05. Ingin Menghilang 🍁

3.3K 476 59
                                    

MALAMNYA, Gema terbangun dengan kepala yang terasa berat. Matanya memerah dan tenggorokannya sakit. Singkatnya ia terserang demam. Cowok itu bahkan hampir tidak bisa melakukan apapun selain menggerakkan tubuhnya pelan ke samping demi menghalau nyeri di kepalanya.

Sejenak, Gema terkekeh mentertawakan hidupnya yang begitu sial. Belum sempat luka di wajahnya terobati, kini tubuhnya pun ikut menambah masalah. Diam-diam ia menyesali keputusannya tadi siang untuk pulang di tengah gerimis yang masih berjatuhan.

Gema mengerutkan dahinya, kemudian mengaduh menahan sakit ketika kepalanya kembali berdenyut nyeri. Ia lalu menyibak selimutnya, mencoba bangkit meski kepalanya semakin tarasa nyeri bukan main dan pandangan di sekitranya terlihat bergoyang. Namun Gema butuh obat untuk sekadar meringankan rasa sakitnya, maka dari itu ia mulai beranjak dari ranjang.

Cowok itu sempat menatap pantulan dirinya di cermin, wajah tampannya sudah terlihat seperti hantu saking pucatnya. Di tambah dengan lebam membiru yang menghiasi. Sungguh perpaduan sempurna.

Sepi yang mencekam membuat langkah kakinya terdengar di sepanjang lorong menuju tangga lantai dasar. Gema berjalan pelan di tengah pekat yang menjadikan segalanya tak terjamah, hingga matanya merekam cahaya yang terpancar dari balik pintu kamar Lembayung yang terbuka setengah.

Seharusnya Gema hanya perlu berlalu dan menghilang dari hadapan kamar itu. Namun langkahnya justru tertahan disana.

Walaupun pengelihatannya kurang jelas, namun netranya dapat melihat bagaimana tubuh Lembayung bergerak gelisah diatas kasur sembari memegangi perut bagian bawahnya. Hal yang selanjutnya ia lihat adalah sang Bunda yang setia merengkuh tubuh Lembayung sembari mengucapkan beberapa kalimat penenang.

Pemandangan itu sangat berbanding terbalik dengan apa yang Gema alami. Saat tubuhnya demam berkeringat dingin, ia hanya bisa memeluk selimut untuk mendapatkan kehangatan. Tidak ada seorangpun yang benar-benar menjaga dan merawatnya. Hingga Gema hampir memilih menyerah dengan hidupnya sendiri.

Gema memalingkan wajahnya kesamping saat udara disekitarnya seperti menghilang hingga membuat dadanya terasa sesak.

Waktu membeku cukup lama. Gema memejamkan matanya sebentar, berusaha menata kembali hatinya yang berantakan. Bertahun-tahun berjuang sendiri, ketika tubuhnya jatuh dan tumbang. Perlahan ia mulai berusaha kuat tanpa mau mengharapkan rengkuhan hangat dari Bunda. Toh dunia miliknya sudah lama runtuh oleh kenyataan bahwa hadirnya tidak betul-betul di harapkan dirumah ini.

Saat cowok itu sedang berusaha menyiapkan langkahnya untuk pergi, ada langkah lain yang kini berhenti tepat di belakangnya. Sosok itu tidak bersuara, namun hanya dengan mencium aroma parfum yang menguar, cukup membuat Gema tahu bahwa orang itu adalah Arutala.

"Lo ngapain?"

Gema hanya balas menggelengkan kepalanya, tanpa mau repot-repot membalikkan tubuhnya. Maka detik selanjutnya, ia memutuskan untuk melanjutkan langkahnya.

Tapi baru beberapa langkah Gema berjalan, pergerakannya justru kembali tertahan karena tubuh tegap Arutala yang tiba-tiba berdiri menghalangi jalannya. Hingga membuat tubuhnya berhadapan langsung dengan tubuh sang Kakak.

"Lo-

Mulut Arutala seketika bungkam saat matanya langsung di suguhkan dengan wajah berantakan Gema. Bibir anak itu pucat, dahinya keluar keringat dingin dan di beberapa titik wajahnya terdapat memar membiru.

"Lo nggak apa-apa? Lo, s-sakit?"

Gema tidak terlalu menanggapi pertanyaan Arutala. Denyutan nyeri di kepalanya kini kian menjadi. Ia berusaha menahannya dengan menggigit bibir bawahnya seraya mengerutkan dahinya.

Senja Yang Dilupakan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang