Eps 37 : Wolfsburg pt 2

102 16 7
                                    

Apa bedanya kamu sama Semarang? Kalau Semarang ibukota Jateng kalau kamu ibu dari anak-anakku.

-renald ngegembel

***

Sedia payung sebelum hujan. Sedia duit sebelum ngedate. Masa mau ngedate sangunya cuma goceng, mau jajan chiki gopean? Tapi kalau Arzadan si bodoamat ya, dia ngga terlalu ambil pusing mau ngedate di mana aja dengan uang berapa aja asal bukan di kost-kost an dan tempat gelap. Nanti diprank hamil duluan. Baginya, tidak ada kayu rotan pun jadi, tidak ada duit malak pun jadi.

Malam ini Arzadan gabut dan tidak tahu mau kemana, tapi ditengah aktivitas mengayuh sepeda menuju ke basecamp Djarot, ia teringat kalau cem-cemannya sedang dapat hukuman di sekolah. Baiklah waktunya putar balik niat dan mampir ke sekolah sebentar.

Setelah memarkirkan sepedanya, ia buru-buru masuk ke area sekolah yang gelap, pencahayaan di sekolah ini patut diacungi jari tengah, apakah sekolahnya sangat miskin sampai beli Philips saja tidak mampu?

Arzadan memutari sekolahnya namun tak ada satupun tanda kehidupan wanita itu. Karena lelah mencari kesana kemari ia memutuskan rehat sejenak dibawah pohon besar depan kelasnya.

Ia membuka ponsel dan mendapati beberapa pesan masuk dari temannya, anak-anak Djarot. Isinya tentang sidak markas Wolfsburg oleh Astung dan Jamal yang berjalan dengan baik. Arzadan hanya membalas dengan sticker jempol favorit Bapak dan Ibu Guru.

Anda

Aku dibawah pohon, ke sini.


Sambil menunggu makhluk mungil itu menampakkan diri ia memilih untuk memainkan Minecraft di ponsel pintarnya. Semoga saja kekasihnya tersebut lekas membaca pesan yang Arzadan kirim kalau tidak mau ada musibah.

Saat Arzadan sedang khidmat membuat rumah dengan balok kayu matanya malah terkena pancaran sinar senter hingga membuat ia menutupi mata dengan lengannya.

"Silau, singkirkan senternya, Kana," titah Arzadan membuat wanita yang sedari ngos-ngosan dengan cekatan mematikan senter.

"Sorry," lirihnya membuat Arzadan terkekeh. Ia menepuk tempat di sampingnya, menyuruh Kana duduk di sana.

"Kali ini kenapa kamu di hukum, masalah senior lagi?" tanya Arzadan.

Kana hanya tersenyum kecut sebagai jawabannya, Arzadan yang memahami langsung memberikan elusan lembut di kepalanya.

"Mau aku singkirkan?''

Kana menatap tajam dan menolaknya. Bisa gawat kalau Arzadan turun tangan.

"Sampai kapan kita harus sembunyikan ini, Kana?"

"Kamu kan tahu, aku belum siap kena teror lebih parah dari senior jika mereka tahu kita pacaran."

"Ini sudah satu tahun, Kana. Aku gak bisa terus-menerus hanya melihatmu dari belakang. Aku juga ingin berjalan disampingmu," rengek Arzadan.

Kalau saja bukan Kana yang meminta agar Arzadan diam, niscaya dia sudah menghabisi senior-senior laknat tersebut. Persetan dengan semuanya, Kana adalah prioritas hidupnya.

Masalahnya bukan Arzadan yang tidak mampu, namun pernah sekali diam-diam dia menghancurkan salah satu pengganggu dan ketahuan oleh Kana, saat itu juga ia meminta putus. Sungguh putus dari Kana adalah salah satu memori yang paling ingin ia hapus. Membujuk Kana untuk kembali, seperti membujuk Emak agar tidak tidur siang.

"Dan, untung aku punya kamu. Kalau ngga ada kamu mungkin namaku sekarang berganti jadi Almarhumah."

Kana menyandarkan kepalanya di bahu Arzadan, ia memandang langit malam yang begitu terang menggantikan temaram di hatinya.

Trabas (Gangster Boys)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang