BAB 6

243 4 0
                                    

“Aku bisa pergi sekarang, dan tidak akan pernah menyentuh mu lagi. Jika itu yang Kamu inginkan,  ”

Delicia tidak ingin jatuh cinta pada pria yang hanya ingin tubuhnya. Tanpa adanya cinta.

Gayvn bersandar ke tembok, menunggu.

Delicia Menyilangkan tangan di depan dada, dia mencoba memikirkan jawabannya kali ini. Dia mengangkat matanya, pandangan mereka bertemu. “Apakah harus ada pembuktian terlebih dahulu?" celetuk Gavyn.

Gavyn  menegakkan tubuh, dan bahunya. "Apakah Kau ingin tahu , bagaimana pengaruh ku terhadap tubuh mu?"
 
Gavyn berjalan ke arah Delicia, dan Deli melawan keinginan untuk mundur.

"Itu akan mempengaruhi jawaban yang akan kau berikan padaku." Gavyn melanjutkan.
 
Delicia tidak menjawab, sampai bibirnya bertemu dengan milik Gavyn, dan kemudian hanya erangan yang keluar. Lidah mereka terjerat. Tangan Gavyn meraba tubuh Deli. Deli mendesah, Dia harus berhenti sebelum rasa lapar di dalam dirinya meledak. Kepala Deli terangkat, dia mencengkeram kaos Gavyn dengan keras, mencoba menyadarkan dirinya.

"Bisakah kita hanya tidur? tanpa melakukan apapun?” terdengar gemetar dalam suara Deli.

Gavyn memberikan ciuman keras sebelum meraih tangan Deli. "Baik.  Mari kita tidur. Hanya tidur."

Deli terbaring telanjang di tempat tidur, ”Aku tak mau—”

Dia melepas pakaian Deli. "Jangan—"

”Aku tahu apa yang kamu mau, Sayang. Kamu mau Aku mencumbu mu kan?."

Deli meronta-ronta, ”Kau akan senang, Sayang,”

Deli menjerit-jerit, ”Jangan! Berhenti, Ayah! Berhenti!”

Kemarahan menguasainya. Deli tak ingat dari mana dia mendapatkan pisau,  Deli menusuk tubuh itu berkali-kali.

Tubuh Deli tersentak hebat. Gavyn terjaga di sampingnya. "Kau kenapa? Kau baik-baik saja?"

Deli menghirup udara, lalu menghembuskan napas. "Ya.”

“Bagus, ” katanya. “Kau membuatku takut setengah mati. ”

“Aku M—maaf, ”

"Jangan," Gavyn menggeleng.  “Jangan minta maaf padaku. Itu hanya mimpi. Kau aman disini.”

Deli memejamkan mata, mencoba menghalangi jarak di antara mereka, tapi kilatan dari mimpinya membuatnya terbuka kembali. 
 
"Aku—Aku takut." tubuh Deli bergetar kedinginan.

“Ssst...." Gavyn berbaring memeluk wanita itu. Payudaranya yang berbalut piyama menyentuh dada Gavyn.

Deli mendongak, bertemu dengan tatapannya. Waktu berjalan sehening napas. Secara refleks, lidah Deli menyelinap keluar, membasahi bibirnya yang tiba-tiba kering. 

Gavyn tegang.

Pria itu menjatuhkan ciuman di sudut bibir Deli, di dagunya, dan di sepanjang rahangnya. Rasa lapar mereka yang saling berkobar menjadi hidup, sama gamblangnya dengan telapak tangan Gavyn di kulit Deli. Tubuh Deli melengkung ke arah Gavyn, membutuhkan sentuhan Pria itu lebih banyak. Gavyn membelai dengan sangat hati-hati, dan Deli menikmatinya.

Deli menutup matanya saat tangan pria itu meluncur ke punggungnya, diam-diam menenangkan. "Tidak ada yang dapat menyakiti mu, selama ada Aku di sini."

Gavyn mencium Deli lagi, menyelinap ke dalam untuk bermain-main dengan lidahnya. Sementara mereka berciuman, Gavyn menyelipkan tangannya untuk meremas pantat Deli,  menariknya lebih dekat. sehingga dia bisa menggosok penisnya yang sangat keras lebih dalam. "Aku menunggu," Gavyn bernapas di atas bibir Deli.

Secret WoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang