BAB 1

868 9 1
                                    

Ku langkah kan kaki ku dengan susah payah menyusuri gang. Sesekali tersandung batu yang hampir membuat ku jatuh. Membawa belanjaan kembali ke apartemen dengan berjalan kaki, adalah salah satu rutinitas yang ku anggap sebagai olahraga.

Di tengah-tengah hiruk pikuk kebisingan kota California, Aku mendengar isak tangis yang menyedihkan dari jalan utama. Aku sedikit berlari untuk mencari asal suara itu.

Aku menemukannya.

Usianya sekitar 7 tahun. Terlihat  lusuh tergeletak dekat Tempat Sampah. Tampaknya dia mencoba membuka tempat sampah untuk mencari makanan. Tubuhnya dipenuhi luka yang sudah tua, tetapi tidak sembuh-sembuh. Memar hitam dan berbintik-bintik hijau menutupi sebagian besar wajahnya yang demam. Saat ku angkat tubuhnya, tulang rusuknya yang babak belur terlihat melalui robekan menganga di bajunya.
 
Sebuah Mobil membunyikan klakson dan mendesing di jalan utama pusat kota California yang terlihat sibuk walau udara terasa dingin hampir menembus kulitku.

"Ayo masuk ke dalam mobil ku sekarang! ”

Aku menoleh ke arah suara itu dan melihat seorang Pria yang belum pernah kulihat melangkah lebar mendekati ku.

Jantungku berhenti. Dia sangat tinggi dan cukup tampan sehingga aku melupakan wajahku yang berantakan tanpa riasan ini.

Tanpa meminta persetujuan ku, Pria asing ini merengkuh dengan lembut tubuh ringkih anak kecil tersebut, dan menidurkan nya di kursi belakang penumpang.

"Kita akan kemana?" tanyaku langsung begitu masuk kedalam mobil.

"Ke rumah sakit, tentu saja." Ia sibuk memakai sabuk pengaman.

Aku terus memeluk tubuh gadis ini. “Aku bisa sendiri. Maaf. Tapi aku tidak butuh bantuan.” aku berusaha membentengi diriku.

Dia melirik kami dari kaca spion. "Kau pasti tahu seberapa parah keadaan nya." Kami saling pandang selama 3 detik.

"Aku tahu—" jawab ku ragu

“Aku tidak keberatan mengantar kalian kerumah sakit"  desaknya.

Bukan itu masalahnya. Aku tidak tahu apakah tabungan ku cukup untuk membayar biaya rumah sakit gadis mungil ini. Apapun itu, aku paling anti mempunyai hutang budi. Terlebih dengan orang asing.

Ya. Pria yang dapat menggetarkan hatiku ini adalah pria asing. Dan pria asing tidak seharusnya dapat mempengaruhi ku.

"Baiklah.." aku pasrah demi gadis ini.

Seorang perawat langsung menghampiri kami begitu sampai di rumah sakit. Dengan sigap mereka melakukan pertolongan pertama untuk gadis ku. Bahkan aku tidak sempat menanyakan namanya. Sementara ini akan ku panggil dia Lucy.

Singkat cerita perawat menyuruh ku untuk mengurus administrasi nya. Ku tinggalkan pria itu menuju bagian administrasi.

Sepanjang jalan aku berdoa semoga uang tabungan ku cukup untuk membiayai perawatan Lucy.

Tapi takdir berkata lain. Tabungan ku tidak cukup. Bahkan tidak untuk setengah biaya rumah sakit Lucy.

"Miss Powell?"

"Ya?" aku tersadar karena larut dalam lamunan.

"Ingin melakukan pembayaran dengan cash, atau kartu Miss?"

"Mm–"

"Dengan kartu."

Suara itu. Refleks aku langsung menoleh dan melihat pria itu sudah berdiri menjulang tinggi di samping ku.

Rambut hitam legam nya sangat tertata rapi melambai-lambai  minta di sentuh. Sorot matanya yang gelap, menyimpan sejuta tanda tanya. Dari dekat, tidak ada satu bintik pun yang menodai wajahnya, tetapi ada rambut halus yang menghiasi dagu dan atas bibirnya, seolah-olah dia seperti lupa untuk bercukur.

Secret WoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang