BAB 4

265 7 0
                                    

"Aku mohon Deli, ijinkan aku bercinta denganmu."

Bercinta dengan Gavyn?

"Deli...hh—" mohon nya lagi.

"Ya," bisikku, menyerah.

Senyumnya penuh kemenangan dan tiba-tiba, dia menarikku ke dalam pelukannya. Dia menciumku, menciumku penuh gairah. Membuatku benar-benar terkejut, dan aku merasakan panik seketika.

"Jangan tolak aku..."

Dia menciumku, lama, keras, dan penuh gairah, lidahnya di dalam mulutku. Napasnya meningkat, gairahnya ...

Sialan – bagian bawah tubuhnya mengeras ...

Aku tak peduli jika nanti aku akan menyesal. Gairah yang tak biasa ini tidak bisa ku tahan lagi . Tanganku meremas rambutnya, menahannya. Aku
menginginkan dia, di sini. Sekarang.

Dia menjauh dan menatap ke arahku, matanya sekarang lebih gelap dan  berkilat penuh gairah.

"Kau seorang wanita yang sangat menantang," Dia menciumku penuh gairah, memaksa bibirku terbuka dengan lidahnya, tanpa belas kasihan. Darahku memanas dengan segera, dan aku membalas ciumannya dengan bersemangat.

Aku sangat menginginkan dia -

Ciumannya -aggressive, memerintah dan lapar. Lidah ku menggodanya minta di hisap. Aku mengikuti naluri ku,  dia menggeram keras dari tenggorokannya.

Aku memiringkan kepala, hampir lupa bernapas. Dadaku bergemuruh.  Rambut Gavyn acak-acakan, bibirnya bengkak menggoda.

Aku melihat Gavyn mencengkeram ujung T-shirt-nya dan melepaskannya, dengan tidak sabar. Dadanya yang lebar dan berotot terlihat—kulit halus dan indah membentang di atas tonjolan ototnya yang kuat. Rambut gelap menyembul dari balik celana dengan puting coklat tua. Air liur bergegas ke luar dari mulutku saat melihatnya.

 
Dia membuka kancing celana bahannya dan menurunkan ritsleting nya, Membebaskan celana nya, terlihat boxer Calvin Kleins mengetat di sekeliling ereksinya. Ya ampun ...

Lutut ku goyah. Aku ingin menyentuh semua otot hangat itu. Lengan kekar Gavyn melingkari ku, menariknya erat-erat ke dadanya. Aku menyerah. Tidak ada yang pernah sebaik ini.  Pria ini begitu memperlakukan ku dengan baik. Dan Aku pasrah olehnya.

Bibirnya kembali mencium ku. Ciumannya menghapus pikiranku tentang masa depan yang mungkin akan kacau karena ini. Bibirnya meluncur dengan licin mendorong lidahnya, menuntut.

Aku hanya bisa menikmati kehadirannya di mulut ku, merasakan kebutuhan ku dalam sentuhannya. Tangan-tangan kekar nya menjepit ke belakang bokong ku, mengangkatnya. Secara naluriah ku lingkarkan kaki ku di pinggulnya. Tidak ada perasaan akan takut jatuh, atau Gavyn akan membiarkan ku jatuh. Gavyn membuat ku mempercayai nya. Punggung ku bertemu dengan dinding, membuat ku lebih merapat ke arahnya.

Dia melepaskan ciuman kami. “Ya Tuhan, Aku menginginkan mu sekarang juga. ”

Gavyn berjalan melintasi kamar mungil ku, aku tidak terlalu memperhatikan nya. Aku terlalu sibuk membenamkan hidung ku di lekukan antara bahu dan leher pria itu. Aroma keringat serta musk  nya memenuhi paru-paru ku. Kulitnya keras, asin. Secara naluriah ku gigit titik nadinya dan menghisap nya, Gavyn tersandung berhenti, cengkeramannya di pinggul ku mengetat. Suara keras bergemuruh di dadanya, ereksinya berdenyut, napasnya terdengar tersiksa.

Dia membawa ku ke kamar mandi, mendudukkan ku di meja samping wastafel.

“Gavyn—" rasa panas mengalir ke pipi ku, dan dengan bebas dia mengulurkan tangan ingin membuka kaitan handuk ku. Penutup satu-satunya yang ku miliki.

Secret WoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang