GEMA selalu mempunyai alasan mengapa ia menyukai waktu dipenghujung sore hari. Ia suka ketika jingga mulai menghiasi kanvas langit, kemudian disusul oleh warna kemerahan yang muncul seolah membakar angkasa. Fenomena itu biasa disebut senja, dan Gema tentu ingin menjadi seperti halnya senja. Senja yang selalu dinantikan dan diingat ketika langit mulai teduh dan matahari berjalan pulang.Namun nyatanya hadir Gema bukan seperti senja yang dinantikan. Melainkan seperti senja yang dilupakan ketika keindahan warna langit mulai terganti oleh hitam pekat. Perlahan demi perlahan, senja mulai ditinggalkan begitu saja. Saat itu, senja hanyalah sebuah omong kosong yang tak bermakna. Dan itulah Gema.
Pemuda itu berjalan dengan langkah berat memasuki rumah besar dengan dinding hampa dan lantai yang dingin. Kakinya melangkah bersamaan dengan gaduh jam dinding yang berdetak konstan.
Hingga ketika ia sampai diruang tengah, netranya menatap satu persatu foto yang terpajang apik di atas buffet. Dari semua foto yang terpajang, tidak ada satupun fotonya di sana. Hanya ada gambar kedua orang tuanya, kakak laki-kakinya, serta saudara kembarnya yang tersenyum bahagia di tengah-tengah.
Telinganya sayup mendengar nyaring denting piring yang beradu dengan sendok dari arah meja makan, Gema baru menyadari bahwa waktu telah menunjukkan pukul 19.00 yang mana biasanya digunakan untuk jam makan malam.
Matanya merekam sebuah kegiatan makan malam hangat yang diselingi obrolan ringan dan alunan tawa, di sana seluruh keluarganya berkumpul, kecuali dirinya. Dari posisinya berpijak, Gema memperhatikan bagaimana tangan Bundanya bergerak dengan cekatan mengambilkan beberapa lauk untuk yang lain. Garis tawa di wajahnya menunjukkan bahwa wanita paruh baya itu sangat tulus melakukannya.
"Bilang Bunda yaa, kalau mau nambah. Kakak juga."-
"Udah cukup ya Bunda, aku nggak mau pipi aku tambah gembul."-
"Masih kurang gembul ini mah, gue masih kurang puas kalo nyubit."-
"Enak aja pipi gue dijadiin sasaran, cari pacar makannya biar ada yang bisa dicubit pipinya."-
"Nggak mau, gue mau cubit pipi lo aja. Wlee."-
"Ih sakit, Bunda tolong anaknya dikondisikan. Faktor terlalu lama menjomblo nih jadi begini."-
"Mulutnya, minta dicubit juga nih kayaknya."-
Setelahnya, hangat obrolan berganti menjadi derai tawa yang menyenangkan. Sedangkan di tempatnya, Gema terdiam. Pemuda itu kemudian mengerjap dan kembali melangkahkan kakinya dengan sangat pelan, ia berusaha membuat gerakan dan langkah yang sama sekali tidak menganggu. Hingga ketika ia sampai di hadapan meja makan, Gema segera menunduk untuk sekedar mengucapkan salam. Setelah itu ia lanjut pergi menuju kamarnya, ada perasaan yang tidak bisa dijelaskan ketika ia harus berhadapan dengan keluarganya. Terutama Bundanya, wanita itu selalu membuatnya merasa takut tak beralasan.
Sekarang, Gema hanya berusaha menghindari apa yang membuatnya sakit. Dan kamar, adalah satu-satunya sudut paling dingin di rumah ini untuknya bersembunyi.
Gema Langit Senjakala- adalah senja yang tak dinantikan dan dilupakan.
Meski begitu, ijinkan dia untuk tetap merajut kisahnya.
...
🎞
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Yang Dilupakan
Fanfiction[𝐎𝐧 𝐠𝐨𝐢𝐧𝐠] Katanya, senja adalah hal yang paling dielukan dan dinantikan. Namun bagaimana jika senja itu hanyalah omong kosong. ...seperti garis kehidupan seorang pemuda bernama Gema Langit Senjakala-yang hadirnya tidak pernah diharapkan. So...