Gisel memasuki rumah dengan hati meringan seakan baru saja diajak terbang ke langit ke tujuh, tapi langkahnya terhenti saat netranya menangkap sosok berkaos putih sedang berkacak pinggang dengan tatapan tajam mengintimidasi di bawah tangga menyorot tepat kepadanya.
Gisel mengerjap, gadis itu melupakan satu hal.
Tidak mengabari Immanuel agar tidak menjemputnya, pasti tadi kakaknya itu menunggunya.
Immanuel masih dalam posisinya, sedangkan Gisel mulai kembali melangkah mendekat, gadis itu tersenyum sumringah menunjukkan deretan gigi putih rapinya kemudian menepuk bahu Immanuel kencang hingga membuat pemuda itu melotot hampir saja terjungkal kedepan.
"APASIH, KAMU ABIS DARI MANA?!" gas pemuda itu kesal, menatap tepat Gisel yang mengalihkan pandangan berusaha bersikap seperti tak terjadi apa-apa.
Gisel kembali menepuk bahu sang kakak kali ini tidak sekencang tadi, tapi tetap saja membuat Immanuel mengumpat kesal.
"Santuy ngapa bang, jangan ngegas dong, santai santai" ucapnya menenangkan.
Immanuel mendelik, "Santuy santuy, gimana mau santuy coba, abang nunggu didepan sekolah sampe 3 jam kamu gak nongol-nongol, mana ditelpon gak diangkat-angkat, pasti di silent nih, kebiasaan!" ucapnya kesal.
Gisel nyengir, kini menarik tangan Immanuel merapat, "Aku lupa ngabarin tadi.."
'..Gara-gara panik' lanjutnya dalam hati.
"Jelasin kamu abis dari mana sampe pulang sore gini?"
"Aku kerja kelompok sama Karina"
Immanuel mengernyit kemudian kembali menunjukkan tatapan mengintimidasi, "Nah! Ketauan!" ucap pemuda itu yang tentunya membuat Gisel mengerjap polos tak paham.
"Bohong kan kamu, ngaku!" tebak Immanuel kini mengacungkan jari telunjuk, menunjuk tepat pada adiknya itu.
"Dih, bener kok" sanggah Gisel membela diri.
"Kalo mau boong pinteran dikit dong"
Gisel mengernyit benar-benar tak habis fikir kenapa Immanuel sangat yakin bahwa ia berbohong.
"Jl.Mustika Blok.C Nomor.9 rumah warna cream" ucap Immanuel yang membuat Gisel terbatuk benar-benar tidak bisa mengelak kini.
Itu alamat rumah Karina.
Immanuel tahu karena pernah mengantar Gisel kesana, dan Gisel lupa itu.
"Abang kerumah Karina?" tanya Gisel setenang mungkin berusaha mengalihkan.
Immanuel mengangguk kemudian mendelik, "Abang sampe nelponin temen-temen kamu make hp dia" ucanya kesal.
Gisel melotot, benar-benar tidak bisa berbohong, gadis itu bingung harus mencari alibi apa lagi kini, rasanya akan sulit membohongi Immanuel jika sudah begini.
"Baiklah" ucap Immanuel tiba-tiba, pemuda itu berjalan keruang tengah kemudian mendudukkan diri disofa, diikuti Gisel yang mendudukkan diri disebelahnya.
"Jadi ada apa dengan pemuda tampan berdarah Jepang itu?"
Gisel kembali terbatuk, yang kemudian reflek mengumpat dalam hati, Immanuel sudah dalam mode serius gini mana bahasanya sok-sokan wartawan gitu.
Sumpah ya, Gisel antara kesel mau jambak tapi juga inget kalo Immanul adalah satu-satunya kakak yang ia punya.
Coba kalo ada dua.
Pasti udah digantung di pohon mangga depan rumah.
"Apasih bang, tiba-tiba amat nanya gitu"
"Terus bagaimana lagi, adikku?" tanyanya santai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stars √
Teen FictionGisel tidak pernah tahu bahwa pertemuannya dengan 'si pembalap liar jalanan' juga keputusannya untuk pindah sekolah justru membuatnya terus ada dalam keadaan rumit yang juga menyangkut pada keadaan hati dan perasaannya. . . . Start : 30 Mei 2021 End...