini bikin gua gak nyaman, tahu." terang Renald melirih namun mata elangnya sudah menusuk ke dalam mata lawan bicaranya.

Gibran tersenyum sekilas, ia mengambil salah satu tangan Renald dan dibawanya ke dada tepat di mana jantungnya berada.

"Aku ngga tahu Nald, namamu sudah menyatu dengan debaran jantungku jadi jika ingin menghapusnya maka aku harus mati terlebih dahulu."

Renald diam tak berkutik, bahkan untuk menjawab saja ia tak punya nyali seolah keberaniannya sudah membaur dengan rasa tersipu ini. Renald manusia biasa, dia tak bisa mengontrol emosinya tapi bukan berarti dia akan terlibat lebih jauh ke dalam dosa besar.

"Pernah membaca kisah Layla dan Majnun, kau bisa ibaratkan aku sebagai Majnun yang tak bisa hidup tanpa Layla tapi aku tak berharap kau menjadi Layla,"

"Aku berharap kau menjadi Habibie untuk Ainun mu nanti," sambung Gibran sambil tersenyum manis. Renald tahu itu senyum palsu namun bagi Gibran senyuman itu adalah benteng.

Trabas (Gangster Boys)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang